PENGEMBARA HATI
Pengembara letih tersungkur kehausan di punggung bukit terjal perjalanan menuju dirinya sendiri. Butir-butir pasir merenggut seluruh air kehidupan dalam tanah dan menyisakan keletihan dalam sumur galian jiwa tanpa dasar.
Pengembara menyusun derita disetiap tetes keringat perjuangan melawan nasib untuk merebut takdir yang telah ditentukannya sendiri, dalam dirinya yang bening ketika dalam rahim bundanya. Ranting-ranting pohon menyembunyikan buah-buah surgawi dalam lipatan kulitnya, hanya menyisakan daun-daun kering sobek yang juga segera luruh ke tanah. Rentang jalan tanpa ujung menggaris semesta pengembaraan hati yang dirundung duka kehilangan mutiara suci.
Pengembara hati kehausan mengunyah letih deritanya di padang duka yang melebam dan tiada kesembuhan. Sang tabib belum jua tiba membawa senyumnya, sebagai utusan sang raja yang menanti harap-harap cemas di istana sunyi hati dari selain dirinya sebagai raja.
Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H