Untuk kesekian kalinya aku memutar lagu ini, lagu tentang Ayah. Ya, aku punya satu folder khusus di PC yang isinya kumpulan lagu tentang cinta orangtua. Mulai dari “Kenangan Bersama Ayah”nya Suara Persaudaraan, “Bunda”nya Melly Goeslaw, “Ibu”nya Hawwari, dan “Yang Terbaik Bagimu(Ayah)” milik Ada Band.
Bapak, aku lebih terbiasa memanggilnya dengan sebutan Bapak. Bukan Ayah atau Papa. Salah satu sosok yang bisa membuatku menjadi seperti sekarang ini. Sosok yang dulu kutakuti, tapi jauh di lubuk hatiku sangat kusayangi.
Dulu waktu aku masih merantau di Rembang, aku pernah berencana menulis surat untuk Bapak, namun hal tersebut tak pernah kesampaian karena aku nggak punya niat yang cukup buat mengeposkan surat itu. Sekarang aku bahkan sudah lupa tentang apa isinya.
Dan menginjak tahun ketigaku di kota ini, tiba-tiba aku ingiiin sekali bertemu dengannya. Berdiskusi tentang banyak hal:kehidupan, Islam, politik, sejarah, masa kecilku, keluarga, karakter manusia, dan banyak lagi. Aku kangen dibonceng sepeda onthel dengan obrok dagangan pasar itu, yang ketika aku masuk SMA, gantian aku memboncengnya dengan sepeda motor. Mendorong sepeda onthel yang penuh dengan muatan di subuh hari, dan ketika aku takut melewati rumah keluarga Sabam yang banyak anjing piarannnya, maka Bapak akan menggunakan tongkatnya untuk menghalau anjing-anjing ‘sok galak’ tersebut.
Hmm, kalau untuk bertemu memang tidak mungkin, bolehkah aku menuliskan surat untukmu Pak?
“Bismillah, Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang…
Assalaamu’alaikum warohmatullah wabarokaatuh…
Bapak, bagaimana kabarmu saat ini? Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan ampunan, serta barokahNya kepada Bapak. Tahu nggak Pak, Nana kangeeen banget ama Bapak. Pengen ngobrol banyak ama Bapak, dan kali ini Nana pengen Bapak denger ceritaku, bersedia kan Pak?
(Hmm, Pak, biasanya kita ngobrol pake bahasa Jawa, tapi buat nulis pake bahasa Jawa Nana kurang bisa nemu diksi yang pas, jadi pake bahasa Indonesia juga ndak papa yo)
Alhamdulillah Pak, sekarang Nana udah tiga tahun lebih menyandang status sebagai mahasiswa, PTN pula. Dan kuliahnya pun seperti yang Bapak bilang dulu waktu Nana batal masuk UNNES karena masalah uang registrasi, kuliahnya di JAKARTA!!! Hehe, walaupun bukan di kampus kuning itu, tapi Nana sangaaat bersyukur karena memang ini adalah anugerah terbaik dari Allah :)
Selama tiga tahun ini Nana banyak bertemu dengan berbagai karakter orang, juga mengalami banyak peristiwa dengan seribu kesan. Dan kalau Nana tulis satu persatu mungkin nggak akan muat dan nggak akan menarik, jadi mending Nana tulis bersambung aja ya…biar lebih menarik :D
Beberapa bulan terakhir ini Nana sedang dirundung masalah Pak, selain karena Nana sedang kehilangan semangat, juga pengaturan prioritas hidup agak keteteran. Prinsip “Setithi Ngati-ati”mu belum berhasil Nana terapkan. Beruntungnya Nana memiliki banyak saudara-saudari disini, orang-orang terbaik, yang taat dan cinta pada Allah dan RosulNya. Mereka ibarat pom pengisian BBM saat Nana mulai kehabisan tenaga, letih jiwa, lemah akal. Tapi yang susah itu Pak, bergaul dengan orang-orang yang Nana ngerasa nggak sehati dengannya. Nongkrong, rokok, kata-kata kotor, canda berlebih, main kartu, gaya hidup mewah, Nana nggak suka banget :(. Tapi mungkin memang inilah hidup, harus bergaul dengan semua kalangan, tanpa terpengaruh hal-hal negatif itu. Kalau memang ada yang berubah dalam diri ini, Nana memohon ampun kepada Allah… Sungguh, Nana ingin sekali menjadi orang yang bisa mengajak mereka kepada hal-hal yang diridhoi oleh Allah….
Pak, di kampus Nana diberi amanah yang cukup berat. Selain itu Nana juga melibatkan diri dalam da’wah kampus, walau belum ada yang bisa Nana berikan untuk perjuangan da’wah Islam di kampus hijau ini. Tentu ada banyak godaan-godaan di sepanjang perjalanan ini, tapi Alhamdulillah Allah selalu memberikan petunjuk buat Nana.
Namun tiba-tiba saja di tengah jalan ini Nana merasa putus asa, apakah Nana benar-benar mau jadi guru Bahasa ini? Dengan mengesampingkan fikiran sempit bahwa bahasa ini adalah “bahasa kafir”, Nana merasa iri dan malu dengan teman-teman yang bisa belajar bahasa Arab. Akh Farid, seorang ikhwan luarbiasa yang diam-diam Nana anggap sebagai rival dalam “fastabiqul khoirot”, Akh Husni yang punya senyum paling ikhlas, Akh Qosim yang nyaris jadi syaikh bagi kami…
Mereka sih emang kuliah di jurusan Bahasa Arab, jadi pasti belajar bahasa Arab, bahasa al Qur’an…
Makanya beberapa waktu yang lalu Nana niatkan untuk memperbaiki bacaan Qur’an dulu, lewat program Tahsin di daerah Jakarta Selatan. Tapi karena beberapa pertimbangan, Nana putuskan untuk berhenti, insya Allah Nana mau coba yang di Utankayu aja, lebih dekat dan mudah dicapai. Setelah itu Nana ingin ikut program Tahfizh dan Bahasa Arab, doakan ya Pak… :)
Hmm, ada hal lain yang ingin Nana ceritakan juga Pak, tapi Bapak jangan marah ya?
Ini soal wanita, tapi Nana nggak akan cerita detil dulu, nanti Bapak marah lagi, dikira Nana disini pacaran dan nggak ngurusin kuliah. (Masih terbayang waktu dulu Bapak murka ketika Mbak Zul diajak jalan ma seorang pria yang bukan muhrimnya.)
Nana baru aja ngebikin sakit hati seorang wanita, tapi memang begitulah. Nana belum ngerti cara menghadapi wanita, seharusnya Nana emang nggak berlebihan dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Sungguh benar Allah dan RosulNya... Nana cuma nggak ingin terus-menerus jadi Nana yang merepotkan orang lain, tapi sepertinya sifat cengeng dan gampang ngeluh itu masih ada. Dan cara yang Nana lakuin buat memutuskan hal itu mungkin cukup fatal. Namun sudahlah, Nana rela untuk dibenci. Nana mohon ampun kepada Allah, sangaaaat banyak dosa, aib, dan keburukan dalam diri yang kalau disibakkan penutupnya oleh Allah, nggak akan ada yang mau mendekat atau bertemu dengan Nana. Untuk masalah wanita, kalau memang jodoh, pasti Allah pertemukan, insya Allah. Sekarang akan kuusahain untuk bersabar dan berusaha memperbaiki diri kembali, masih banyak mimpi yang harus aku wujudkan. Cita-cita umat, keluarga, juga cita-cita untuk menjadi pejuang Islam yang syahid fii sabilillah, insya Allah.
Oh iya Pak, Nana juga punya beberapa sahabat yang baik, yang selalu nge-back up ketika Nana dalam kesulitan. Juga saudara-saudari satu jurusan yang luarbiasa, dengan background tarbiyah yang bagus. Dan seorang sahabat yang akhir-akhir ini Nana sering curhat kepadanya, padahal Nana sudah melibatkan ia dalam masalah hati yang pelik tadi. Semoga mereka semua mendapat berkah dan ampunan dari Allah atas segala amalannya selama hidup. Aamiiin yaa Mujibassaa’iliin..
Pak, barusan Ibu telpon lho, sekarang Ibu dah punya hape sendiri, walau kadang ia jadi tambah boros gara-gara itu, hehe..
Mungkin untuk saat ini segini dulu aja ya Pak. Sekarang Nana coba ngebingkai kembali mindset yang ada. Kalau dengan kuliah disini, dengan belajar bahasa asing ini, Nana bisa melakukan sesuatu untuk ummat Islam, maka Nana harus serius!!! Nana akan jadi orang pertama dari keluarga kita yang menjelajah napak tilas kejayaan Islam. Konstantinopel, Bukhara, Samarqand, Makkah, Madinah. Nana akan rancang kembali semuanya dengan sungguh-sungguh. Nana akan tetap jadi orang yang sederhana dan menjadi anak yang sholeh, insya Allah…
NB: Hmm, sebenarnya Nana agak bingung mau ngeposin surat ini kemana, lewat email atau pos biasa. Sedangkan alamat Bapak kini, hanya sang Pemilik Kehidupan yang tahu.
Kalau begitu, biar Nana tulis di alamatnya:
Naungan Allah ar Rohmaan
kubur yang nyaman dan luas
dalam syafa’at Rosulullah dan alQur’an…
Allahummaghfirlahuu, warhamhuu,wa’afihii, wa’fuanhu..
Wassalaamu’alaikum warohmatullah wabarokaatuh
Yang mencintaimu
Putramu, Nana”
Kulipat surat ini dengan segumpal rindu, kurekatkan dengan airmata penuh harap
Jakarta, 261010
* DEDICATED TO ALMARHUM DIRJO SIDDIQ ISMAIL
1930-2008
re-post: http://www.syahidunj.co.cc/2010/10/surat-untuk-bapak-2.html
re-post:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H