Mohon tunggu...
Syafruddin dJalal
Syafruddin dJalal Mohon Tunggu... profesional -

bagi Kompasianer yang satu ini, hanya ada satu Indonesia yakni Indonesianya, Indonesia Anda dan Indonesia kita. Mengapa harus berbeda tegasnya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tetaplah Berhati-Hati Meski Prita Bebas Demi Hukum

30 Desember 2009   09:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:42 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_39107" align="alignleft" width="204" caption="ilustrasi"][/caption]

Putusan majelis hakim yang membebaskan Prita Mulyasari, paling tidak bisa jadi  “penawar” bagi para blogger. Betapa tidak, Ia dijerat oleh pasal karet yang diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 Tentang Transakasi Informasi Elektronik (UU ITE). Seandainya diputus bersalah, maka hal tersebut bisa jadi preseden yang  makin mengancam kebebasan dalam mengeluarkan pendapat pada jejaring social seperti facebook, twitter dll, termasuk KOMPASiana.

Kekangan tersebut dimuat dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman yang tidak tanggung-tangung yakni pidana penjara bagi siapa saja yang dianggap menyebar penghinaan atau merusak nama baik seseorang.

Meski ketentuan tersebut tidak terdapat kata “dianggap” tapi saya menggunakannya sebab kata “anggap” adalah sesuatu yang subjektif, sebuah fiksi hukum. Nyatanya undang-undang tersebut tidak mengatur jelas kapan sebuah informasi dapat dikategorikan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik. Karena itu siapa saja yang merasa dihina atau merasa nama baiknya dicermarkan, maka menurut UU ITE dia boleh mengadukan penginfo bersangkutan ke pihak berwajib. Seperti yang pernah dilakukan oleh managemen RS Omni Internasional itu dan para awak infotaiment terhadap Luna Maya.

Celakanya, dengan ancaman pidana selama 6 tahun maka menurut KUHAP, penginfonya dapat ditahan sebagai bahagian upaya penyidikan. Dengan demikian subjetifitas tersebut amat membahayakan.

Dalam praktek, kesan subjetif seperti itu hanya dapat dikoreksi melalui proses pembuktian di persidangan. Jaksa Penuntut Umum membuktikan kebenaran dakwaannya bahwa  terdakwa benar telah melakukan penghinaan atau mencemarkan nama baik korban  Dan penginfo pun dalam kedudukannya selaku terdakwa boleh mengajukan bukti tandingan bahwa hal yang dipostingnya bukan merupakan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Sudah berang tentu dalam proses tersebut, kedua kubu mengajukan alat-alat bukti standar yang diakui oleh KUHAP. Kemudian hakimlah yang memutuskan sesuai keyakinannya.

Dalam konteks tersebut, putusan hakim yang membebaskan Prita Mulyasari harus diterima sebagai sesuatu yang objektif.

Sekali lagi ini kabar yang menggembirakan. Dan semoga tidak menjelma menjadi euforia. Sehingga membuat kita lengah dalam memosting. Sebab konon, system hokum yang kita anut tidak sama dengan system hukum yang berlaku di Negara yangmenganut prinsip The Binding force of perseden seperti Amerika-Serikat. Dimana putusan hakim di sana otomatis harus diikuti oleh hakim lain. Di Indonseia tidak, putusan hakim hanya mengikat para pihak saja.

Memang ada yang namanya “jurisprudensi” tapi ia bukanlah sumber hukum utama dan hakim tidak wajib untuk mengikutinya. Apalagi putusan Prita Mulyasari, baru pada tingkat pegadilan negeri bukan tingkat kasasi sehingga belum dapat dijadikan jurisprudens.

Olehnya itu, kita yang selalu merisaukan ancaman yang mengekang kebebasan dalam mengeluarkan pendapat di dunia maya mestinya tetap mewaspadai ancaman dalam UU ITE.

Prita Mulyasari bisa bebas tapi belum tentu kita. Karenanya tetaplah ingat pesan admin, “Think before posting”.

wassalam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun