“Orang-orang malas bersedekah, Nak. Mereka takut, takut menyerahkan uangnya. Kalau-kalau uang yang mereka sedekahkan akan sia-sia. Maka, dari hari ke hari, orang-orang semakin sedikit saja yang mau bersedekah. Maka, kota ini menjadi sepi dan lenggang. ” jawab si kakek.
“Lalu, kek?”
“Mereka juga sudah pintar-pintar, dan tak mau tertipu bila memberikah sedekah kepada fakir miskin atau pengemis. Mereka seolah tak lagi mempercayai pahala dari Tuhannya. Kakek jadi sedih, nak!!” ujar kakek sambil mengusap pipinya.
“Lalu, buat siapa gedung dan rumah-rumah yang terbuat dari emas ini, kek?”
“Tuhan yang menyiapkannya. Semua ini adalah imbalan buat mereka sudah bersedekah. Bila mereka nanti pulang ke pangkuanNya. Mereka tak perlu repot-repot lagi mencari tempat berteduh di sini.”
Aku menarik nafas. Kakek tua itu berhenti melangkah dan berkata, “Buka telapak tanganmu?” Lalu ia memberi ‘sesuatu’ dan menutup kepal tanganku. Kemudian melangkah pergi dan menghilang di kejauhan.
Aku pun tersentak dan terbangun. Sekujur tubuhku bermandikan peluh seperti orang yang baru menempuh perjalanan jauh. Tanpa ku sadari, tanganku sedang menggenggam kuat ‘sesuatu’. Ku buka gengaman, aku terkejut, ternyata: uang koin Rp 500 bergambar burung garuda.
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
Silahkan bergabung di Group FB Fiksiana Community