Partai politik sering membuat pilihan kepemimpinan yang penting, seperti memilih eksekutif partai dan menetapkan tujuan kebijakannya, selama konferensi partai reguler. Seluruh eksekutif partai secara umum akan berusaha bersaing untuk mendapatkan berbagai jabatan krusial dalam pemerintahan, mirip dengan bagaimana para pemimpin partai yang tidak berkuasa biasanya setidaknya seolah-olah bersaing untuk peran presiden (Ibad & Musdalifah, 2020).Â
Dalam demokrasi, orang sering bersekutu dengan satu atau lebih partai politik. Membayar iuran, berjanji untuk tidak bergabung dengan lebih dari satu partai secara bersamaan, dan kadang-kadang menyatakan dukungan untuk agenda partai dapat menjadi persyaratan untuk keanggotaan partai. Anggota partai politik sering diizinkan untuk memilih dalam pemilihan untuk memilih kepemimpinan partai dalam demokrasi.Â
Anggota partai dapat menjadi landasan bagi para aktivis sukarelawan dan pendukung keuangan yang diandalkan oleh partai politik selama pemilihan. Institusi politik suatu negara dapat mempengaruhi seberapa banyak orang berpartisipasi dalam organisasi partai, dengan beberapa pemilihan umum dan struktur partai mendukung lebih banyak keterlibatan partai (Damayadi, 2020).Â
Pada intinya politik secara umum adalah sistem untuk pemecahan masalah sosial. Kekuasaan dijatuhkan, dan keputusan dibuat atas nama penduduk. Politik kemudian juga akan menjadi sumber konflik di mana tidak dapat dihindari bahwa publik jarang duduk dalam kesepakatan yang utuh.Â
Politik menghasilkan pemenang dan pecundang, dan kemenangan berhubungan dengan perolehan kekuasaan dan pemenuhan kepentingan dan nilai. Ini, pada gilirannya, dapat disajikan sebagai jumlah nol, atau pemenang mengambil semua. Politik tidak selalu disajikan sebagai tawar-menawar posisional (Romli, 2018). Hal ini tentu dapat dianalogikan secara substansial dalam permasalahan internal yang muncul dalam sebuah partai politik.
Permasalahan internal dalam partai politik dapat dilihat sebagai kepanjangan tangan yang natural terjadi dalam suatu sistem politik yang seperti dibahas diatas merupakan sistem pemecahan permasalahan sosial diantara masyarakat.Â
Partai politik terdiri dari pengurus dan anggota yang notabene juga merupakan bagian dari masyarakat tentu memiliki aspirasi dan tujuan sosial politik mereka sendiri sehingga dalam sebuah partai politik yang diurus dan diikuti oleh banyak pengurus dan anggota itu sendiri bertemu dalam suatu forum diskusi maka gesekan antara kepentingan dan aspirasi sosial politik yang dimiliki oleh para anggota dan pengurus tentu akan menghasilkan konflik itu sendiri (Budiatri, dkk. 2018).
Konflik yang terjadi dalam forum internal partai politik kemudian dapat didefinisikan sebagai permasalahan internal partai politik. Secara konstruktif permasalahan internal dalam sebuah partai politik dibangun dalam konflik antar kepentingan politik atau konflik politik yang secara alami terjadi dalam forum internal terkait hal-hal fundamental dalam tujuan operasional partai politik itu sendiri.
Konflik politik bersifat konstruktif ketika tantangan di antara pihak-pihak bertemu dengan resolusi yang melebihi status quo. Kepentingan, nilai, dan kebutuhan para pihak dapat dinilai dari tiga kepuasan: proses, emosi, dan substansi.Â
Dimensi proses mencakup fitur pengakuan dan inklusi. Pihak-pihak yang berkonflik kecewa ketika mereka ditolak aksesnya dan/atau merasa dibungkam dan puas ketika mereka memiliki kesempatan untuk mengajukan keluhan dan Permasalahan internal dalam sebuah partai politik akan menjadi permasalahan yang serius dan dapat mengancam persatuan organisasi partai jika terjadi dalam skala besar.Â
Skala besar disini diartikan sebagai situasi internal partai politik dimana terdapat dua atau lebih kubu yang memiliki perbedaan pendapat dan aspirasi politik terkait visi serta tujuan dari partai politik tersebut.