Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Indonesia di Ambang Kleptokrasi

8 Oktober 2023   07:16 Diperbarui: 8 Oktober 2023   07:24 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Alexa from Pixabay 

CPI dari Transparency International adalah alat penting untuk menilai sejauh mana korupsi telah merasuki sistem pemerintahan suatu negara. Ini mengevaluasi negara-negara berdasarkan persepsi mengenai sejauh mana korupsi meluas di kalangan pejabat publik dan politisi.

Skor 34 ini menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia dianggap sebagai masalah yang serius, menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat korupsi yang cukup tinggi. Ini mengindikasikan bahwa korupsi telah menjadi bagian dari sistem pemerintahan, bukan hanya kasus-kasus individu. Jika dibiarkan, korupsi sistemik ini dapat mendorong Indonesia ke jurang kleptokrasi, di mana korupsi tidak hanya meluas, tetapi juga menjadi hal yang dianggap normal dalam pemerintahan. Namun, apa arti angka-angka ini dalam konteks yang lebih luas?

***

Situasi ini menciptakan lingkungan yang subur bagi kleptokrasi untuk tumbuh dan berkembang. Pemimpin dan pejabat publik yang korup dapat dengan mudah menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi, sementara masyarakat menjadi korban dari pemerintahan yang korup ini.

Kondisi ini sudah mencapai tingkat yang kritis. Tidak hanya menciptakan ketidakadilan sosial, korupsi sistemik juga menghambat pembangunan dan kemajuan negara. Upaya-upaya untuk mengatasi korupsi di masa lalu terbukti tidak cukup untuk mengatasi masalah ini.

Indonesia memiliki lembaga anti-korupsi, KPK, yang didirikan dengan tujuan untuk mengatasi korupsi. Namun, kasus-kasus terbaru menunjukkan bahwa bahkan lembaga anti-korupsi ini bisa terkontaminasi oleh masalah yang sama yang ingin dihapusnya. Dugaan kasus Firli Bahuri adalah contoh bagaimana korupsi bisa merasuk ke dalam lembaga yang seharusnya menjadi benteng terdepan dalam perang melawan korupsi.

Namun, tidak semua berita itu suram. Indonesia telah menyaksikan gelombang reformasi tata kelola dan akuntabilitas dalam dekade terakhir. Implementasi regulasi anti-korupsi dan upaya untuk meningkatkan transparansi adalah langkah-langkah positif menuju pencegahan korupsi sistemik.

Masalahnya adalah, upaya ini sering kali tidak konsisten atau tidak cukup kuat untuk mengatasi akar masalah korupsi. Selain itu, korupsi sering kali dilihat sebagai masalah individual, bukan masalah sistemik. Ini adalah pemahaman yang salah yang dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi.

Image by sibya from Pixabay
Image by sibya from Pixabay

Masyarakat juga memainkan peran penting dalam perjuangan melawan korupsi. Keberanian untuk berbicara dan menuntut akuntabilitas dari pejabat publik adalah langkah penting dalam mencegah korupsi sistemik. Masyarakat harus dilengkapi dengan informasi dan alat yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan melaporkan korupsi.

Penting untuk diakui bahwa korupsi adalah masalah yang kompleks yang memerlukan solusi multi-faset. Peningkatan legislasi, pendidikan masyarakat tentang bahaya korupsi, dan penguatan lembaga anti-korupsi adalah langkah-langkah penting menuju Indonesia yang lebih transparan dan akuntabel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun