HUTAN RIMBA
Dan daun-daun kering luruh dari pohon-pohon liar pada belantara hutan dihuni ribuan harimau dan ular berbisa. Manusia menyulam hukum kehidupan, untuk menertibkan tingkah binatang jiwanya yang selalu berontak.
Dan dunia nampak tertib, seperti kehidupan semut di atas tanah merah menghayati takdir.
Namun gejolak jiwa harimau, ular-ular berbisa dalam belantara tidak bisa diam menyaksikan domba-domba berkeliaran di padang-padang hijau dan katak-katak hijau yang bersahut-sahutan dalam musim hujan yang sedang tiba.
Kemudian hutan-hutan dengan keadilan yang dirumuskan dari logika harimau dan semangat ular-ular berbisa, maka berceceranlah darah para binatang-binatang lemah, menjadi korban hukum yang direduksi dari kekuatan dan kelicikan kekuasaan, yang dicengkeram kuku-kuku sang raja rimba.
Demikianlah manusia-manusia terpenjara watak kebinatangannya, menyulam hukum dari daun-daun kering luruh, dari jiwanya yang haus dengan tahta kekuasaan.
Sumber: Syafruddin (shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam, Kumpulan Puisi, Penerbit Refleksi, Tahun 2008.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H