Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Jangan Asal Parafrase, Pahami Dulu Perbedaan Kalimat Aktif dan Pasif

11 November 2023   05:47 Diperbarui: 1 Januari 2024   07:31 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Bahasa bukan hanya masalah gramatikal. Sumber gambar: Freepik/tirachardz

Yang sering kita pahami bahwa kalimat aktif yang diubah menjadi kalimat pasif tetap memiliki arti yang sama.

1. "Budi memakan nasi" (kalimat aktif)
2. "Nasi dimakan Budi" (kalimat pasif)

Tetapi, siswa kritis mengartikan dua kalimat tersebut berbeda dengan mengajukan pertanyaan:

1. Kapan Budi memakan Nasi?
2. Mengapa nasi dimakan Budi?

Pemikiran tentang perbedaan interpretasi antara kalimat aktif dan pasif dalam bahasa Indonesia sangat menarik.

Memang, secara struktural kedua kalimat tersebut memiliki arti yang sama, yaitu menyampaikan fakta bahwa Budi memakan nasi. Namun, perubahan dari aktif ke pasif memang bisa memunculkan fokus dan nuansa yang berbeda.

1. "Budi memakan nasi" (kalimat aktif): Kalimat ini menekankan subjeknya, yaitu Budi. Ini menyiratkan bahwa perhatian utama adalah pada aksi yang dilakukan oleh Budi. Pertanyaan "Kapan Budi memakan nasi?" menyoroti waktu kejadian, yang sejalan dengan fokus pada subjek (Budi) dan aksinya.

2. "Nasi dimakan Budi" (kalimat pasif): Di sini, fokus beralih ke objek, yaitu nasi. Ini bisa menimbulkan interpretasi bahwa nasi adalah elemen penting dalam kalimat ini. Pertanyaan "Mengapa nasi dimakan Budi?" mengarahkan perhatian pada alasan nasi itu dimakan, yang mungkin tidak begitu diutamakan dalam struktur kalimat aktif.

Walaupun secara gramatikal kedua kalimat tersebut memiliki arti yang sama, pergeseran fokus dari subjek ke objek dalam kalimat pasif bisa memunculkan pertanyaan dan interpretasi yang berbeda. Ini menunjukkan kekayaan dan kompleksitas bahasa dalam menyampaikan nuansa makna.

Konsep "siswa kritis" dalam pemikiran ini, yang mampu menangkap nuansa ini, sebenarnya adalah wujud ideal dari pemikiran kritis dalam pembelajaran bahasa.

Memiliki siswa yang dapat memahami dan mengeksplorasi aspek-aspek seperti ini dalam bahasa tentu akan sangat menarik. Ini menunjukkan pentingnya mengajar dan belajar bahasa tidak hanya dari segi struktur gramatikal tetapi juga dari segi pemahaman dan interpretasi yang lebih dalam.

***

Dalam ranah akademik, penelitian tentang bahasa sering kali mengeksplorasi nuansa yang terkandung di balik struktur gramatikal. Salah satu aspek menarik dalam studi bahasa adalah perbandingan antara kalimat aktif dan pasif.

Contoh yang diberikan, "Budi memakan nasi" (kalimat aktif) dan "Nasi dimakan Budi" (kalimat pasif), mengilustrasikan perbedaan ini dengan jelas. Kedua kalimat tersebut, meskipun secara semantik menyampaikan pesan yang sama, menawarkan perspektif yang berbeda dalam hal fokus dan interpretasi.

Kalimat aktif cenderung menekankan subjek dan aksinya. Dalam "Budi memakan nasi," fokusnya adalah Budi sebagai pelaku aksi. Ini mendorong pembaca atau pendengar untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan subjek, seperti waktu dan alasan subjek melakukan aksi. Sehingga, pertanyaan seperti "Kapan Budi memakan nasi?" menjadi relevan karena menyoroti aspek temporal dari aksi subjek.

Sebaliknya, kalimat pasif sering kali menekankan objek atau penerima aksi. Dalam "Nasi dimakan Budi," fokus bergeser ke nasi sebagai objek yang terpengaruh oleh aksi. Pertanyaan seperti "Mengapa nasi dimakan Budi?" mengungkapkan ketertarikan terhadap alasan di balik objek menjadi fokus aksi, suatu hal yang mungkin kurang diungkapkan dalam struktur kalimat aktif.

Kesenjangan ini memiliki dampak yang signifikan dalam kerangka akademis, khususnya dalam bidang linguistik, psikolinguistik, dan pendidikan bahasa. Jika dilihat dari sudut pandang pengajaran bahasa, memahami perbedaan antara kalimat aktif dan pasif tidak hanya penting dalam konteks gramatikal, tetapi juga dalam hal pemahaman dan interpretasi.

Seorang siswa yang mampu mengidentifikasi nuansa antara dua bentuk kalimat ini tidak hanya menunjukkan pemahaman bahasa yang baik tetapi juga kemampuan analisis dan pemikiran kritis.

Dari perspektif linguistik, pergeseran ini menunjukkan keserbagunaan bahasa dalam mengungkapkan makna dan pentingnya konteks dalam memahami makna tersebut. Selain itu, hal ini juga menggarisbawahi bahwa bahasa bukan hanya sekumpulan aturan gramatikal tetapi juga suatu kerangka rumit yang kaya akan kemungkinan interpretasi dan makna.

Dalam konteks penelitian, pemahaman tentang perbedaan ini dapat membantu dalam analisis teks, di mana peneliti dapat memeriksa bagaimana penggunaan kalimat aktif atau pasif dapat memengaruhi nuansa dan penekanan dalam suatu narasi atau argumentasi.

***

Perbandingan antara kalimat aktif dan pasif dalam bahasa Indonesia, seperti dalam contoh "Budi memakan nasi" dan "Nasi dimakan Budi," menawarkan wawasan yang berharga tentang cara bahasa beroperasi tidak hanya sebagai sarana komunikasi tetapi juga sebagai alat untuk pemikiran dan analisis kritis.

Studi seperti ini menunjukkan bahwa bahasa adalah lebih dari sekadar alat komunikasi; ia adalah jendela untuk memahami bagaimana kita memproses dan menyampaikan informasi dan ide.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun