Mohon tunggu...
Syahar Banu
Syahar Banu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Falsafah dan Agama Universitas Paramadina | Bisa dijumpai juga di syaharbanu.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Inggris Bukan Segalanya untuk Go Internasional

24 September 2013   16:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:27 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13800134281170011162

[caption id="attachment_290529" align="aligncenter" width="300" caption="Para Peserta IYE Malaysia berpose setelah Service Project"][/caption]

Waktu di Malaysia dalam rangka International Youth Exchange (IYE), aku bertemu dengan pemuda pemudi dari 7 negara berbeda. Mereka berasal dari Korea, Mongolia, Nepal, Pakistan, Filipina, Jepang, Malaysia dan Indonesia. Di dalam kegiatan itu, bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Wajar sih, kan bahasa Inggris emang bahasa Internasional.

Terus terang, bahasa Inggris ku itu seadanya. Aku sering minder saat mengikuti event Internasional yang mengharuskan penggunaan bahasa Inggris. Kalaupun aku bisa mengucapkannya, aku sering nggak yakin kalau ejaan atau grammar yang aku gunakan sudah benar. Soalnya, seringkali saat salah mengucapkan kosa kata bahasa Inggris, teman-teman di sekitar ku ngeledek terus-terusan sampai nyali ku ciut dalam hal bahasa Inggris.

Pas terpilih jadi delegasi Indonesia untuk IYE ini, aku jadi agak takut karena kendala bahasa ini. Emang sih, IYE nggak pake test bahasa segala. Di Global Peace para petingginya biasa ngajak ngobrol pake bahasa Inggris. Walaupun mereka tau bahasa Inggrisku kurang, mereka tetep aja mau ngirim aku ke Malaysia. Karena belakangan aku aktif di Global Peace Indonesia dan bantuin jadi panitia Indonesia Young Changemakers Summit (IYCS).

Nah... Di Malaysia dan bertemu dengan para pemuda dari negara lain membuat aku menyadari bahwa ternyata, untuk ikut kegiatan internasional, kita nggak harus bisa bahasa Inggris.

Temen-temen dari Mongolia dan Korea sebagian besar nggak bisa bahasa Inggris sama sekali. Kita benar-benar harus pakai bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Aku sampai heran dan bertanya ke ketua rombongan Mongolia, namanya Aaron. dia ini satu-satunya yang bisa bahasa Inggris diantara sekitar 20-an peserta IYE dari Mongolia. Aku tanya, "Kok bisa sih nggak bisa bahasa Inggris tapi berani ke luar negeri?"

"Iya, mereka kan ikutan IYE supaya jadi berkembang, bukan karena mereka udah berkembang trus baru ikutan IYE. IYE bisa memotivasi mereka untuk bergaul dan belajar di ranah internasional." Jawab Aaron.

Jawaban yang mirip juga aku terima dari temen Korea yang bisa bahasa Inggris. Soalnya, aku kira, Korea yang sekarang ini jadi negara maju pasti lagi giat-giatnya belajar bahasa Inggris. Ternyata nggak lho. Anak-anak Korea yang nggak bisa bahasa Inggris banyak juga, walau lagu-lagu Kpop seringkali merupakan perpaduan bahasa Inggris dan Korea. Mereka tetep aja bangga dengan bahasa mereka. Bahkan, yang nggak bisa bahasa Inggris malah sering ngajari kita-kita yang bisa bahasa Inggris dengan bahasa Korea. Mereka selalu mendorong kita untuk belajar bahasa Korea yang mereka anggap gampang dipelajari itu. Akhirnya, kita saling mengajari bahasa masing-masing. Belajar bahasa dengan isyarat ternyata asik juga,

Aku pikir, jawaban anak Mongolia dan Korea itu bener! Justru, acara-acara Internasional adalah tempat belajar yang oke untuk saling respect dengan perbedaan bahasa yang mencolok. Nggak ada peserta yang ngetawain kesalahan bahasa dan grammar saat mereka mencoba mengemukakan pendapat dalam bahasa Inggris yang belepotan. Bahkan anak Malaysia, yang mayoritas bisa bahasa Inggris juga tidak menertawakan temannya yang tidak bisa bahasa Inggris saat bicara. Semua orang tahu, bahasa Inggris bukan bahasa nenek moyang kita. Kita harus mengerti dan memahami bahwa terbata-bata dalam hal berbahasa asing bukanlah sesuatu yang pantas untuk ditertawakan.

Walau kita saling tidak mengerti bahasa masing-masing dan tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa Inggris, bahasa Isyarat dan senyuman mempererat persaudaraan kita hingga sekarang. Ketulusan dan Senyuman adalah bahasa Internasional yang bisa diterima oleh siapapun, apapun ras dan bahasanya. Bahkan, ketua kelompok IYE ku adalah seorang pemuda dari Mongolia yang bernama Choi kita jadikan ketua karena kita semua paham bahwa dia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Saat itu, kita pikir, kalau dia nggak jadi ketua, dia akan jadi peserta yang kurang aktif karena dia tidak memahami Instruksi dari panitia. Agar semua anggota kelompok aktif, maka, kita memilih dia sebagai ketua. Nggak nyesel, dia membayar ketidakmampuan berbahasanya dengan belajar lebih giat dan mencatat hal-hal yang tidak dia mengerti di buku saku yang selalu dibawanya kemana-mana. Hasilnya? kelompok kita malah dapet award paling banyak. Padahal, ada banyak anggota kelompok yang nggak bisa bahasa Inggris.

Walau tau tentang itu, tetep aja, aku masih sering jiper tiap kali niat ikutan event internasional yang mengharuskan kita nulis essay atau paper dalam bahasa Inggris. Apalagi kalau itu diadakan di kampus. Di Kampus ku, ada banyak orang yang bahasa Inggrisnya jago banget dan menjadikan itu sebagai modal untuk bisa jadi speaker di acara-acara top Internasional. Kalau emang persyaratannya bahasa Inggris harus bagus dulu, mending nggak deh. Masih banyak yang lebih bagus dari aku. Lagian, kampus pasti juga pengen ngirimin delegasi yang nggak malu-maluin di kancah Internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun