Abad 21 merupakan masa dimana teknologi, pengetahuan, dan industri di berbagai bidang sudah semakin maju dan inovasi berlanjut. Ekonomi politik internasional menjadi salah satu yang berkaitan dengan hal tersebut. Suatu negara tentunya selalu ingin mempertahankan perekonomiannya, supaya dapat berhubungan dengan negara lain, saling menguntungkan, dan bekerja sama dalam hal tertentu. Maka dari itu, suatu negara perlu membentuk sistem perekonomian yang jelas supaya menguntungkan negara tersebut. Salah satu sistem perekonomian yang terkenal adalah Merkantilisme.Â
Apa itu Merkantilisme ?
Mercantilism atau Merkantilisme dalam bahasa Indonesia adalah sistem ekonomi yang mengutamakan kegiatan ekspor daripada impor. Tujuannya untuk mengumpulkan sumber daya dan kekayaan di dalam negara tersebut. Pikiran dasar merkantilisme adalah meyakini bahwa kekayaan dan kekuasaan merupakan negara yang predikat baik. Hal tersebut dapat mempertahankan surplus perdagangan, dengan diminimkannya impor, dan ditingkatkannya ekspor. Apabila hal tersebut dilakukan dalam skala besar bisa saja dapat mengeksploitasi kekayaan suatu negara yang lebih kecil.Â
Sejarah Merkantilisme dan perkembangannya
Merkantilisme telah ada pada abad 16-18 di wilayah Inggris. Kemudian semakin berkembangnya praktik tersebut, Prancis pun juga turut mengembangkannya hingga sebagian kerajaan di Eropa mengambangkan praktik tersebut. Alasan yang melatar belakangi merkantilisme ini berkembang, karena negara Eropa ingin mempertahankan kesejahteraan mereka.
Merkantilisme di Indonesia
Perlu diketahui, dari masa penjajahan Indonesia, bangsa Eropa telah melebarkan praktik Merkantilisme di Indonesia. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) adalah saksi berkembangnya sistem merkantilisme di Indonesia, dengan mengeruk kekayaan berupa rempah-rempah dan sumber daya alam lainnya. Selain itu, mereka juga memperkerjakan rakyat Indonesia secara paksa, dengan upah yang sedikit, demi keuntungan mereka. Menurut sejarah pun, VOC adalah perusahaan dengan kejayaan yang cukup tinggi sepanjang masa. Kemampuannya dalam memonopoli perdagangan sangat apik hingga mampu mencapai kekayaan aset 78 juta gulden, apabila disetarakan berjumlah 7,9 triliun dolar AS. Apabila diubah dalam bentuk rupiah berjumlah 112,6 kuadriliun rupiah (Khoirul A.M. 2023) . Tentunya hal tersebut sangat merugikan bagi rakyat kecil dan negara kita.
Apakah saat ini masih ada praktik merkantilisme ?
Pada era ini, sistem merkantilisme sudah jarang didengar, karena sistem tersebut memunculkan ketimpangan negara. Memajukan dan menguntungkan negara koloni (besar), merugikan negara kecil. Walaupun istilah negara koloni dimasa kini sudah tidak ada lagi. Akan tetapi, bahasa merkantilisme bertransisi dengan kata sistem perdagangan bebas (neo-merkantisme). Memang, merkantilisme dianggap sebagai pendahulu kapitalisme dan kemudian diubah dalam teori ekonomi perdagangan bebas. Indonesia tentunya juga tengah dihadapkan dengan hal seperti ini. Seperti contoh, perusahaan asing yang perlahan menyebar di tanah air. Cukup sulit apabila tidak melakukan sistem perdagangan bebas, karena zaman saat ini, memudahkan suatu negara dalam menjangkau negara lain. Namun, hal tersebut tidak boleh terus menerus dilakukan. Perlunya pembatasan dari pemerintah akan hal tersebut, supaya dalam masyarakat Indonesia tidak timbul struktur kemiskinan yang diciptakan oleh merkantilisme modern (neo-merkantilisme).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI