SAMPAH SEJARAH
Menyetel gelombang radio, tak kutemu jua titik nol yang tertimbun daun-daun kering. Pagi dimana embun enggan menetes, terpatri pada waktu mati. Di kepala anak-anak tak lagi ramai memainkan canda, hanya detak kecil jam pada dinding kusam yang merangkai seribu bait-bait sejarah perjalanan abad pada buku-buku tanpa kata.Â
O ibu, tak aku dengar nyanyi hikmahmu di gelombang udara basah, saat pagi dimana aku adalah kaleng bir menggelepar di tempat sampah.
KOTA KETIKA LAMPU PADAM
Melafal kata-kata jalan raya, mataku melompat ke bait kosong. kota di tindih matahari tak bercahaya, hanya keringat hitam rembulan yang basah di dinding kelu.Â
Kemana kau sembunyikan perempuanku. Bayiku menangis minta kelahiran, pada gelapmu kota atau pada bait kosong dimana mataku hilang.
Sumber Puisi: Syafruddin (shaff) Muhtamar, Sujud, Kumpulan Puisi, Penerbit Pustaka Refleksi, 2007.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H