Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menulis Tangan, Keterampilan Dasar atau Relik Masa Lalu?

12 Oktober 2023   20:20 Diperbarui: 25 Oktober 2023   00:20 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun teknologi terus berkembang dengan cepat, tampaknya ada aspek-aspek tertentu dari tulisan tangan yang sulit, atau bahkan tidak mungkin, untuk digantikan. Baik sebagai bentuk ekspresi, alat komunikasi, atau sebagai keterampilan dasar, tulisan tangan tampaknya masih memiliki tempatnya di hati kita, bahkan di tengah kemajuan teknologi yang mengagumkan.

Apakah Era Digital Mengancam Eksistensi Tulisan Tangan?

Dalam satu dekade terakhir, kita telah menyaksikan revolusi digital yang telah mengubah hampir setiap aspek kehidupan kita. Dari cara kita berkomunikasi hingga cara kita bekerja, teknologi telah menggantikan banyak praktik tradisional yang dulunya dianggap tidak tergantikan. Salah satu perubahan yang sering memicu perdebatan adalah apakah era digital benar-benar mengancam eksistensi tulisan tangan.

Saat memulai kuliah atau ruang konferensi, sudah menjadi kebiasaan untuk melihat banyak individu dengan laptop atau tablet di depan mereka, siap untuk mencatat informasi. Kecepatan, efisiensi, dan kemampuan untuk mengedit dengan mudah adalah beberapa alasan mengapa banyak orang lebih memilih mengetik daripada menulis tangan.

Selain itu, dengan perkembangan teknologi cloud, kita dapat menyimpan catatan kita secara online, memungkinkan akses kapan saja dan di mana saja, tanpa takut kehilangan atau kerusakan.

Sebaliknya, banyak generasi muda saat ini memperoleh keterampilan mengetik sebelum mereka mahir menulis dengan tangan. Dalam beberapa kasus, kurikulum sekolah lebih menekankan keterampilan digital daripada keterampilan dasar seperti menulis tangan. Ini menimbulkan pertanyaan: akankah generasi mendatang kehilangan kemampuan untuk menulis dengan tangan?

Namun, tulisan tangan bukan hanya tentang penulisan. Ini adalah manifestasi estetika, komunikasi diri, dan gambaran kepribadian individu. Goresan tinta yang muncul dari tangan seseorang mengungkapkan banyak hal tentang mereka. 

Ada kedalaman emosi, keunikan, dan keaslian yang sulit untuk direplikasi dengan huruf digital standar. Bagi banyak orang, menulis surat dengan tangan atau menyimpan jurnal pribadi dengan tulisan tangan memberikan kepuasan dan kedekatan emosional yang tidak dapat dicapai melalui mengetik.

Selain itu, ada argumen kuat mengenai manfaat kognitif dari menulis tangan. Beberapa penelitian menyarankan bahwa proses menulis tangan dapat meningkatkan retensi informasi dan pemahaman materi. Saat menulis tangan, otak kita berinteraksi dengan informasi dengan cara yang lebih dalam dibandingkan dengan mengetik, memungkinkan kita untuk memproses dan mengingatnya dengan lebih baik.

Namun, kita tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa era digital menawarkan banyak keuntungan. Kemampuan untuk menulis, mengedit, dan berbagi informasi dengan cepat telah memperkaya cara kita berkomunikasi dan belajar. Di era globalisasi, kebutuhan untuk berkomunikasi secara cepat dan efisien sering melebihi kebutuhan untuk menulis tangan.

Pertanyaan mendasar adalah: apakah ada keseimbangan yang bisa dicapai antara melestarikan tradisi tulisan tangan dan mengadopsi kemudahan era digital? Apakah mungkin bagi kita untuk memastikan bahwa generasi mendatang tetap menghargai seni dan keindahan tulisan tangan sambil menguasai keterampilan digital yang dibutuhkan di dunia modern?

Ini adalah pertanyaan yang rumit, dan mungkin tidak ada jawaban yang pasti. Namun, saat kita merenungkan pentingnya tulisan tangan dalam hari-hari mendatang, kita harus mempertimbangkan potensi pengorbanan jika kita membiarkan kemampuannya lenyap dan potensi penerimaan dengan sepenuhnya memeluk era elektronik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun