Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sisifus Modern

29 Juli 2022   08:57 Diperbarui: 29 Juli 2022   10:46 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esoknya ketika matahari tersenyum kembali diiringi tawa riang cericit burung yang berkejaran di udara, mimpi para filosof telah menjadi nyata: kegelapan jalan-jalan yang awalnya diterangi pelita redup dari bilik-bilik pendeta dan lentera sayu dari jendela-jendela gereja, kini digantikan cahaya neon yang memancar dari gedung-gedung pencakar langit dan sepanjang jalan tiang-tiang listrik berbaris rapi dan setiap malam kota baru ini berpesta cahaya akal.

Dan sepanjang masa, dari abad 18 hingga penghujung abad yang sementara berjalan saat ini, sisifus telah menciptakan manusia-manusia modern yang denyut nadi kehidupannya dikontrol mesin besar logika, yang telah dimerdekakan dari wahyu suci.

Nyanyian suci burung-burung gereja surut ditelan masa yang hiruk pikuk dengan kesibukan mengejar rahasia semesta, yang telah menjadi pelayan di hotel-hotel tempat manusia modern mengulang-ulang khotbah sisifus.

Dibalik tembok neraka yang kelam, getir senyum sisifus berubah jadi tepukan bangga atas usahanya dan ejekan pada Pluto yang menghukumnya. Jeda itu adalah hiburan sekejab dari siksaan yang tiada tanda batas.

Masyarakat modern adalah sisifus yang telah membakar tangannya sendiri dengan darah pemberontakan melawan dewa. Kerja peradabannya adalah kerja sisifus yang mendorong batu ke puncak gunung dan menggelindingkannya kembali ke lembah untuk didorongnya kembali ke puncak, secara berulang-ulang tanpa isyarat pemberhentian.

Tidak ada waktu untuk membayangkan sisifus berbahagia. Gemerlap sinar peradabannya tidak menghibur jiwanya yang menggelandang dan compang camping di jalan-jalan yang ditinggalkan para pendeta di zaman kuno hatinya, yang dibangun dengan peluh suci Bunda Maria ketika melahirkan Yesus.

Sisifus modern, kelak juga akan menjadi legenda, ketika putaran sejarah bergerak kembali pada persemayaman suciNya.

Sumber: Syafruddin (shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam, Kumpulan Puisi, Penerbit Pustaka Refleksi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun