Sebaliknya, seorang fungsionalis politik mungkin lebih pragmatis, menekankan pada kebutuhan untuk menangani masalah yang ada dengan solusi yang realistis dan efektif, bahkan jika solusi tersebut tidak ideal atau tidak sempurna.Â
Mereka mungkin lebih fokus pada kestabilan dan kesejahteraan praktis daripada mengejar ide-ide idealistik yang mungkin tidak terjangkau.
Ketika kedua pendekatan ini bertemu dalam kancah politik, mereka dapat menciptakan sebuah dinamika yang kaya dan beragam. Seperti dalam rumah tangga, perbedaan ini dapat menjadi sumber konflik, namun juga dapat menjadi sumber inovasi dan kemajuan.Â
Dengan menggabungkan idealisme perfeksionis dengan pragmatisme fungsionalis, bisa tercipta kebijakan yang tidak hanya mengejar visi besar, tetapi juga memperhatikan kebutuhan nyata dan praktis dari masyarakat.
***
Sebagai penutup, refleksi tentang meja dan kursi ini tidak hanya relevan dalam skala kecil seperti dalam rumah tangga, tetapi juga dalam skala yang lebih besar seperti dalam politik.Â
Kita semua, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat yang lebih besar, dapat belajar dari interaksi antara perfeksionisme dan fungsionalisme.Â
Keseimbangan antara kedua sifat ini, baik dalam diri kita sendiri maupun dalam masyarakat, adalah kunci untuk mencapai harmoni dan kemajuan yang berkelanjutan.
Dengan demikian, renungan ini tidak hanya memberikan wawasan tentang dua sifat yang berbeda, tetapi juga tentang bagaimana kita, sebagai individu dan masyarakat, dapat berupaya mencapai keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H