Mohon tunggu...
Syahid Izzuddin
Syahid Izzuddin Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Komunikasi - Universitas Siber Asia

fulltime creative designer | lifetime cinematographer | funtime podcaster

Selanjutnya

Tutup

Healthy

5 Tren Kesehatan Mental yang Perlu Kita Perhatikan

23 Mei 2022   19:12 Diperbarui: 23 Mei 2022   19:19 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan tentang isu mental health di Indonesia menjadi semakin marak ditambah dengan adanya konten-konten yang membahas tentang apa itu mental health versi mereka masing-masing. Namun sebenarnya apasih mental health itu sendiri? Dilansir melalui hellosehat.com, mental adalah hal-hal yang berkaitan dengan batin dan watak manusia. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana batin dan watak seseorang dalam stase yang normal, tentram dan tenang sehingga mereka dapat menjalani aktivitas sehari-harinya dengan baik.

Terdapat beberapa isu dan gejala terkait mental health di tahun 2022 ini yang dapat kita perhatikan, setidaknya terdapat 5 isu / tren kesehatan mental, yaitu diantaranya:

Perawatan berdasarkan informasi trauma

Berdasarkan Adverse Childhood Experiences Study (ACES), setidaknya hamper 61% kategori dewasa telah mengalami paling sedikit satu kejadian yang traumatis pada hidup mereka. Sekitar 1 dari 6 orang dewasa mengalami empat atau lebih peristiwa traumatis selama masa kanak-kanak, dengan jenis kelamin perempuan atau pun kelompok minoritas menghadapi resiko yang lebih besar. Dibutuhkan dokter atau praktisi perawatan kesehatan yang professional untuk dapat menjangkau seluruh aspek trauma yang ada diantara jumlah populasi yang sangat besar. 

Agar perawatan kesehatan mental berdasarkan informasi trauma ini menjadi efektif, dibutuhkan penekanan kedekatan holistik yang mencakup perawatan dan strategi untuk mengharmonikan antara kelebihan seseorang dengan kekurangannya. Dengan begitu seseorang dapat lebih mengandalkan kelebihan dari dirinya untuk memahami dan juga mengobati dirinya secara efektif.

Tes darah untuk penyakit mental

Dalam waktu dekat mungkin nantinya akan ada sebuah tes untuk mendeteksi kondisi kesehatan mental seperti depresi dengan mudah. Pada bulan April tahun 2021, para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Indiana mengembangkan sebuah tes darah baru untuk penyakit mental dengan menunjukkan bahwa adanya sebuah tanda biologis untuk gangguan mood didalam biomarker RNA. Meskipun studi tes darah ini masih dalam proses pengembangan, namun jika studi ini selesai dan dapat diaplikasikan dengan mudah tentunya akan memudahkan kita untuk mendeteksi adanya depresi dini sehingga dapat memberikan penanganan lebih cepat.

Mengatur batasan yang sehat dengan media sosial

Kita pahami bahwa media sosial sangatlah menarik dari hari ke hari yang dapat membuat kita kecanduan dengannya. Apabila tidak dikontrol dengan baik tentu akan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap kesehatan mental kita. 

Jika Anda pernah menonton sebuah film "The Social Dilemma" di Netflix, tentunya Anda tahu bahwa beragam media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter hingga saat ini ada Tiktok sengaja dibuat untuk menarik perhatian Anda dengan aplikasi ini selama mungkin. Lalu bagaimana kita mengatasi hal ini? Menurut Boland pada PsychCentral, kita dapat membatasi diri kita dari media sosial dengan 3 langkah yaitu, batasi waktu layar -- berhenti mengikuti orang -- jangan membaca komentar. Dengan membatasi atau mengurangi 3 hal ini kita dapat menurunkan resiko kecanduan dengan media sosial itu sendiri.

Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala

Banyak dari kita yang sering mengabaikan pemeriksaan secara berkala sehingga sering sekali terlambatnya penanganan pada sebuah penyakit. Dengan adanya pemeriksaan secara berkala pula kita dapat mengetahui masalah apa yang sedang dihadapi, karena setiap penyakit ditangani secara berbeda karena membutuhkan langkah yang tepat terutama pada kasus kesehatan mental.

Virtual Reality (VR) untuk rasa sakit dan perawatan kronis

Food and Drug Administration atau badan pengawas makanan dan obat di Amerika baru-baru ini mengesahkan pemasaran sumber terpercaya untuk program Virtual Reality (VR) untuk pengurangan rasa sakit kronis sebagai alternatif dari resep opioid. Perawatan dengan teknologi VR ini dapat menjadi revolusioner yang dimana menawarkan jenis terapi yang berbeda dengan terapi yang sudah ada saat ini terutama untuk menghindari obat pereda nyeri untuk meredakan gejalanya. 

Ketika teknologi VR ini menjadi lebih mudah diakses, maka para ahli mengatakan bahwa mereka melihat adanya peluang perkembangan untuk perawatan berbagai jenis kesehatan salah satunya adalah kesehatan mental. Seiring dengan perkembangannya jaman, maka akan sangat lazim penggunaan VR seiring perkembangannya metaverse di dunia ini dan tentunya dengan beragam konten kreator yang berkualitas akan membantu terwujudnya beragam jenis program bahan VR yang dapat digunakan oleh masyarakat nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun