Mohon tunggu...
Syafrul Bandi
Syafrul Bandi Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

satu langkah dulu.. bandisyafrul@yahoo.co.id syafrulbandi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sedia Payung Sebelum Hujan, Berjaga-jaga Sebelum Bencana Tiba

17 September 2016   15:11 Diperbarui: 17 September 2016   16:05 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepanikan warga di Aceh saat gempa bumi/tribunnews.com

3.Media dapat menunjukkan eksistensi, pencitraan, dan simbol organisasiterhadap masyarakat terkait tugas kemanusiaan dalam penanggulangan bencana (UN, 2009).

Dalam pelaksanaannya BNPB telah memanfaatkan beragam bentuk media mulai dari Media Cetak, Media Oline, Media Tradisional, Media luar ruang, Media tatap muka. Media penyiaran TV dan Radio.

Kepanikan warga di Aceh saat gempa bumi/tribunnews.com
Kepanikan warga di Aceh saat gempa bumi/tribunnews.com
Mengapa Radio ?

Khususnya pada media penyiaran selain televisi Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB ) menggunakan radio sebagai saluran program sosialisasinya dalam membangun sadar bencana. Radio sudah menjadi bagian dalam kehidupan kita, dapat menemani saat kita melakukan aktivitas. Mendengarkan radio kita bisa lebih santai. Menikmati acara siaran radio sambil makan, sambil tidur-tiduran, sambil bekerja, bahkan sambil mengemudikan mobil. Seorang penyiar radio seolah-olah berada diruang pendengar yang dengan penuh hormat, ramah, cekatan menghidangkan acara-acara yang menarik kepada pendengar. Setiap suara yang keluar dari radio seolah-olah diucapkan oleh seseorang yang ada disitu, mereka jadi teman akrab, karena radio sifatnya akrab,dan intim.

Sebagai media massa radio memiliki sifat berbeda dengan media massa lainnya. Menurut Prof.Drs.Onong Uchyana Effendy,MA( Radio Siaran – 1995 ) Radio siaran adalah makanan telinga , disajikan hanya suara , maka pendengar diberi “ruang pibadi “ untuk ikut membentuk makna. Pendengar adalah sasaran komunikasi massa melalui media radio siaran, pendengar dapat terpikat perhatiannya, tertarik terus minatnya, mengerti, tergerak hatinya dan melakukan kegiatan apa yang dinginkan si pembicara.

Mel Blanc pengisi suara dibalik tokoh-tokoh kartun Warner Bothers menyebut radio sebagai medium ilusi, yang mampu mengaburkan batas antara realita dan fantasi. Radio mampu menghadirkan imajinasi pendengar. Begitu mendengarkan radio langsung membayangkan apa yang disajikan pada acara itu. Radio tidak bisa digambarkan, kecuali dalam benak sipendengar (Cutting Edge Radio -Jim Aitchison – 2003 )

Diradio suara deburan ombak orang langsung membayangkan sisi pantai yang begitu eksotik, bunyi, kicau burung, dengan suara air sungai mengalir terbayang alam pegunungan yang indah, bunyi, ramainya klakson mobil menciptakan suasana macet dalam kesibukan kota. Apa bila gambar mampu menyampaikan seribu kata, maka efek suara yang tepat dalam radio berharga 10,000 kata. Radio memiliki kemampuan untuk menyorot benak para pendengar dengan gambar-gambar pribadi hanya menggunakan suara.

Karena radio adalah kata-kata, dan akan semakin penuh “warna” dan “hidup” dengan dilengkapi musik, efek suara ( sound effects ) seperti dalam sebuah dramatisasi acara siaran, atau sandiwara radio. Unsur-unsur musik,,efek suara memegang peranan penting dalam mendukung kata-kata. Sehinga bila dipadukan dengan tepat, dampaknya kepada para pendengar sungguh luar biasa.

Lihat saja dalam sejarah radio, di Amerika pada Oktober 1938, aktor terkemuka Orson Welles menunjukan kekuatan ilusi radio yang luar biasa. Ia mengadaptasi novel imaginative karya H.G Wells berjudul War Of The Worlds tentang penyerbuan makhluk-makhluk Planet Mars ke bumi, dan disiarkan dalam The Mercury Theatre On The Air pada malam hari. Cara penyajiannya dilakukan sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kepanikan diseluruh Amerika. Ribuan orang percaya bahwa mahluk dari planet Mars datang menyerang. Akting yang dilakukan begitu meyakinkan. Efek suara yang ia gunakan begitu berbeda. Karena sandiwara radio tesebut teramat realistis, seperti memang benar-benar terjadi.

Sandiwara Radio

Dibawa pada situasi seperti memang benar –benar terjadi, tak jauh berbeda juga dengan saat mendengar serial sandiwara radio dinegeri ini. Nama Brama kumbara, Mantili dan Lasmini dari Kerajaan Madangkara masih begitu saya ingat. Ini tak lepas dari sosok sesungguhnya atau dibelakang layar yang memainkan peran-peran itu. Nama-nama seperti Ferry Fadly, Eli Ermawati dan Ivonne Rose merupakan nama yang akrab di telinga pendengar saat itu.Ketika pada masa sandiwara radio meraih popularitas yang sangat besar pada era tahun 1980-an sampai 1990-han. “Saur Sepuh”, sebuah kisah yang ditulis oleh Niki Kosasih, merupakan sandiwara radio yang begitu melekat pada kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun