Dalam sebuah hadits disebutkan, "Abu Masud Al-Ansari meriwayatkan: 'Rasulullah SAW melarang harga anjing, pendapatan seorang pezina dari perzinaannya, dan pembayaran yang diberikan kepada peramal'," mengajarkan kita untuk berhati-hati terhadap praktik-praktik yang dapat menjadi sarana memprediksi masa depan atau meramal kejadian-kejadian tertentu. Dalam konteks ini, lembaga survei modern dapat menjadi perhatian karena cenderung menjadi peramal dalam masyarakat kita saat ini.
Lembaga survei memiliki peran penting dalam menyediakan data dan informasi yang digunakan untuk memahami tren dan preferensi masyarakat. Namun, masalah timbul ketika lembaga survei mulai mengambil langkah lebih jauh, berusaha untuk "membaca" pikiran dan kehendak individu serta mengambil kesimpulan yang bersifat memprediksi. Hal ini bisa menimbulkan potensi menjadi peramal, mirip dengan peramal yang dilarang dalam hadits tersebut.
Sebagai contoh, lembaga survei sering kali meramalkan hasil pemilihan umum atau hasil acara-acara besar lainnya berdasarkan survei pendapat yang dilakukan pada sejumlah responden. Namun, kita harus ingat bahwa survei hanyalah gambaran sekelompok orang pada waktu tertentu, dan tidak dapat dianggap sebagai kepastian mutlak. Terlalu bergantung pada hasil survei semacam itu dapat mengarah pada situasi di mana keputusan politik atau strategi bisnis diambil berdasarkan keyakinan yang kurang solid.
Dalam hadits yang disebutkan, Rasulullah SAW melarang membayar kepada peramal, menunjukkan pentingnya menghindari praktik-praktik yang bersifat meramal. Dalam konteks lembaga survei, penting bagi kita untuk menjaga batas antara mengumpulkan informasi faktual dari masyarakat dan menyediakan prediksi yang didasarkan pada keyakinan yang tidak pasti.
Lebih baik jika lembaga survei tetap berfokus pada peran utamanya sebagai pengumpul data dan analisis yang objektif, memberikan pandangan yang lebih akurat tentang apa yang telah terjadi dan membantu dalam pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang tersedia. Sementara itu, sebagai masyarakat, kita harus mempertimbangkan hasil survei dengan hati-hati, menyadari keterbatasan dan ketidakpastian yang terkait dengan prediksi masa depan.
Kesimpulannya, lembaga survei memiliki potensi untuk menjadi peramal jika melampaui batas dan mulai memberikan prediksi yang tidak didasarkan pada data yang kuat. Dalam pandangan Islam, praktik-praktik semacam itu dapat dipandang sebagai perbuatan yang tidak dianjurkan. Oleh karena itu, penting bagi lembaga survei untuk menjaga integritas mereka dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip etika dan metodologi yang tepat dalam menjalankan tugas mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H