Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Membedah Taktik Menjual Ketakutan dalam Wacana Publik

6 November 2023   08:00 Diperbarui: 7 November 2023   07:16 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjual ketakutan. Foto oleh master1305 dari  Freepik

Kampanye yang menjual ketakutan sering kali menggunakan berbagai media untuk menyebarkan pesannya, memanfaatkan liputan berita, iklan, media sosial, dan bahkan dari mulut ke mulut. 

Kemunculan internet dan media sosial yang cepat telah menyebabkan penyebaran rasa takut yang lebih cepat dan luas. Ini membuat lingkaran penyebaran informasi menakutkan menjadi lebih efektif dan sulit untuk dihentikan. 

Lingkaran informasi ini bisa disamakan dengan lingkaran setan, di mana rasa takut dan informasi yang salah terus berputar dan menguat sampai mereka menjadi 'kenyataan' bagi yang mempercayainya.

Dalam konteks politik, misalnya, kampanye yang mempromosikan rasa takut sering kali berkaitan dengan masalah seperti pengamanan negara, arus migrasi, atau keadaan ekonomi. 

Politisi atau kelompok kepentingan mungkin mengeksploitasi insiden tertentu, membesar-besarkannya menjadi ancaman yang lebih besar dari kenyataannya, untuk mendukung kebijakan yang ketat atau untuk mendiskreditkan oposisi. 

Media massa juga bisa terlibat dalam taktik ini, secara sadar atau tidak, dengan memusatkan perhatian pada berita yang menakutkan, yang pada akhirnya bisa memengaruhi opini publik dan kebijakan pemerintah.

Namun, tidak semua penyebaran informasi yang menimbulkan rasa takut dapat dikategorikan sebagai kampanye menjual ketakutan. Dalam beberapa kasus, rasa takut mungkin didasarkan pada fakta dan risiko nyata yang harus dihadapi masyarakat. 

Perbedaannya terletak pada intensitas dan cara penyajian informasi tersebut. Kampanye yang menjual ketakutan sering kali mengabaikan nuansa dan kompleksitas sebuah isu, menggantikannya dengan narasi hitam putih yang sederhana dan emosional.

Masyarakat modern harus waspada dan hati-hati terhadap kampanye yang menjual ketakutan. Kewaspadaan tidak berarti hidup dalam kecurigaan yang konstan, tetapi lebih kepada membekali diri dengan kemampuan untuk berpikir kritis dan analitis. 

Setiap individu harus berusaha untuk memverifikasi fakta, mencari sumber yang beragam dan dapat dipercaya, dan meluangkan waktu untuk memahami masalah dari berbagai sudut pandang sebelum membentuk opini atau melakukan tindakan.

Dalam masyarakat demokratis, implementasi pendidikan media dan literasi informasi sangat penting untuk memberdayakan individu agar tidak mudah terpengaruh oleh kampanye penjualan ketakutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun