Mohon tunggu...
Syahara Bhatari Alamsyah
Syahara Bhatari Alamsyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Politik

Mahasiswi Ilmu Politik Universitas Padjajaran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Implementasi Parliamentary Threshold dalam Pelaksanaan Demokrasi dan Ideologi Perwakilan Politik di Indonesia

14 April 2022   17:25 Diperbarui: 14 April 2022   17:29 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerapan parliamentary threshold memiliki pengaruh besar terhadap beberapa aspek politik dan pemerintahan di Indonesia khususnya dalam pelaksanaan demokrasi dan perwakilan politik. Perwakilan politik menurut merupakan suatu istilah penting yang digunakan dengan tujuan menunjukan hubungan antara sekelompok kecil orang yang memiliki peran besar di dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, dan sekelompok besar orang yang mewakilkan kepentingannya kepada sekelompok kecil orang tersebut, atau secara singkat perwakilan politik ini merupakan suatu representasi hubungan antara wakil dan terwakil serta mengetahui bagaimana cara membangun relasi yang baik antara wakil dan terwakil tersebut (Marijan, 2010).

Cara menentukan siapa yang akan mewakili itu sendiri adalah dengan melalui proses pemilu yang sifatnya jujur dan adil kemudian akan diadakan proses pemungutan suara yang akan menentukan siapa yang akhirnya akan menjadi wakil. Wakil yang terpilih tersebut harus bertindak sebagaimana dikehendaki oleh terwakil sehingga dapat mempertanggungjawabkan janji nya saat kampanye kepada terwakil, tetapi wakil juga tetap harus memiliki kemampuan yang lebih mandiri daripada keinginan terwakil agar terwakil akan merasa puas dan percaya. Indonesia sebagai negara yang demokratis tentu harus melibatkan partisipasi masyarakatnya dalam perencanaan sampai pelaksanaan pemilihan umum, karena partisipasi politik masyarakat dalam pemilu merupakan faktor yang sangat penting dalam sistem tatanan negara demokrasi, seperti yang kita tahu bahwa kedualatan tertinggi di Indonesia berada di tangan rakyat.

Dari sini kita dapat mengetahui bagaimana pengaruh ideologi itu sendiri terhadap perwakilan politik, karena pada hakikat ideologi itu sendiri sangat menekankan kepada nilai- nilai komitmen dan keyakinan pada diri tiap manusia. Seperti halnya wakil dan terwakil, mereka harus memiliki ideologi sebagai orientasi dasar yang kuat agar bisa menjadi pedoman bagi mereka kedepannya dalam menjalankan kewajibannya.

Selain itu juga, ideologi dapat menjadi acuan wakil dalam mendapatkan dukungan dan antusiasme dari terwakil yang mana dukungan tersebut akan menjadi pendorong semangat sang wakil untuk mencapai tujuannya dan ideologi juga akan menjadi "wajah" dari para pelaku politik yang akan muncul sebagai hubungan wakil dan terwakil. Ideologi juga digunakan sebagai pedoman dalam norma atau aturan kehidupan yang menjadi esensi penting dalam penentuan jati diri sang wakil itu sendiri, karena jika mereka tidak bisa menemukan jati diri mereka sendiri yang sebenarnya, akan sulit kedepannya untuk menjalankan tanggung jawabnya di parlemen.

Sebagai negara yang menerapkan sistem multipartai, Indonesia memiliki banyak partai politik dengan berbagai ideologi. Di satu sisi, banyaknya partai politik di Indonesia sangat berguna untuk mewakili kepentingan rakyat Indonesia yang multikultural, mengingat Indonesia yang memiliki beragam agama, budaya, ras, suku, dll. Namun, di sisi lain, banyaknya partai politik ini menimbulkan masalah di parlemen. Masalah yang dimaksud adalah pertentangan antarpartai yang terjadi di parlemen karena perbedaan pandangan dan kepentingan dari setiap partai.

Sebagai contoh, Indonesia mengadakan Pemilu pertama pada tahun 1955 untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Tidak adanya ambang batas membuat banyak partai politik masuk ke dalam DPR dan Konstituante. Dalam Konstituante saja, terdapat lebih dari 30 partai politik yang ikut serta dalam usaha untuk membentuk UUD baru atas perintah Presiden Soekarno.

Karena banyaknya parpol di dalam Konstituante, perdebatan antarpartai pun menjadi hal yang tidak dapat terhindarkan, di mana perdebatan ini membuat proses pembentukan UUD baru menjadi terhambat. Sebagai respons terhadap kinerja buruk Konstituante yang tak kunjung merumuskan UUD baru, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang salah satu isinya adalah membubarkan Konstituante.

Pembubaran Konstituante memberikan kesimpulan bahwa banyaknya partai politik yang terlibat dalam parlemen dapat menghambat atau mengganggu proses legislasi karena perbedaan kepentingan antarpartai dapat menimbulkan perdebatan yang berlarut-larut, sehingga parlemen sulit untuk merumuskan suatu kebijakan. Oleh karena itu, untuk mencegah terhambatnya proses legislasi serta menyederhanakan komposisi parlemen, ambang batas parlemen pun ditetapkan. Indonesia pertama kali menetapkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold pada Pemilu Legislatif 2009.

Dasar hukum ambang batas parlemen pada tahun 2009 mengacu kepada UU No. 10 Tahun 2008 Pasal 202, di mana pasal tersebut mensyaratkan partai politik meraih suara nasional minimal 2,5% agar mendapatkan kursi di parlemen. Hal patut diperhatikan adalah parliamentary threshold ini hanya berlaku untuk pemilihan anggota DPR, tidak berlaku untuk pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Di tahun 2014, bertepatan dengan Pemilu Legislatif 2014, aturan ambang batas parlemen mengalami perubahan dari 2,5% menjadi 3,5%. Ambang batas tersebut tertuang di UU No. 8 Tahun 2012 Pasal 208. Selain itu, aturan ini pada mulanya berlaku bagi pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota. Akan tetapi, setelah aturan ambang batas terbaru digugat oleh 14 partai politik, MK memutuskan parliamentary threshold hanya berlaku untuk pemilihan anggota DPR. Pada tahun 2019, aturan ambang batas parlemen kembali mengalami perubahan dari 3,5% menjadi 4%. Lebih lanjut, ambang batas ini berlaku bagi pemilihan seluruh anggota dewan, baik DPR, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota. UU No. 7 Tahun 2017 Pasal 414 dan 415 menjelaskan aturan ambang batas parlemen Pemilu 2019.

Parliamentary threshold atau ambang batas parlemen merupakan batas nilai minimal yang diperlukan oleh partai politik untuk masuk atau mendapatkan kursi di parlemen. Nilai yang dimaksud adalah jumlah suara yang diraih oleh sebuah partai politik pada saat Pemilu legislatif dilaksanakan. Apabila perolehan suara sebuah partai politik berhasil mencapai atau melebihi ambang batas, partai politik akan mendapatkan kursi di parlemen. Sebaliknya, partai politik yang tidak dapat meraih suara yang ditetapkan oleh ambang batas parlemen tidak dapat mendapat jatah kursi perwakilan di parlemen. Saat ini, terdapat 62 negara yang menetapkan aturan ambang batas parlemen, termasuk Indonesia. Fungsi dari parliamentary threshold adalah menyaring partai-partai politik yang akan masuk ke lembaga legislatif atau parlemen. Apabila terdapat banyak partai politik di parlemen, stabilitas pemerintahan akan terganggu karena partai-partai ini memiliki kepentingan yang berbeda-beda, sehingga proses pembuatan kebijakan akan terganggu. Selain itu, parliamentary threshold juga berfungsi untuk mendorong peningkatan fungsi-fungsi partai politik. Hal tersebut karena partai politik harus berkompetisi untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya dari masyarakat, sehingga mereka harus mengimplementasikan seluruh fungsi-fungsi parpol agar dapat meningkatkan kualitas parpol. Peningkatan kualitas partai politik akan mendorong masyarakat untuk mendukung dan memberikan suaranya kepada partai politik yang berkualitas.

Jika kita melihat kilas balik perkembangan angka parliamentary threshold di Indonesia, terlihat bahwa angka 4% yang saat ini digunakan sebelumnya sempat mengalami beberapa perubahan. Parliamentary threshold ini sendiri merupakan sebuah peraturan yang menyeleksi partai-partai politik mana saja yang dapat menduduki kursi legislatif atau parlemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun