Mohon tunggu...
Syafruddin dJalal
Syafruddin dJalal Mohon Tunggu... profesional -

bagi Kompasianer yang satu ini, hanya ada satu Indonesia yakni Indonesianya, Indonesia Anda dan Indonesia kita. Mengapa harus berbeda tegasnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Layanan Rumah Sakit di Mata Iwan Fals dan Prita Mulyasari

15 Desember 2009   07:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:56 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu, kala dekade 80-an Iwan Fals pernah mengeluhkan soal layanan rumah sakit melalui baladanya. Saya lupa judulnya, tapi syairnya seperti begini, “hai.. modar aku// hai… modar aku// jerit si pasien merasa diremahkan//. Berkisah bagaimana perlakuan sebuah layanan di rumah sakit yang tidak sama antara pasien berada dan si miskin. Setahu saya, Iwan fals tidak sempat dipersoalkan lantaran baladanya itu. Berbeda dengan Prita Mulyasari.

Kendati demikian, bukan berarti bahwa balada Iwan fals itu hanyalah pepesan kosong yang tak memiliki landasan factual, Malah semua itu adalah realitas yang terjadi bukan di negeri antah beranta melainkan di pertiwi kita yang tercinta ini. Olehnya itu, balada tersebut hingga saat ini masih akrab di telinga para ABG kita yang ketika popular, mereka belum lahir ke dunia. Jujur saya menilai bahwa ia adalah ironi dari kemuliaan profesi para medis/ dokter dan terjadi di pelupuk mata.

[caption id="attachment_38227" align="alignleft" width="150" caption="prita mulyasari"][/caption]

Apa yang dilakukan oleh Prita Mulyasar? Ketika beliau mengirimkan pesan elektronik kesejumlah temannya, maka sesungguhnya semua itu adalah sebentuk perjuangan dalam rangka memperoleh hak atas layanan rumah sakit yang Ia mulai dengan kritikan.

Adalah hak Prita untuk menyatakan pendapatnya yang telah dijamin oleh konstitusi. Namun sayangnya, ia harus berurusan dengan penegak hokum dijerat dengan pasal karet dalam UU ITE (informasi dan transaksi elektronik). Tapi….

Subhanallah, Alhamdulillah. Prita Mulyasari tidak sendiri. Ia mendapat simpati yang luar biasa. Koin demi koin sudah terkumpul untuk membayar denda yang dijatuhkan kepadanya sebagai hukuman. Kabar terakhir yang saya dapatkan bahwa “Sampai hari ini 15 Desember hingga pukul 01.00 WIB sudah mencapai Rp 102 juta. Ditambah yang sudah dihitung di luar Posko Langsat Rp 345 juta. Jika dijumlahkan Rp 447 juta,”kata seorang relawan, Yusro M Santoso, di Posko Utama, Jalan Langsat I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sumber Portal CBN (selasa 15 Desember 2009).

Amat fenomenal ! dan baru kali ini terjadi di Indonesia. Semua itu disebabkan oleh adanya kehendak bersama untuk menolak ketidak-adilan di negeri ini. Baik ketidak-adilan yang berasal dari layanan rumah sakit terlebih lagi penegakan hukum. Dengan demikian koin yang terkumpul itu sesungguhnya adalah “kritikan” bagi kedua layanan tersebut.

Kini semua itu terpulang dari kedua institusi pengolah layanan tadi, menerima atau menolak. Cukup hanya Prita Mulysari yang mengalaminya atau msih ingin menambahnya. Sekali lagi terpulang dari mereka.!

Berhubung belum sempat mengirim “koin-kritik’, maka dari Kota Palopo, Sulsel saya beserta keluarga mengirim doa agar Ibu Prita Mulyasari mendapat keadilan. Bukankah Allah SWT adalah Hakim Yang Maha Adil? Amin!

wassalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun