Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Joget-joget Politik, Praktik Orde Baru?

9 Desember 2023   05:02 Diperbarui: 9 Desember 2023   05:27 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, muncul berita tentang satu kejadian yang melibatkan anggota Partai Amanat Nasional (PAN) yang diduga sedang berjoget di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Indonesia (kompas.com, 7/12/2023). 

Video yang memperlihatkan kejadian ini menjadi viral dan saat ini sedang dalam proses peninjauan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, telah menyatakan bahwa meskipun belum ada laporan resmi yang diajukan, video tersebut telah menarik perhatian dan sedang dalam proses penyelidikan (antaranews, 07/12/2023).

Bagja mengingatkan bahwa penggunaan fasilitas kantor pemerintah untuk kegiatan politik, seperti yang diduga terjadi dalam video, tidak diperbolehkan menurut Undang-Undang Pemilu. Ia juga menekankan bahwa peserta pemilu harus mematuhi aturan yang telah ditetapkan dan berkoordinasi dengan Bawaslu untuk menghindari pelanggaran.

Di sisi lain, terdapat pengecualian tertentu terkait penggunaan fasilitas pemerintah dalam konteks pemilu, tergantung pada kondisi setempat, seperti di daerah terluar atau terpinggir. Namun, secara umum, penggunaan fasilitas kantor pemerintahan untuk kepentingan politik peserta pemilu tertentu tidak diperbolehkan.

Keprihatinan Terhadap Praktik Orde Baru di Era Reformasi

Kejadian baru-baru ini di Kantor Kementerian Perdagangan Indonesia, di mana anggota PAN diduga berjoget, telah memicu kekhawatiran serius tentang kemungkinan kembalinya praktik politik dari era Orde Baru. 

Pada masa Orde Baru, terutama di bawah kendali G****r, fasilitas negara sering kali disalahgunakan untuk kepentingan politik partai yang berkuasa. Ini menciptakan sistem di mana garis antara negara dan partai politik menjadi kabur, mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan sumber daya negara.

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Sejarah Indonesia telah menunjukkan bagaimana praktik semacam ini dapat merusak integritas lembaga pemerintahan dan merugikan prinsip-prinsip demokrasi. 

Penggunaan fasilitas negara untuk kegiatan politik, seperti yang diduga terjadi dalam kasus terbaru ini, merupakan indikasi kuat perilaku yang opportunistik dan penyalahgunaan kekuasaan. 

Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap sistem pemerintahan yang demokratis.

Selain itu, kejadian ini juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pengawasan dan penerapan aturan yang ada. Meskipun Bawaslu telah mengambil langkah untuk meninjau video tersebut, kejadian ini menunjukkan perlunya sistem pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang lebih efektif. Tanpa langkah-langkah ini, potensi untuk kembali ke praktik-praktik Orde Baru akan terus mengancam integritas proses demokrasi di Indonesia.

Situasi ini menjadi lebih kritis karena Indonesia mendekati Pemilu 2024. Periode ini seharusnya menjadi waktu di mana integritas dan netralitas lembaga pemerintahan dijaga dengan ketat, bukan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. 

Kembalinya praktik-praktik Orde Baru, bahkan dalam skala yang lebih kecil, seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua tentang pentingnya menjaga dan memperkuat nilai-nilai demokrasi serta integritas lembaga pemerintahan.

Keprihatinan Terhadap Praktik Orde Baru di Era Reformasi

Melanjutkan dari keprihatinan terhadap praktik yang mengingatkan pada era Orde Baru, ada aspek penting lain yang perlu diperhatikan: dampaknya terhadap persepsi publik dan kepercayaan terhadap lembaga pemerintahan. Ketika kejadian seperti ini terjadi, terutama di dalam lembaga pemerintahan, hal tersebut dapat meruntuhkan kepercayaan publik terhadap integritas dan objektivitas pemerintah. Ini dapat membawa dampak negatif jangka panjang terhadap kredibilitas pemerintah dan proses demokratis secara keseluruhan.

Masyarakat Indonesia, yang telah lama berjuang untuk mengatasi bayang-bayang era Orde Baru, tentu merasa prihatin melihat kemungkinan kembalinya praktik-praktik otoriter dan penyalahgunaan kekuasaan. 

Era Orde Baru dicirikan oleh pembatasan kebebasan sipil dan politik, serta dominasi pemerintah atas berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk tidak hanya menjaga, tetapi juga aktif memperkuat nilai-nilai demokrasi dan kebebasan sipil.

Untuk mencegah kembalinya praktik-praktik tersebut, ada beberapa langkah yang bisa diambil. Pertama, peningkatan pendidikan politik dan kesadaran di kalangan masyarakat sangat penting. 

Hal ini dapat membantu masyarakat menjadi lebih kritis dan waspada terhadap tindakan-tindakan yang dapat mengancam demokrasi. Kedua, penguatan lembaga pengawasan dan hukum untuk memastikan bahwa semua pihak, termasuk partai politik dan pejabat pemerintah, patuh terhadap aturan dan tidak menyalahgunakan kekuasaan.

Terakhir, partisipasi aktif masyarakat dalam proses demokrasi harus terus didorong. Ini mencakup partisipasi dalam pemilihan umum, pemantauan terhadap kebijakan pemerintah, dan keterlibatan dalam diskusi publik. 

Melalui langkah-langkah ini, kita dapat berharap bahwa praktik-praktik yang mengingatkan pada era Orde Baru tidak hanya dihindari, tetapi juga menjadi pelajaran berharga dalam membangun Indonesia yang lebih demokratis dan adil bagi semua warganya.

Keprihatinan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga tertentu, melainkan tanggung jawab kita semua sebagai warga negara yang berkomitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan keadilan. 

Dengan menjaga kewaspadaan dan partisipasi aktif kita dalam proses demokrasi, kita dapat memastikan bahwa sejarah tidak akan mengulang dirinya dalam bentuk yang merugikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun