Kata kunci yang saya tangkap adalah: Keputusan di tangan Masyarakat!
Saya menghargai apresiasi pak wapres JK melihat sisi negatif dari calon kepala daerah eks napi itu. Tapi, ada sedikit hal yang mengusik saya. Bagaimana mungkin kesadaran masyarakat bisa muncul apabila tidak didukung dengan akses informasi terhadap sosok para calon kepala daerah itu. Keputusan ‘kan bisa diambil berdasarkan berbagai bahan pertimbangan. Nah, apa bahan pertimbangan masyarakat dalam memutuskan siapa yang layak jadi kepala daerah mereka.
Mencermati hal ini, saya meilhat ada 3 faktor yang menentukan untuk membuka ruang kesadaran masyarakat dalam menyikapi persoalan calon kepala daerah eks napi ini:
Pertama, Proaktif Masyarkat. Sikap proaktif masyarakat ini dapat diukur dengan skala pengetahuan dan informasi yang dikumpulkan perihal sosok calon pemimpin daerah mereka. Arttinya, masyarakat wajib tau rekam jejak para calon kepala daerahnya. Terlebih lagi soal rekam jejak hukumnya. Agar masyarakat dapat menilai calon yang akan dipilih nanti.
Selain itu, dibutuhkan kerendahan hati dari para calon kepala daerah ini untuk terbuka dan transparan soal hitam-putih sepak terjang mereka selama ini. Tak ada yang mesti ditutup-tutupi kepada masyarakat. Memang ini bukan hal yang mudah bagi mereka. Inilah nilai emas sebuah pembelajaran berdemokrasi.
Kedua, Proaktif Media. Media adalah corong kesadaran masyarakat untuk berdemokrasi. Untuk membuka ruang kesadaran masyarakat. Media berperan besar memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat perihal rekam jejak para calon. Ini sangat diperlukan.
Asupan informasi ini membuka ruang berpikir bagi masyarakat. Masyarakat kita perlu informasi untuk menimbang baik-buruk ataupun prestasi dan kegagalan sosok calon yang akan memimpin daerah mereka. Selanjutnya, biarkan masyarakat yang memutuskan.
Ketiga, sikap Anti Korupsi dan Komitmen Parpol. Maraknya berita tentang parpol yang mengusung calon kepala daerah eks napi. Hal ini tentu menjadi pertanyaan, seberapa kuat parpol mendukung semangat anti korupsi di negeri ini?” Parpol tak boleh terjebak politik pragmatis, atau politik sesaat saja. Perlu adanya kajian yang mendalam terhadap calon yang diusulkan, apalagi yang terlibat kasus korupsi.
Sayang sungguh disayangkan, ini menandakan masih bobroknya mekanisme pengkaderan di tubuh parpol itu. Apa tidak ada lagi pemimpin lain yang layak untuk dicalonkan, selain eks napi korupsi. Saya pikir, banyak sekali pemimpin dengan segudang prestasi. Sayangnya, nama mereka tenggelam. Tak seksi untuk dilirik. Tak bohai untuk dipajang. Atau, memang sedemikian burukkah wajah politik kita. Hingga orang baik dan berprestasi menyembunyikan diri mereka dan tau mau mengotorinya dengan ikut berpolitik. Mereka pun lebih memilih untuk diam dan menonton saja atraksi panggung politik yang terlihat sudah memuakkan.
Salam Hangat,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H