Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Krisis Komunikasi dalam Politik Indonesia

20 Desember 2023   12:30 Diperbarui: 21 Desember 2023   14:21 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Freepik/wavebreakmedia_micro

Keprihatinan atas Kondisi Komunikasi Publik dan Politik

Kasus-kasus terkini di Indonesia, termasuk ucapan "ndasmu etik" baru-baru ini dan komentar Zulkifli Hasan tentang agama, menyoroti masalah yang mendalam dalam komunikasi publik dan politik. 

Insiden-insiden ini tidak hanya tentang kesalahan berbicara atau ungkapan sesaat; mereka mencerminkan kekurangan serius dalam kesadaran dan sensitivitas sosial-budaya para pemimpin.

Pada tingkat dasar, kemampuan berbicara dengan sopan dan bijaksana adalah keterampilan yang sangat penting, terutama bagi politisi dan tokoh-tokoh publik. 

Namun, tampaknya banyak individu yang belum menguasai keterampilan ini. 

Komentar yang tidak dipikirkan dengan baik, terutama yang berkaitan dengan aspek sensitif seperti agama atau identitas budaya, bisa memiliki dampak yang jauh melampaui momen berbicara itu sendiri. 

Ini bukan hanya tentang etika berbicara, melainkan juga tentang menghormati keragaman dan perbedaan dalam masyarakat.

Kemampuan untuk 'menyaring' pikiran dan kata-kata sebelum diungkapkan sangat penting. 

Hal ini tidak hanya berlaku dalam komunikasi langsung, tetapi juga dalam interaksi di media sosial, yang seringkali menjadi sumber kontroversi. 

Media sosial, dengan sifatnya yang terbuka dan cepat, memang memfasilitasi penyebaran informasi. 

Namun, keterbukaan ini juga membawa risiko ketika digunakan tanpa pertimbangan yang hati-hati.

Kasus Zulkifli Hasan, sebagai contoh, mencerminkan kurangnya sensitivitas terhadap isu-isu keagamaan, yang sangat penting dalam konteks Indonesia. 

Ketika tokoh-tokoh publik mengeluarkan pernyataan yang berpotensi menyinggung kelompok tertentu, dampaknya bisa meluas dan memicu ketegangan sosial.

Pada intinya, perlu ada upaya serius untuk mengembangkan 'firewall' budaya dan agama yang lebih kuat dalam diri setiap individu, terutama mereka yang memiliki pengaruh publik. 

Hal ini tidak hanya melindungi mereka dari membuat kesalahan yang tidak perlu, tetapi juga membantu menjaga harmoni dan kerukunan dalam masyarakat yang plural.

Pendidikan dan pelatihan komunikasi harus menjadi prioritas, baik di sekolah maupun dalam lingkungan profesional, terutama bagi mereka yang beroperasi dalam ranah publik. 

Mengembangkan empati, pemahaman lintas budaya, dan kesadaran akan dampak kata-kata kita terhadap orang lain adalah langkah-langkah penting dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan penuh rasa hormat.

Urgensi Peningkatan Kesadaran dan Kendali Diri dalam Komunikasi

Mengingat peristiwa-peristiwa terkini yang melibatkan Zulkifli Hasan dan kasus-kasus sebelumnya, menjadi jelas bahwa ada urgensi untuk meningkatkan kesadaran dan kendali diri dalam berkomunikasi, terutama bagi para pemimpin dan figur publik. 

Komentar yang tidak dipertimbangkan dengan baik dapat menyebabkan luka yang mendalam, tidak hanya pada individu tetapi juga pada seluruh masyarakat.

Masalah ini tidak terbatas pada kemampuan berkomunikasi dengan efektif, melainkan juga berkaitan dengan pemahaman mendalam tentang konteks sosial dan budaya. 

Di Indonesia, di mana agama dan identitas etnik memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat, sensitivitas terhadap isu-isu ini harus menjadi bagian integral dari komunikasi publik.

Meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan dalam bidang komunikasi, termasuk penggunaan platform media sosial, menjadi sangat penting. 

Pendidikan ini harus mencakup aspek-aspek etika, empati, dan kesadaran akan keragaman. Ini tidak hanya tentang mengurangi kesalahan berbicara, tetapi juga tentang mempromosikan dialog yang konstruktif dan menghormati perbedaan.

Peran media sosial dalam memperkuat atau memperburuk situasi ini juga tidak dapat diabaikan. 

Dengan kebebasannya, media sosial sering menjadi platform untuk menyebarkan informasi tanpa filter. 

Oleh karena itu, kesadaran diri dan tanggung jawab dalam menggunakan platform tersebut menjadi semakin penting.

Menutup kesenjangan ini memerlukan upaya bersama dari individu, komunitas, dan institusi.

Lembaga pendidikan, organisasi politik, dan masyarakat sipil harus berkolaborasi untuk menanamkan nilai-nilai komunikasi yang sehat dan konstruktif. 

Ini bukan hanya tentang menghindari kesalahan, melainkan juga tentang membangun dasar bagi masyarakat yang lebih harmonis dan inklusif.

*****

Peristiwa seperti yang melibatkan Zulkifli Hasan seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya berkomunikasi dengan bijak dan sensitif. 

Ini adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan perhatian serius dari semua segmen masyarakat. 

Hanya dengan cara ini kita dapat berharap untuk menciptakan lingkungan publik yang lebih terhormat dan harmonis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun