Â
ABAD BAYANG-BAYANG
Gundah gulana jiwa penuh kerikil ketika melepaskan pandangan pada lorong-lorong waktu yang bergerak seribu kelebat bayang tak utuh. Kebenaran telah tampil sebagai citraan belaka pada belantara layar kaca plastik zaman, rongga kepala hanya berisi lamunan virtual tentang kesucian. Anak-anak sejarah dalam musim semi ujung abad ini diperangkap lingkaran mimpi-mimpi keabadian oleh semangat malam yang rindukan purnama.
Danau jiwa telah kering karena teknologi melambung hasratnya tanpa ujung, menanti tetes-tetes embun dari akar-akar kitab Kebenaran yang terpendam pada samudera kalbu semesta, yang ada disetiap jiwa yang gundah gulana.
MANUSIA SUNYI DI PUSARAN PESONA BENDA-BENDA
Lengking sunyi menemani patung-patung berdiri rapi di etalase peradaban, menawarkan masa depan masa pada setiap tubuh yang berpaling padanya. Patung-patung peradaban berdandan kilauan emas zaman purba. Melambai tangannya pada generasi ranum, untuk sebiji permen karet sebagai teman bagi mulut yang menganga karena ketakjuban pesona benda-benda yang dipoles seperti patung emas, yang melengking sunyi jiwa yang sepi ditinggal matahari di hatinya.
Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H