Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mencari Kesempurnaan di Balik Ketidaksempurnaan

7 September 2023   06:00 Diperbarui: 7 September 2023   06:08 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

The monster in me loves the monster in you

Dalam dekapan alam, kita sering kali terpesona oleh keindahan yang memukau dari bunga yang sedang mekar. Setiap kelopak yang terbuka mengungkapkan warisan waktu, sebuah perjalanan yang dijalani mulai dari biji hingga saat bunga itu mencapai puncak keindahannya. Namun, melalui refleksi yang lebih dalam, kita menyadari bahwa setiap bunga, dengan segala keagungannya dan kecantikannya, juga memiliki duri yang secara inheren penting bagi eksistensinya. Ini mengajarkan kita tentang dualitas kehidupan, tentang bagaimana keindahan dan ketidaksempurnaan dapat bersama-sama dalam harmoni yang memukau.

Sama seperti bunga, setiap individu menyimpan inti dari diri mereka—suatu esensi yang dikelilingi oleh lapisan pengalaman, perasaan, dan emosi. Di antara lapisan-lapisan ini, kita menemukan apa yang sering disebut sebagai "monster" kita. Namun, sebagaimana duri yang tampaknya tidak sempurna memiliki peran dalam melindungi bunga, "monster" dalam diri kita memiliki tempat dalam narasi kehidupan kita. Ini adalah bagian dari apa yang membuat kita manusia—rentan, otentik, dan unik.

Filsafat-filsafat kuno sering mengajarkan kita bahwa dunia adalah cermin dari realitas batin kita. Sama seperti langit yang luas mencerminkan ketenangan pikiran kita dan gunung-gunung yang teguh mencerminkan kekokohan hati kita, "monster" dalam diri kita mencerminkan bagian dari diri kita yang belum kita peluk, memerlukan cahaya kesadaran dan penerimaan untuk mengubahnya menjadi kekuatan. Ketika seseorang mengatakan, "Monster dalam diriku mencintai monster dalam dirimu," mereka mengundang kita untuk menatap lebih dalam ke dalam cermin jiwa kita, untuk melihat dan menerima setiap bagian dari diri kita dengan cinta dan empati.

Ketika kita menjelajahi lebih dalam dalam kontemplasi ini, kita mulai menyadari pentingnya penerimaan sepenuh hati dalam hubungan kita dengan orang lain. Seperti matahari yang menyinari dengan tanpa diskriminasi, kita dipanggil untuk mencintai dan menerima tanpa syarat. Pada akhirnya, kita semua adalah bunga di taman kehidupan, dengan kelopak berwarna-warni dan duri pelindung. Setiap "monster" yang kita miliki adalah bab dari kisah hidup kita, menambah kedalaman dan kompleksitas dalam narasi kehidupan kita.

Mengapa kadang-kadang kita takut menghadapi "monster" kita? Mungkin jawabannya terletak pada ketakutan kita untuk benar-benar mengenal diri sendiri. Seperti seorang filsuf yang menghabiskan seumur hidup mencari kebenaran, kita semua sedang dalam perjalanan untuk memahami dan sepenuhnya merangkul diri kita sendiri. Ini bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan penerimaan dan cinta, kita dapat mengubah "monster" kita menjadi kekuatan yang membebaskan.

Ketika kita mulai melihat "monster" dalam diri kita sebagai guru, sebagai pelajaran, sebagai bagian dari perjalanan kita, kita mulai memahami esensi sejati dari ungkapan tersebut. Ini bukan pengakuan akan kelemahan, melainkan pengakuan akan kekuatan. Ini adalah pengakuan bahwa, meskipun kekurangan kita, kita tetap pantas mendapatkan kasih sayang dan persetujuan yang sepenuhnya.

Dalam tarian kehidupan ini, kita semua adalah pembelajar. Seperti bunga yang mekar dengan bangga di tengah-tengah duri, kita berusaha untuk menemukan keanggunan dalam ketidaksempurnaan kita. Dengan merangkul "monster" dalam diri kita dan orang lain, kita membangun jembatan pemahaman dan empati, menghubungkan jiwa kita satu sama lain.

Jadi, mari kita refleksikan, terima, dan rayakan keberadaan kita dalam keunikan dan otentisitas kita masing-masing. Kita semua adalah karya seni yang sedang berkembang, dengan "monster" dan keindahan berjalan berdampingan dalam harmoni. Seperti bunga yang mekar sepenuhnya di bawah sinar matahari, kita semua pantas bersinar dalam keunikan kita, "monster" dan segala sesuatunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun