Mohon tunggu...
Syahara Bhatari Alamsyah
Syahara Bhatari Alamsyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Politik

Mahasiswi Ilmu Politik Universitas Padjajaran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Implementasi Parliamentary Threshold dalam Pelaksanaan Demokrasi dan Ideologi Perwakilan Politik di Indonesia

14 April 2022   17:25 Diperbarui: 14 April 2022   17:29 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Parliamentary threshold atau ambang batas parlemen tidak diterapkan di seluruh negara. Dari 189 negara yang ada di Dunia, hanya 53 negara yang menerapkan aturan parliamentary threshold. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang menerapkan aturan ambang batas parlemen. Hingga saat ini, aturan ambang batas parlemen masih diterapkan di Indonesia dengan angka sebesar 4%. Parliamentary threshold sebesar 4% terakhir kali diterapkan di Indonesia pada Pemilu Legislatif 2019. Sebelumnya, Indonesia pernah menetapkan ambang batas di bawah 4%, yaitu sebesar 2,5% pada Pemilu 2009 dan 3,5% pada Pemilu 2014. Parliamentary threshold ini bertujuan untuk menyederhanakan jumlah partai politik yang akan mengikuti pesta demokrasi di Indonesia. Namun pada kenyataannya penetapan parliamentary threshold tidak terlepas dari pro kontra yang timbul. Bagi pihak pro, penetapan ambang batas parlemen berfungsi untuk menyeleksi partai-partai politik yang dapat masuk ke parlemen, sehingga perdebatan atau konflik antarpartai yang berpotensi menghambat proses legislasi dapat dihindari. Sementara itu, pihak kontra berpandangan bahwa ambang batas parlemen memperkecil peluang bagi partai-partai politik kecil untuk menyuarakan aspirasi di parlemen.

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, lagi-lagi pemerintah harus tetap mengutamakan rakyat dalam penetapan angka parliamentary threshold ini, sesuai dengan konsep demokrasi dan teori kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi merupakan kedaulatan rakyat yaitu berada di tangan rakyat, yang mana hal ini harus dipertimbangkan dalam . Hal tersebut termasuk legitimasi kekuasaan dalam pemerintahan, faktor yang memberikan kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat adalah pemberian kekuasaan atau dukungannya terhadap wakil rakyat di lembaga eksekutif dan legislatif dengan harapan agar mereka dapat mewujudkan aspirasi dan harapan rakyat. Seperti yang terkandung di UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi,"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar". Dalam mewujudkan kedaulatan rakyat tersebut, tentu perlu adanya lembaga yang menjadi pelaksana kedaulatan rakyat seperti Presiden, MPR, DPR, KY, dan KPU. Menurut anggota DPR Gatot Sudjito, Transparansi merupakan hasil yang paling signifikan saat era reformasi 1998, Pada masa orde baru DPR cenderung masih menjadi tangan kekuasan, tetapi DPR tidak maksimal dalam menjalankan fungsi pengawasannya, yaitu mengontrol kekuasaan dalam pemerintahan. Kemudian pasca reformasi 1998, lahirlah perubahan bagi parlemen di Indonesia, contohnya seperti berbagai aturan telah membuat DPR menjadi Lembaga Parlemen yang modern, kemudian MPR yang sebelumnya menjadi Lembaga Tertinggi Negara, kini posisinya sejajar dengan DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara. Era reformasi juga ditandai dengan adanya keterbukaan informasi, tentu hal tersebut merupakan seperti sebuah era baru bagi bangsa ini untuk mencapai kemajuan dalam berdemokrasi. Transparansi inilah yang menjadi salah satu syarat dan faktor utama yang harus ada di dalam seluruh system perwakilan kita.

Menurut anggota Komisi II DPR RI menyatakan bahwa "Transparansi diperlukan agar kekuasaan lembaga negara dapat dikontrol oleh masyarakat umum sebagai "pemegang" kedaulatan. Kemudian dibentuklah UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan tujuan agar semua lembaga Negara dapat menyediakan ruang keterbukaan informasi bagi rakyat". Berbagai regulasi juga telah dibentuk untuk memastikan agar transparansi tersebut terjadi di semua lini. Hal ini sebagai sarana untuk membuka kebebasan ruang public karena transparansi ini merupakan hasil yang paling signifikan dalam reformasi 1998 yang telah diperjuangkan dan diwujudkan dengan kekuatan jerih payah seluruh rakyat, khususnya para mahasiswa.

Kemudian jika kita lihat dan bandingkan hubungan antara wakil dan terwakil pada saat demokrasi perwakilan di Orde Baru, hubungan rakyat dan wakilnya hanya sebatas dalam partai politik saja tetapi dibandingkan pada saat reformasi, rakyat dan wakilnya justru lebih dekat dan wakilnya pun bisa lebih terbuka. Hal ini sesuai dengan pengalaman saya saat mewawancarai anggota DPR RI, Almarhum Ichsan Firdaus yang mana beliau mengatakan bahwa hubungan beliau dengan konstituen nya sampai saat ini masih berhubungan dengan baik dan selalu bertukar pikiran, beliau juga mengatakan bagaimana sistem rekruitmen yang dilakukan oleh partai nya agar bisa mendapatkan kursi di partai politik tersebut dan nantinya akan bisa menjadi wakil rakyat yang akan mewakilkan suara rakyatnya sehingga akan memunculkan regenerasi, dan jika kita bandingkan kembali demokrasi dalam sistem perwakilan politik di Indonesia pada saat Orde Baru dan era Reformasi, sistem rekruitmen Orde Baru bersifat tertutup sedangkan pada saat era Reformasi sistem rekruitmen nya terbuka.

Melihat perkembangan partai politik di Indonesia yang saat ini menganut sistem partai politik pragmatis, karena tidak terikat dengan ideologi tertentu karena jika ada pergantian kepemimpinan, perubahan situasi, kondisi, dan waktu maka program kerja dari partai politik di Indonesia juga masih dapat berubah. Pada era reformasi, partai-partai nya banyak yang tidak bergantung pada suatu ideologi tertentu kemudian sejak pelaksanaan Pemilu pada tahun 2009 lalu, PAN (Partai Amanat Nasional) dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) menyatakan bahwa mereka adalah partai terbuka dan tidak terlalu menunjukan bahwa mereka adalah partai agama.

Kemudian saat pelaksanaan Pemilu serentak pada tahun 2019 kemarin partai politik di Indonesia juga tidak menunjukan diri bahwa partai mereka menawarkan visi misi yang sesuai dengan keterikatan ideologi dan lebih mengedepankan unsur pragmatisme. Hal ini semakin menunjukan bahwa partai politik di Indonesia masih memiliki nilai pragmatis yang tinggi sehingga dianggap dapat menurunkan nilai demokrasi kita karena masyarakat pun saat memilih tidak lagi mengacu pada visi misi para calon melainkan lebih memilih karena ketokohan semata ditambah dengan balutan sentimen yang membawa isu agama. Para calon dinilai tidak lagi menonjolkan kepentingan kebangsaan melainkan hanya berpikir memenangkan suara rakyat semata, tentu hal ini harus segera diubah karena pragmatisme dalam partai-partai tersebut nantinya akan menyebabkan pemerintah membenarkan bahwa koalisi obesitas yang akan membuat fungsi kontrol terhadap pemerintah menjadi melemah merupakan hal yang biasa dan dibenarkan, jika hal ini terus dibiarkan maka akan menyebabkan resiko lainnya seperti perubahan kabinet berulang-ulang dengan tujuan agar kinerja pemerintah terus terpacu.

Seperti yang kita tahu, Indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum, dengan ini Indonesia dapat dikatakan sebagai negara hukum yang demokratis. Salah satu akibat dari pelaksanaan negara hukum yang demokratis salah satunya adalah dengan menyelenggarakan pemilihan umum atau pemilihan berdasarkan undang-undang, kondisi ini telah dilakukan di Indonesia dengan menyelenggarakan pemilihan umum setiap lima tahun sekali sesuai amanat Pasal 22E UUD 1945 Konstitusi (Muhtada & Diniyanto, 2018).

Selain melaksanakan proses pergantian kepemimpinan pemerintah berjalan dengan aman dan tertib, pelaksanaan pemilihan umum juga memiliki prinsip untuk melaksanakan dan menjaga kedaulatan rakyat dengan menjalankan hak warga negara, berkorelasi dengan pola pengisian anggota Lembaga perwaklan rakyat, maka pemilu pun dibagi menjadi dua system yaitu system distrik atau mayoritarian, Sesuai dengan namanya, sistem pemilu ini bertujuan agar dapat memunculkan sebuah partai mayoritas yang telah menang di pemilu agar dapat bekerjad dan memerintah secara efektif di parlemen. Sistem pemilu majoritarian ini terbagi menjadi dua varian yaitu varian majority (runoff dan AV (Alternative Vote) ) serta varian plurality (FPTP (First Pass The Post), SNTV (Single Non Tranferable Vote) ,BV (Bloc Vote) ).

Sistem ini juga memiliki prinsip suara terbanyak walaupun tidak mencapai mayoritas absolut pasti akan otomatis menjadi pemenang walaupun tidak mendapatkan suara mayoritas absolut. Kedua, system proporsional yang saat ini dianut oleh Indonesia dalam pelaksanaan pemilihan umum, sistem pemilu proporsional merupakan sistem yang diartikan sebagai sistem transfer suara berdasarkan proporsi yang diperoleh dari suara rakyat ke kursi parlemen, selain itu sistem ini menghendaki satu wilayah agar dapat memilih beberapa wakil dari setiap partai politik. Sistem pemilu proporsional ini juga dianggap memperoleh hasil yang lebih representatif karena sistem pemilu ini akan mengakomodir suara konstituen.

Terkait dengan kedua jenis sistem pemilu tersebut, perlunya untuk menerjemahkan kembali pelaksanaannya agar mengacu kepada UU No.10 tahun 2018 yang menyebutkan bahwa Pemilihan Umum anggotan DPR dan DPRD yang bertugas sebagai penyalur aspirasi politik rakyat sedangkan anggota DPD diamanatkan menjadi penyalur aspirasi keanekaragaman yang berada di daerah melalui UUD 1945 Pasal 22E ayat (2). Secara garis besar, ajang demokrasi dalam pemilihan umum ini merupakan sarana dalam melaksanakan kedaulatan rakyat dengan tujuan menghasilkan negara yang memiliki pemerintahan demokratis sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila, dari sini dapat diketahui relevansi parliamentary threshold terhadap penyelenggaraan Pemilu yang demokratis tidak dapat dipisahkan dari mekanisme dalam menetapkan angka dalam ketentuan yang sudah ada di dalam parliamentary threshold. Penetapan ambang batas di angka 4% ini tidak serta merta hanya untuk mempertahankan sistem presidensial yang sudah diplih oleh rakyat Indonesia saja, tetapi oleh kehendak rakyat juga. Jika kedaulatan rakyat terus menerus hanya diwakilkan oleh anggota parlemen yang telah menduduki kursi di DPR, maka dikhawatirkan akan terjadi interest politik dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan partai politik yang sekarang telah menjadi anggta parlemen.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dampak penerapan parliamentary threshold di Indonesia cukup mempengaruhi aspek-aspek penting di Negara khususnya dalam demokrasi, Pemilu, dan Ideologi perwakilan politik. Ketiga hal tersebut saling berkaitan karena di dalam Ideologi perwakilan politik yang berfungsi sebagai pedoman untuk para wakil rakyat untuk menjalankan kewajibannya sebagai aspirator rakyat yang nantinya akan dipilih melalui pesta demokrasi yaitu Pemilihan Umum tentu sangat diperlukan untuk menghasilka wakil rakyat yang ideal dan berintegritas. Dengan adanya penetapan ambang batas sebanyak 4% tersebut juga dinilai cukup baik karena terdapat kelebihan yaitu calon legislative dalam partai yang sama di daerah akan memiliki tingkat solidaritas yang tinggi, kemudian partai politik pun akan melakukan pengkaderan dengan lebih baik, dan juga dapat memangkas beban sekretaris dewan dalam urusan yang bersifat administrative, namun dampak negative juga turut menyelimuti implementasi parliamentary threshold ini yaitu suara rakyat yang telah memilih salah satu partai, tetapi partai yang dipilihnya tidak lolos angka parliamentary threshold maksa suara tersebut akan terbuang sia-sia dan yang kedua adalah akan terjadinya disproporsionalitas perolehan kursi di parlemen dengan perolehan suara partai pada pemilu. Oleh karena itu menurut saya penerapan parliamentary threshold ini perlu mempertimbangkan dampak- dampak tersebut serta lebih selektif dalam menentukan besaran persentasi parliamentary threshold untuk menciptakan sistem multipartai sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun