Mohon tunggu...
hikbal pane
hikbal pane Mohon Tunggu... Mahasiswa - menyukai bunga; ekspresi, mekar dan bebas.

Mahasiswa Universitas Negeri Medan, Fakultas Bahasa dan Seni, Prodi Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menyatu Asa, Menguar Kisah, Modul Nusantara!

15 September 2022   09:31 Diperbarui: 15 September 2022   09:37 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program pertukaran mahasiswa merdeka yang digagas Kemendikbudristek melahirkan banyak cerita. Setiap mahasiswa yang pergi ke Kota baru, berjumpa dengan teman-teman satu Indonesia, mempelajari budaya masing-masing, patut bersyukur sebab kesempatan ini adalah sekali dalam hidup. 

Selain dapat berkuliah di kampus lain dan membangun relasi dengan masyarakat lokal, program pertukaran mahasiswa merdeka juga menyediakan satu mata kuliah khusus, yaitu modul nusantara. Mata kuliah yang kemudian menarik minat seluruh mahasiswa nusantara.

Modul nusantara memiliki beberapa sesi, yaitu kebhinekaan, inspirasi dan refleksi. Inti dari program pertukaran mahasiswa merdeka adalah modul nusantara ini. Dimana mahasiswa yang bertukar dapat melihat tempat ibadah, wisata dan tempat bersejarah di kota yang dituju. 

Kemudian, pada sesi inspirasi mahasiswa diberikan pengalaman dan pengetahuan terkait keberagaman suku, budaya, agama dan ras. Bisa melalui kegiatan menonton film, ataupun mengikuti talkshow yang membahas terkait keberagaman dan toleransi di Indonesia. 

Sesi terakhir, ialah refleksi. Penyampaian gagasan, setelah melalui banyak kegiatan modul nusantara. Mahasiswa diharapkan mendapat pemahaman lebih luas terkait keberagaman budaya dan afirmasi kebiasaan masing-masing.

Menjalar pada Budaya Lokal

Bertukar dari Universitas Negeri Medan ke Universitas Pamulang di Tangerang Selatan, juga termasuk hal yang patut disyukuri. Sebab diberi kesempatan untuk mengeksplor budaya disini, dan membangun relasi dengan teman-teman di Universitas Pamulang. 

Seminggu berpijak di Tangerang Selatan, mengajarkan banyak hal, termasuk hal-hal tak terduga sekalipun. Kemacetan, logat bahasa masyarakat lokal yang berbeda, bahkan fasilitas kampus yang lebih progresif. Berbagai kesempatan terbuka disini. 

Sabtu kemarin, telah berlangsung kickstart modul nusantara di Universitas Pamulang. Agendanya beragam, kebetulan kelompok saya memiliki destinasi ke Masjid Dian Al-Mahri, yang sering dikenal dengan sebutan Masjid Kubah Mas di Depok. Pembangunannya dimulai sejak 2001. Dian Al Mahri adalah seorang pengusaha asal Banten yang memiliki beberapa sektor bisnis, termasuk tambang minyak bumi di Brunei Darussalam.

Berdasarkan beberapa Q&A yang dilontarkan para mahasiswa kepada penjaga Masjid, diketahui bahwa proses pembangunan Masjid Kubah Emas memakan waktu 7 tahun. Pengerjaan pembangunan masjid ini mulai dilakukan sejak 2001 dan diresmikan pada 31 Desember 2006, bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. 

Penggunaan pertama Masjid Kubah Emas adalah untuk melaksanakan Salat Ied tahun 1427 Hijriah saat itu. Terkait luas dan kepasitas Masjid. Ternyata bangunan Masjid Kubah Emas didirikan di atas tanah berukuran 8.000 meter persegi dengan luas total lahan 50 hektare dan dapat menampung sekitar 20.000 jamaah. Halamannya saja, yang berukuran 45 x 57 meter, bisa memuat 8.000 orang.

Singkatnya, saat berkunjung ke masjid ini. Terbayang beberapa hal yang menjadikan Masjid ini menarik. Mulai dari ornamen, sampai pada pilar-pilar yang megah. Berbagai pertanyaan muncul soal artistik, dan semua terjawab sudah oleh Bapak penjaga Masjid.

Sang Pencerah adalah Segala Hal!

Berlanjut pada pelaksanaan sesi inspirasi, masih di hari yang sama. Beberapa mahasiswa diarahkan untuk kembali ke Gedung Viktor Universitas Pamulang, guna nonton bareng film. 

Film selalu mendapat porsi besar dalam daftar kegiatan saya, sebab itu sangat menyambut hal ini. Beberapa poin yang menonjol dan saya ingat; bahwa  ditampilkan film berjudul "Sang Pencerah" yang kemudian melahirkan refleksi banyak nilai-nilai sosial.

Kiai Ahmad Dahlan diperankan oleh Lukman Sardi, pelopor sembari pendiri organisasi Muhammadiyah. Berlandaskan asas beragama yang murni, sebab di lingkungan beliau tinggal masyarakat sering mencampur ibadah dalam beragama dengan memuja hal selain Allah. Beliau juga progresif dalam ijtihad, yaitu menerangkan kiblat sholat yang benar kearah mana. Dan hal-hal lain yang pada akhirnya menerima penolakan dan melahirkan perbedaan.

Mulai dari langgarnya yang dibongkar, sebab dianggap kafir. Bahkan pada penghinaan kepada diri beliau. Pada akhirnya, hal-hal tersebut menyiratkan banyak maksud. Termasuk, fanatisme agama, membenci sesama umat, dan yang lainnya. Kasus-kasus tersebut bisa menjadi awareness bagi mahasiswa/i yang menontonnya. 

Bahwa sesama manusia sudah seharusnya saling menghargai dan menghormati, apapun perbedaan yang ada. Hal itu sudah memang menjadi landasan dari kemanusiaan yang beradab. 

Di akhir sesi, kami diminta melakukan refleksi pada semua kegiatan yang berlangsung. Tentunya apa yang menjadi tontonan, apa yang dilakukan, apa yang dilihat, jika hal tersebut positif, tentunya sangat bisa di-impelementasikan dalam kehidupan nyata. 

Termasuk dalam menjalin relasi dengan banyak orang dengan latar belakang berbeda. Yap, bertukar sementara, bermakna selamanya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun