Mohon tunggu...
Filsafat

Perspektif Kita Terhadap Kaum Rasionalis

2 Oktober 2018   15:23 Diperbarui: 2 Oktober 2018   18:48 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sejarah Munculnya Golongan Mu'tazilah

Secara bahasa Mu'tazilah berasal dari kata I'tazala yang artinya "berpisah" atau "memisahkan diri" juga berarti "menjauh" atau "menjauhkan diri". Sedangkan secara istilah Mu'tazilah dapat merujuk kepada dua golongan. Golongan pertama muncul sebagai respons politik murni dan tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya dalam bersikap yang lunak dalam menengahi pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawannya, terutama dengan Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Golongan ini bersifat netral politik tanpa stigma yang disebut dengan kaum Mu'tazilah karena menjauhkan diri dari pertikain masalah kekhalifahan. Golongan kedua ini muncul sebagai respons persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murji'ah. Kelompok ini muncul karena pendapat mereka yang berbeda dengan golongan Khawarij dan Murji'ah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.

Pada abad ke-2 Hijriyah antara tahun 105-110 H golongan Mu'tazilah ini muncul di kota Bashrah (Irak), tepat di masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Golongan Mu'tazilah ini dipelopori oleh seorang penduduk Bashrah yang pernah menjadi murid di Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha' Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Kemunculan ini dikarenakan Wasil bin Atha' berpendapat yang menyatakan bahwa seorang muslim yang berbuat dosa besar dia bukan mukmin dan bukan kafir. Sedangkan Imam Hasan Al-Bashri berpendapat bahwa seorang mukmin yang mempunyai dosa besar dia masih berstatus sebagai mukmin. Nah, dari sinilah awal munculnya pemahaman ini karena adanya perselisihan antara guru dengan murid. Seiring berjalannya waktu, golongan Mu'tazilah ini semakin berkembang hingga akhirnya mereka mempelajari buku-buku filsafat yang pada waktu itu banyak tersebar di masa kekhalifahan Al-Makmun. Dan dalam menyebarkan bid'ahnya, ini didukung oleh 'Amr bin 'Ubaid (seorang gembong Qadariyyah kota Bashrah) yang keduanya mempunyai kesepatan dalam pemikiran bid'ahnya, yaitu mengingkari taqrir dan sifat-sifat Allah.Maka, saat itulah manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur'an dan As Sunnah). 

Awal mula munculnya Mu'tazilah yaitu berawal dari masalah teologi pelaku dosa besar. Kemudian pada waktu itu Khawarij menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar itu disebut kafir, sedangkan Murji'ah berpendapat bahwa pelaku dosa besar tersebut tetap mukmin. Dan akhirnya Mu'tazilah juga ikut berpendapat bahwa seseorang yang berbuat dosa besar ini tempatnya antara mukmin dan kafir. Dari sinilah kemunculan aliran Mu'tazilah yang merupakan respons dari masalah kafir-mengkafirkan terhadap seseorang yang melakuka dosa besar diantara Khawarij dengan Murji'ah. Dengan demikian, Mu'tazilah sendiri mengemukakan bahwa seseorang yang berbuat dosa besar ini adalah tempatnya antara kafir dan mukmin atau disebut dengan Al-Manzilah Bainal Manzilatain. Golongan Mu'tazilah adalah golongan yang membawa persoalan teologi lebih mendalam dan rasional. Lebih mengedepankan akal sehingga sering dikenal dengan kaum Islam Rasional. Pemahaman Mu'tazilah ini adalah paham terbesar yang menjadi paham kenegaraan pada masa pemerintahan Ma'mun bin Harun Rasyid. Paham Mu'tazilah ini masuk ke Indonesia tahun 1378 H atau 1967 M. Kelompok Mu'tazilah berpendapat bahwa baik dan buruk telah ditentukan oleh akal. Akan tetapi, di dalam Al-Qur'an telah dijelaskan bahwa semua itu telah ditetapkan oleh syariat dari Tuhan, karena agama itu punya Tuhan bukan punya akal.

Al-Ushul Al-Khamsah atau lima ajaran dasar teologi yang menjadi ajaran golongan Mu'tazilah diantaranya, sebagai berikut:

1. At-Tauhid atau Pengesaan Tuhan

Kelompok Mu'tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, paham Antropomorphosme (penggambaran fisik Tuhan), dan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala manusia atau paham Beatific Vision. Doktrin tauhid Mu'tazilah menjelaskan bahwa tidak ada satu pun yang bisa menyamakan dengan Tuhan. Begitu pula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Segala yang mengesankan adanya kejisiman Tuhan, menurut Mu'tazilah tidak dapat diterima dengan akal dan itu mustahil. 

2. Al-'Adl

Ajaran kedua Mu'tazilah ini berarti Tuhan Maha Adil. Sudah jelas menunjukkan kesempurnaan karena Tuhan Maha Sempurna yang sudah pasti Adil. Hal ini dikarenakan alam semesta telah diciptakan untuk kepentingan manusia. Disini Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik (ash-shalah) dan terbaik (al-ashlah), dan bukan yang tidak baik.

3. Al-Wa'd wa Al-Wa'id

Dalam ajaran yang ketiga merupakan lanjutan dari ajaran dasar yang erat hubungannya dengan ajaran kedua. Al-wa'd wa al-wa'id berarti janji dan ancaman. Janji Tuhan untuk memberikan pahala masuk surga kepada seseorang yang telah berbuat baik (al-muthi') dan mengancam seseorang yang melakukan durhaka dengan siksa api neraka (al-'ashi). Hal ini pasti terjadi, begitu pula dengan memberi pengampunan yang melakukan tobat nasuha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun