Istilah ‘Blusukan’ ini dipopulerkan oleh Jokowi pada saat Pilpres 2014 kemarin. Sekarang pak Jokowi-nya sudah jadi Presiden dan metode blusukannya banyak ditiru. Lazimnya, yang jadi sasaran tembak para calon kepala daerah dalam blusukan ini adalah mendekati tokoh dan pemuka agama. Blusukan ke pesantren, minta doa sama pak Kyai yang santrinya ribuan, menyumbang pembangunan masjid, melantunkan tahlilan dan doa bersama. Blusukan seperti ini tentu bukan barang baru di mata saya.
Blusukan juga bisa dikemas dengan apik bila dilakukan di daerah pinggiran kota, kawasan kumuh, tempat-tempat keramaian, atau ke pasar-pasar yang becek. Kalo di daerah pinggiran kota atau kawasan kumuh, para calon kepala daerah tak lupa membawa ‘buah tangan’ untuk warga yang ada di sana. Bantuan atau bingkisan yang diberikan biasanya berupa sembako, pakaian, atao dasar kain. Saya haqul yakin deh, niat para calon itu menyumbang bukan untuk dapat pahala agar masuk surga.
‘Personal Branded’. Saya suka mengamati pakaian yang dikenakan oleh para calon kepala daerah. Saya pikir ini bisa jadi ‘personal branded’ si calon. Misal, pak jokowi waktu kampanye pilpres dulu, pake baju kotak-kota. Akhirnya, trend baju kotak-kotak. Saya salut kejelian pak Jokowi menangkap fenomena ini, hingga pakaian pun bisa memiliki nilai jual dan promosi.
Apa semua harus meniru baju kotak-kotak, gak mesti. Pemilihan atribut pakaian ini juga bergantung karakter masyarakat di daerah pemilihan. Para calon biasanya sudah faham betul selera warganya. Kalo daerahnya mayoritas muslim, biasanya para calon mengenakan pakaian yang islami, pakai peci hitam atau jilbab dan baju muslim. Mereka bukan sok suci, tapi memang harus begitu.
Di daerah lain, ada yang memakai pakaian adat, ikat kepala yang ada tanduk-tanduknya, asesoris gelang dan kalung khas daerah itu dan embel-embel lain sebagainnya. Dalam kajian interaksi simbolik, pakaian dan blusukan adalah atribut simbolis atau lebih mirip sebuah panggung teater yang ditampilkan untuk mendekati calon pemilih secara emosional.
3/ Media Center
Media Center berfungsi sebagai lembaga survey dadakan para relawan untuk mengukur elektabilitas dan dukungan pemilih. Apakah elektabilitasnya tinggi atau rendah? Media Center juga sebagai ajang sosialisasi dan interaksi melalui web site, sosial media (facebook, blog, dan twitter), bbm dan sms center, dan real count.Â
Selain itu, Media Center juga sebagai posko untuk mengendus isu tak sedap yang beredar di masyarakat. Apakah itu kampanye hitam atau serang terhadap nama baik si calon. Apalagi seminggu jelang pencoblosan, suasana semakin sengit. Isu-isu lama digoreng dan panas-panasi lagi. Di cari-cari kesalahannya. Di korek-korek kehidupan keluarganya.
Akhir kata, sebelum saya menutup perjumpaan ini. Yang ingin saya katakan di tulisan ini adalah: Yuk, kita berpartisipasi dan ikut mengawasi pelaksanaan pilkada serentak ini. Aman dan Damai Selalu Negeri ku!
Salam Hangat,
-----