[caption id="attachment_164865" align="alignleft" width="200" caption="fasilitas layak bagi kinerja minus"][/caption] Pengadaan Fasilitas DPR-RI saat ini menuai sorotan tajam publik. Salah satunya adalah kursi Banggar. Kabar yang beredar bahwa harga per unitnya mencapai Rp. 24 Juta. Menurut saya, harga itu adalah angka fantastis buat ukuran Indonesia.
Sudah barang tentu kursi semahal itu menawarkan kenyamanan lebih. Ligna, produk lokal saja beberapa dekade lalu, di stasiun TVRI berani mengiklankan kursinya dengan slogan, “kalau duduk lupa berdiri”. Makna yang saya tangkap dari slogan itu ialah kursi ligna nyaman! Tapi dengan Rp 24 juta, Anda akan mendapatkan bukan hanya satu kursi! Maaf bukan bermaksud untuk mengiklan sebuah produk.
Pertanyaan selanjutnya ialah apakah kenyamanan tersebut merupakan kebutuhan mutlak anggota Banggar untuk menunjang kinerjanya. Yang dapat memastikan semua itu tiada menurut saya selain Sekjen DPR-RI. Sebab pucuk kebijakan memfasilitasi anggota Dewan Terhormat berada di tangannya. Jika bukan merupakan kebutuhan, maka pengadaan “kursi mahal” itu adalah satu diantara sekian kebijakan goblok yang pernah lahir di negeri ini.
Dalam menjalankan tugasnya, anggota dewan yang terhormat termasuk Banggar harus diberi fasilitas guna menunjang kinerjanya. Menurut Marzuki Alie (Ketua DPR-RI) dalam wawancaranya di TV One malam tadi, kurang lebih mengatakan bahwa diperlukan perbaikan sarana dan prasarana di gedung DPR-RI. Tapi persoalan kemudian, perogohan kocek negara itu mencapai angka fantastis (klik disini) dan tidak disertai dengan ukuran kebutuhan yang nyata. Tak salah jika dinilai pemborosan
Mungkin tidak menjadi soal yang berarti jika kinerja mereka telah memenuhi harapan kita. Pemberian kita kepada seseorang tentu tidak terasa mahal mana-kala hasil kerjanya memenuhi keinginan kita. Jadi kata “mahal” dalam kondisi terpuaskan akan kehilangan makna. Obat mujarab, seberapa pun mahalnya kira akan berupaya membelinya tanpa ada rasa terbebani, pokoknya sehat. Seperti negeri kita yang sakit ini, kita perlu mengapresiasi tabib yang menyembuhkan sakit kita.
Sementara itu, penilaian publik terhadap kinerja mereka masih negatif (klik disini). Dan makin diperparah dengan sejumalh mega korupsi yang melibatkan anggota DPR-RI. Kita tentu belum lupa, Banggar sempat ngambek lantaran diselidik oleh KPK jilid II.
Dengan realitas seperti itu, maka pengadaan sarana dan prasaana di gedung DPR-RI termasuk pengadaan “Kursi Mahal” Banggar adalah kebijakan yang menohok kita. Mereka lebih tepat duduk di bangku saja...
wassalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H