Ketika founder K-Apel, mengirim pesan melaui WA, berisi plyer: Acara Diskusi bertajuk "Budaya Membaca, Membaca Budaya", dan meminta untuk menjadi salah seorang pembincang. Saya menyatakan 'pikir-pikir', dan memintanya mencari pembincang yang lebih kompeten, seorang budayawan 'asli'. Saya memiliki minat pada kebudayaan, tapi bukan ahli budaya. Namun, beliau menyatakan sebuah 'latarbelakang' bahwa topik ini, sedikit banyaknya telah dipengaruhi oleh ngobrol lepas kami, mengenai 'kebudayaan' modern dan tradisional, secara 'sambil lalu' di warung kopi. Dan saya merasa kemudian, sulit untuk mengelak.
Karena itu, saya mencoba memelototi dan mengamati sepintas subyek diskusi: "Budaya Membaca, Membaca Budaya". Dan terbersit dipikiran untuk memberi 'makna' fungsional atas topik: bahwa ini dapat merupakan ini sebuah cara untuk mengeja zaman (?).
Proposisi 'budaya membaca' dan proposisi 'membaca budaya', secara praktis mengandung makna sebagai perilaku budaya. Keduanya adalah 'praktik kebudayaan manusia'.
Term 'mem-baca' sendiri, merupakan penggambaran dari bakat purba manusia, yakni keingintahuan. Manusia adalah mahluk, yang digambarkan sebagai ciptaan yang paling 'memiliki rasa penasaran' terhadap sesuatu tertentu. Dan membaca merupakan cara manusia untuk menjawab rasa penasaran itu. Maka esensi mem-baca adalah mencari dan memperoleh pengetahuan.
Jika merujuk pada arti kamus, membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yg tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Maka membaca, salah satunya berkaitan dengan 'mekanisme' melihat dari manusia (baik lahir maupun batin).
Karena itu secara fisik, manusia dikaruniaI oleh Allah SWT, sebuah organ penglihatan (mata lahir), dan 'organ penglihatan' rohani (akal, intuisi dan hati/kalbu). Tentu, dimaksudkan agar manusia itu dapat mengetahui.
Mungkin ini juga, mengapa perintah pertama dalam al-Quran adalah 'iqra' (bacalah). Namun tidak berhenti disitu, pada perintah membaca, tetapi Dia, meminta kepada NabiNya Muhammad SAW, "dengan nama Tuhanmu". "Bacalah dengan nama tuhanmu".
Â
Membaca Budaya
Beranjak dari determinasi sederhana itu, maka membaca memiliki makna universal. Kita tidak hanya harus berhenti sekedar membaca secara fisik, tetapi juga secara rohani. Jika 'budaya membaca' adalah satu kebiasaan positif yang harus terus menerus dibina, agar kita berpengetahuan. Yang dengan pengetahauan itulah, manusia dibedakan dengan mahluk ciptaan tuhan lainnya, dalam posisi derajad atau kedekatannya dengan atau terhadap Tuhan.