Mohon tunggu...
Syahid Syaefudin
Syahid Syaefudin Mohon Tunggu... profesional -

Saya pemuda yang sedang asyik mengejar mimpi, selalu sibuk mencari jawaban dari pertanyaan liarku sendiri; kadang termenung, sesekali menulis, atau baca-baca buku. Berdiskusi dan bertukar ide menjadi kesukaanku, selain sepakbola dan naik gunung. Bergabung dengan kompasioner mudah2an mencerahkan.. Salam berbagi,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Waspada : Peron Terminal dan Stasiun

10 April 2012   06:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:48 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Retribusi peron baik di terminal maupun stasiun merupakan bagian dari pemasukan pemerintah. Dan tentu dari hasil ini jumlah rupiah yang dihasilkan tidaklah sedikit. Setiap penumpang yang ingin menggunakan jasa terminal terutama untuk penumpang Antar kota Antar Propinsi (AKAP) harus melalui pos penjagaan untuk membayar peron. Tentu bagi kita, warga Negara yang baik harus taat dan bersedia membayar retribusi peron yang diminta oleh petugas tersebut.

Namun,jika kita peduli atau sesekali mengecek tiket yang diberikan, terkadang jumlah rupiah yang dibayarkan dengan tiket yang diberikan tidak sama. Tentu saja uang yang kita bayarkan itu berlipat ganda dari jumlah uang yang mestinya kita bayarkan kepada pihak petugas penjaga peron tadi. Saya sendiri pernah mengalaminya. Sewaktu saya ingin pergi menuju Tegal, dari terminal Lebak Bulus, seorang petugas meminta saya retribusi ketika akan memasuki pool bis AKAP di dalam terminal tersebut, ia meminta Rp. 1000,-. Dengan enteng saya kasihlah. Dan tidak lupa saya meminta karcis. Karena terburu-buru, saya tidak sempat melihat karcis itu. Baru ketika di dalam bis, saya iseng mengecek harga bayar peron tersebut, dan ternyata satu tiketnya Rp. 150,-.

Nah, mari coba kita hitung, jika setiap hari penumpang yang masuk ke terminal Lebak Bulus kurang lebih 1500 penumpang, dan mereka semua membayar Rp. 1000,- maka dalam sehari pihak terminal akan mendapat Rp. 1.500.000,-. Atau Rp. 45.000.000/bulan, atau Rp. 540.000.000 setahun, padahal yang seharusnya mereka terima dari tagihan karcis retribusi adalah Rp. 200,- x 1500 = Rp. 300.000/hari, atau Rp. 9.000.000/bulan, atau jika setahun menjadi Rp. 108.000.000,-.

Terminal Pulo Gadung dan Kampung Rambutan tentu penumpangnya lebih berlipat ganda, dan uang yang diterima pastinya lebih banyak.

Coba Bandingkan!

Dan apakah anda percaya semua uang itu akan masuk kas Negara? Hmmm…dari pengalaman saya berikutnya ketika para penumpang yang masuk hanya ditagih saja dan tidak diberikan tiket masuk saya kira mudah menyimpulkan kemana uang itu akan didistribusikan.

Itu baru satu terminal, bayangkan berapa terminal dan stasiun ada di Jakarta, dan berapa penumpang yang setiap hari member uang peron tanpa tiket dengan jumlah uang yang berkali lipat. Maka, tips dari saya jika anda masuk terminal atau stasiun dan harus membayar peron, jangan lupa :

1.Mintalah karcis peron

2.Lihat retribusi yang harus anda bayar

3.Bayarlah sesuai dengan jumlah retribusi tersebut

4.Jika anda tidak punya uang kecil, mintalah kembalian.

5.Jika penjaga peron meminta kelebihan dari harga karcis, anda jangan memberinya, atau segera adukan ke pihak berwenang.

6.Atau jika anda ikhlas memberikannya, itu terserah anda semua.

Untuk ketertiban administrasi dan bersihnya birokrasi pemerintahan mari kita peduli untuk sekali lagi mengecek bea peron kita.

www.syahidsyaefudin.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun