Kebutaan 'paradigmatik' kita, mengenai Tradisi sebagai akar kebudayaan bangsa dan Modernisme sebagai kebudayaan 'parasit permanen' abad mutakhir, menimbulkan, bukan hanya gejala tetapi juga penyakit 'scizofrenia kebudayaan'. Diam-diam kita mengidamkan Tradisi, karena merupakan 'esensi budaya' manusia, saat bersamaan kita tetap cemas dan khwatir dalam kenikamatan modernisme.
Penutup
Maka membaca budaya sebagai 'metode' mengeja zaman, adalah (1) Mendalami pikiran/paradimga Tradisi, sebagai sebagai sistem hidup manusia yang berbasis nilai-nilai moral dan etik dari sumber-sumber spritualisme dan/atau religiusitas tertentu. Tuhan sebagai pusat kebudayaan. (2) Memahami spirit/paradigma Kebudayaan Modern, sebagai sistem kehidupan manusia yang berbasis pada nilai dan moral rasionalisme ilmiah, yang diaplikasikan dalam tehnologi dengan segala levelnya, yang akhirnya membentuk masyarakat industri. Dari era industri 1.0 hingga 5.0. Dan manusia sebagai pusat segala aktivitas kehidupan. (3) Mengetahui secara historis, bahwa Tradisi merupakan awal sejarah dan kebudayaan modern bukan akhir sejarah, tetapi 'fase sejarah' yang mendorong manusia untuk kembali kepada Tradisi. Sebagaimana puisi Sanai, menyebut: kebenaran yang datang awal, dia akan tiba terakhir.
SM. Januari 2025 M / Syahban 1446 H
 Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI