Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ziarah dan Cemas I, 2 Puisi

6 Juli 2023   09:37 Diperbarui: 6 Juli 2023   09:39 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ZIARAH

Kek, aku cucumu zaman ini hidup di belantara kecemasan, dikepung keindahan pesona abad sejuta impian. Tanganku gemetaran genggam petuahmu sebab kaki berjalan di persimpangan, antara bunga dan durinya. Mataku sorotkan rasa ragu, menggendong makna cerita pengantar tidur, sebab setiap tangan telah menulis dongengan zaman besi-besi dan menembangkannya di pembaringan ketika generasiku hendak beranjak menjemput mimpinya.

Kek, aku cucumu zaman ini gelisah hendak temui nisanmu, sejarah begitu kejam menimbunmu tanpa tanda. Aku ingin berziarah ke masa lalu yang telah kau bangun dengan kedamaian Hati Semesta.

Kek, kini aku berumah dalam peradaban manusia instant yang telapak tangannya nafsu diri tak terkendali.

CEMAS I

Kelumpuhan mematuk hidup. Mati isyarat takdir ciuman tuhan. Sandiwara panjang dan berat lalu lalang di atas panggung. Menuju ke tempatNya adalah kepastian. Rumah penuh busa hitam, jarum panjang terus berdetak gelisah menembusi hari entah menuju kemana.

Kelumpuhan mematuk hidup. Kemana berlindung, hujan batu jatuh dari langit-langit sejarah. Darah, tangis, luka, jerit tak kuasa terbendung sebab tangis-tangis bayi disembunyikan dalam lipatan-lipatan kain sutra dalam lemari kayu. Kain-kain putih dihanguskan, api berkobar. Musnah sejarah kelahiran Suci, nurani bertengger di pucuk-pucuk gulita.

Kelumpuhan mematuk hidup. Tangan-tangan dewa terbujur kaku, dirantai tangan-tangan manusia sehingga sulit menemui bocah perempuan memetik bunga di taman, pot-pot pecah dihempas badai peradaban. Satu, satu, dan hanya satu, kembali ke permandian nenek moyang; air bening pada sumur kejernihan dipersemayaman Suci masa lalu.

Sumber Puisi: Syafruddin (shaff) Muhtamar, Sujud, Kumpulan Puisi, Penerbit Pustaka Refleksi, 2007.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun