Hukuman ini terjadi karena selama manusia telah mengingkariNya, kehidupan mereka hanya disandarkan pada diri mereka sendiri dan melupakan penciptaNya. Nasf telah menjadi pembimbing utama bagi jalan duniawinya dan tidak melihat yang lain selain kebahagiaan nafs. Pengingkaran ini terefleksikan ketika mereka berkuasa tetapi berlaku tidak adil, berdagang tetapi tidak jujur, berilmu tetapi sombong, kaya tetapi tidak bersyukur, miskin tetapi tidak sabar, beragama tetapi munafik, berjihad tetapi ingin dikenal sebagai pemberani/pahlawan. Sumber utama seluruh kejahatan ini adalah kecintaan pada dunia yang berlebihan.
ALLAH SWT hanya ingin kita kembali pada diriNYA, sepenuhnya (tanpa syarat) menjadi HAMBA. Kembali kepada perintahNya dan laranganNya, kembali kepada kepatuhan pada sunnah kekasihNya, hambaNya, Muhammad SAW, sebagai penunjuk jalan utama menuju jalanNya kepada hadiratNya.
Jika jumlah penduduk bumi sekitar 7 milyar manusia, setengahnya akan habis, sebagai implikasi dari ‘hukuman’ yang diturunkan karena keingkaran manusia atas diriNya selama berabad-abad. Dunia akan dikembalikan pada posisi normalnya dalam titik equilibrium yang Sejati, sebagaimana awal ia diadakan. Sebelum akhirnya benar-benar ‘game over’ untuk berlanjut pada fase waktu manusia berikutnya, di alam akhirat.
Ilmu-ilmu yang benar satu persatu dihilangkan. Masifnya kematian pada ulama-ulama alim dan sholeh, adalah bukti ‘kemarahanNya’; akan membiarkan manusia dalam kebodohan nafs/egonya, karena sepanjang masa telah menunjukkan kesetiannya pada perintah nafsnya saja. Setengah sisanya jumlah manusia yang tetap tinggal adalah yang di takdirkanNya untuk hidup. Sebagian dari mereka adalah yang diterima disisiNya (yang rhido atasNya dan diridhoiNya - orang-orang yang berada ‘di jalan lurus’ siratal mustakim), dan yang menjalankan keyakinan beragamanya dengan iman yang Benar, untuk menyaksikan kekuatan ‘surgawi’ melalui kepemimpinan shahibus saman (Sayyidina Mumammad Mahdi As.) di akhir zaman, sebelum ditutupnnya waktu biologis/duniawi bagi mahluk.
Bagi kaum beriman dianjurkan untuk tetap (dalam ayat) berpegang teguh pada ‘tali ALLAH’, melalui kebenaran ALLAH dalam firmanNYA dan kebenaran rasulNya melalui sunnahnya, serta kata-kata hikmah dari para awliyah Allah.
Dalam pandangan tariqah muktabar Naqsyabandiya Haqqani, caranya sederhana: memberikan cinta sepenuhnya pada maulana syekh Muhammad Nizam al-Haqqani, melalui berkahnya yang berasal dari ALAH melalui Sayyidina Muhammad SAW kepada Syekh Abdullah Faiz ad-Daqestani kemudian kepada beliau, cinta itu akan memberikan perlindungan dan keselamatan. ALLAH menuntut ketaatan padaNYA, pada rasulNYA dan ulil amri (hakikatnya adalah yang pemimpin kita ke jalan ALLAH/bukan jalan duniawi).
Kita semua adalah manusia yang penuh dosa, yang banyak mengambil dariNya tetapi mengabaikan kebaikanNya, mengingatNya hanya seadanya dan seperlunya saja (bukan dalam kesungguhan).
Hanya kepadaMU wahai yang maha Kuasa dan Perkasa kami memohon ampun, atas kebodohan nafsu kami, atas kejahatan nafsu kami, atas tipu muslihat nafsu kami. Ampun ya Rab.
Tidak terbayang derita ketika menghadapMu jika tanpa ampunanMu. Dosa ini akan membuat kami menderita di duniaMu maupun di akhiratMu. Melalui berkah kekasihmu sayyidina Muhammad SAW, kami memohon ampunMu dan memohon kabulMu atas doa ampun ini. Karena sesungguhnya Engkaulah yang maha Pengasih dan maha Penyayang dalam pengampunaNya.Â
Allahummasalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad wa Sallim. Â
# Narasi di Ujung Senja (inspirasi dari syuhbah-syuhbah Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani)