Mohon tunggu...
Syafrul Bandi
Syafrul Bandi Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

satu langkah dulu.. bandisyafrul@yahoo.co.id syafrulbandi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Berita Kontroversi Asyik, tapi Mengusik

11 Februari 2016   12:54 Diperbarui: 11 Februari 2016   16:53 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 [caption caption="www.aktual.com"]

[/caption]Kegelisahan  Presiden terhadap dampak negatif oleh media disampaikan dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2016 di Pantai Kuta, Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) Selasa (9/2/2016). Sering kali yang muncul pers atau media memengaruhi masyarakat menjadi pesimistis, rasa dan sikap yang menganggap diri sendiri lemah dan tidak memiliki kemampuan ketika menghadapi suatu persoalan.

Pengaruh media pada pribadi secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan khalayaknya, begitu kuatnya media dalam mendorong perubahan pikiran manusia, dengan dampak dan proses yang begitu cepat dapat mempengaruhi. Contoh  seperti pidato – pidato  yang dilakukan oleh pemimpin RI pertama Sukarno, disiarkan media radio, yang mendengarkannya akan tergerak, terbangkitkan rasa semangat berjuang dan optimis pada kemampuan bangsanya sendiri. Seorang Mandela pun terpukau mendengar pidato Soekarno yang disiarkan ke seluruh dunia saat Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung, membuat Mandela makin semangat memperjuangkan kemerdekaan dan politik aparteheid yang menindas kulit hitam puluhan tahun.

Atau tulisan – tulisan tokoh pers, pahlawan nasional yang konsisten berjuang dengan tulisan, salah satunya Ki Hajar Dewantara. Sejak aktif di organisasi sosial dan politik (1908) sampai mencurahkan perhatiannya di dunia pendidikan (1922), beliau aktif menulis.Tulisan Seandainya Aku Orang Belanda yang dimuat di surat kabat de Express milik dr Douwes Dekker merupakan kritik atas sikap Belanda yang bertindak sewenang-wenang terhadap inlander, bangsa Indonesia.
 
Ki Hajar sebagai wartawan di surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat anti kolonial bagi pembacanya. Itu  hanya beberapa contoh saja bagaimana pengaruh, persuasi yang datang dari media memegang peran penting dalam, mengubah cara manusia berpikir, bertindak, maupun berperilaku. 
 
Pak Presiden saya pun cukup gelisah, karena seperti pak Presiden sampaikan memang benar adanya, berita atau informasi seperti itu cenderung kontroversial, dibumbui dengan judul – judul yang bombastis, membuat tidak hanya menjadi pesimistis, tetapi menimbulkan rasa ketakutan

Misal peristiwa awal tahun 2016, semua mata, telinga di tanah air bahkan mungkin dunia, menyaksikan, membaca, mendengar aksi teror bom bunuh diri. Bagi kalangan media, aksi ini menjadi makanan empuk. Karena  kejadian ini yang bisa menyedot perhatian pembaca atau penontonnya, dan dapat mendongkrak rating.   

Berbagai media  menyajikan kejadian yang menewaskan 7 orang yang disinyalir dilakukan kelompok ISIS itu sebagai berita utama. Media mempertontonkannya secara vulgar bagaimana baku tembak terjadi korban. Bahkan ada media yang sampai mengulang-ngulang beberapa rekaman, adegan, dan gambar, dengan menyertakan pandangan dari para pengamat teroris. Sayapun jadi bertanya-tanya dimana aktualitas beritanya? 

Model sepeti ini terjadi berulang-ulang. bagaimana serentetan kejadian yang sangat meng “hebohkan”,  juga diperlakukan dengan hal yang sama. Media setiap saat terus menjejali khalayak dengan berbagai suguhan informasi yang secara tidak langsung membuat suasana semakin tegang, dan bisa jadi menimbulkan rasa ketakutan. Di mana letak manfaat tayangan-tayangan tersebut? Dan di mana peran media yang bisa melakukan edukasi kepada publik ?

Apakah memang harus seperti itu mengolah dan menyampaikan “produk” media saat ini di tanah air ? lebih berani ?, menciptakan kontroversi ?. Kebijakan pemberitaan yang kontroversial  pasti akan merebut posisi perhatian. Persoalannya seberapa media pintar-pintar menghindari rambu agar tidak diperkarakan secara hukum, atau berhadapan dengan gugatan sosial.

Secara umum masih berlaku norma-norma khalayak pembaca, penonton dan pendengar. Tetapi fakta yang pantas dipertimbangkan, meski kita menyatakan tidak suka dengan pemberitaan kontroversial, kenyataan khalayak mengkonsumsinya juga. Malah memberikan apresiasi dan perhatian khusus.

Pasca reformasi kita menyaksikan meningkatnya kebebasan media, sejalan dengan perkembangan politik. Lingkup baru ini harus diisi. Keleluasaan  pers yang baru diperoleh harus digunakan untuk memperkuat fondasi masyarakat yang bebas, sejahtera dan terbuka. 

Kemerdekaan juga berarti tanggung jawab dan terbuka. Dan dalam konteks ini nilai moral dan etika bagi semua orang yang bekerja di media massa menjadi penting . Pemberitaan yang tidak bias, adil dan mengandung kebenaran adalah prinsip utama yang harus dipegang setiap awak media.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun