Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Membaca Surat dari Baghdad

30 Maret 2022   13:32 Diperbarui: 30 Maret 2022   13:35 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEMBACA SURAT DARI BAGHDAD

 

Engkau mengirim sepucuk surat dari tanah tak bertuan. Engkau menulis dengan tinta keresahan di atas kertas galau resahmu. Pada sampul aku baca hatimu adalah kecemasan zaman. Nada suratmu pada awal paragraf berbunyi duka, aku tahu tanganmu gemetar waktu mensketsa  jalan buntu kehidupan. Jalan  awalnya dirangkai  kembang jiwa Muhammad berhias bulu suci sayap Jibril.

Membaca suratmu, aku menangkap makna seperti menelan butir-butir pasir, dan tersangkut menempel di dinding tenggorok. Kalimat-kalimatmu melukis dunia gulita dari cahaya sejarah. Dunia yang hilang bayang Nabi dan jejak sinar kenabian. Dunia gersang tanpa tempat mengadu derita jiwa dan jasad. Kebisuan menyatu pekat gelap hati yang berbaring di emper jalan-jalan zaman. Zaman mengalir di atas gelombang samudera yang dangkal harapan suci.

Suratmu basah air mataku, kelopaknya menahan beban tak tertahan. Kalimatmu selanjutnya, kabur. Tinta resah bercampur air mata sedih jutaan jiwa menggelandang di padang pasir tak bertuan.

Membaca suratmu terpenggal air mata derita jutaan umat Muhammad yang damba kehadirannya pada setiap gerik abad berkejaran. Setiap lembar kisah sejarah akan dicetak dan setiap tarikan nafas yang dihembuskan, diriku terhina, menyaksikan wajah sucinya dalam mimpi pun, aku tak berdaya. Malamku diselimuti kelambu kesombongan dan siangku diisi keringat ketinggian hati. Aku tidak menemukan wajahnya dalam cermin perenunganku. Cermin itu memburam karena kotoran cinta harta, tahta dan wanita.

Hidupku, seperti dunia dalam kisahmu, gelap bagi wajah seindah wajahnya, kering bagi jiwa sesubur jiwanya, kerontang bagi nafas seharum nafasnya dan hitam bagi putih salju lembut lakunya.

Suratmu datang dari tanah tak bertuan, nantikan balasnya dengan keluh yang sama dari negeri hati tak beriman .

Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008.  Puisi ini telah mengalami pengeditan ulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun