Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Stasiun Madiun

7 September 2023   16:37 Diperbarui: 7 September 2023   16:45 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rizal Febri Ardiansyah https://id.wikipedia.org/wiki/Pengguna:Rizal_Febri - Karya sendiri 

Kini, di tahun 2023, Ali berdiri di stasiun Madiun, menatap sekelilingnya. Banyak yang berubah sejak terakhir kali dia melihat stasiun ini. Aroma kopi dari warung-warung kecil di pinggir stasiun membawa kenangan-kenangan masa lalu.

Ali kemudian memutuskan untuk mencari tahu apakah gadis dari Madiun, yang dulu menjadi sahabat penanya, masih berada di kota ini. Dengan satu-satunya petunjuk yang dia miliki yaitu alamat yang pernah ditulis di surat-surat mereka, Ali mulai perjalanannya. Setelah beberapa jam mencari, dia tiba di sebuah rumah tua dengan pagar besi yang sudah berkarat.

Dengan langkah hati-hati, dia mengetuk pintu. Seorang wanita berumur, mungkin sebaya dengannya, membuka pintu. Matanya membulat saat melihat Ali.

"Ali?" tanyanya dengan nada terkejut.

Ali tersenyum, "Ya, aku Ali. Apakah kamu...?"

Wanita itu mengangguk, "Aku Novi, sahabat penamu dari dulu."

Keduanya tertawa, merasa aneh namun bahagia dengan pertemuan yang tak terduga ini. Mereka kemudian duduk bersama, berbicara tentang kenangan masa lalu, kesulitan yang mereka hadapi, dan kesuksesan yang mereka raih.

"Sebenarnya," kata Novi sambil tersenyum malu, "Aku sempat mencarimu di media sosial, namun sepertinya kamu memang jarang menggunakan teknologi ya."

Ali tertawa, "Benar sekali. Aku lebih suka menyimpan kenangan dalam bentuk surat."

Keduanya lalu berbagi cerita tentang keluarga, pekerjaan, dan mimpi-mimpi yang sudah maupun belum terwujud. Meskipun sudah lama tidak berkomunikasi, keduanya merasa bahwa ikatan mereka masih kuat.


Sebelum berpisah, Novi memberikan sebuah amplop kecil kepada Ali. "Ini," katanya, "adalah surat terakhir yang kusimpan untukmu, tapi tak pernah kuberanikan diri untuk mengirimnya."

Ali membaca surat tersebut dengan mata berkaca-kaca. Novi telah menulis tentang betapa berharganya pertemanan mereka dan harapannya agar suatu saat mereka bisa bertemu kembali.

Pertemuan ini menjadi pembuktian bahwa meskipun waktu berlalu dan banyak hal berubah, beberapa kenangan tetap ada dan tak pernah pudar. Dan untuk Ali, pertemuannya dengan Novi menjadi saksi bahwa perjalanan masa lalu dapat memberi warna pada masa kini, membawa pelajaran dan kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun