Mohon tunggu...
Syafriansyah Viola
Syafriansyah Viola Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil -

suka baca fiksi dan sekali-sekali....menulis!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[FR] Kisah Sedekah dan Malam Lailatul Qadar

15 Juli 2015   09:28 Diperbarui: 15 Juli 2015   09:28 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kurang ajar! Sudah minta, maksa lagi, dongkol ku dalam hati.

Dengan berat hati pengemis tua itu pun melangkah pulang, cepat-cepat ku tutup pintu. Betul kata pak ustad, untuk ikhlas bersedekah memang tak mudah dan ujiannya berat. Aku memberinya sedekah seakan dengan hati terpaksa.

************

Malam ke-27 Ramadhan. Malam ini, seperti malam-malam kemarin, aku pergi tarawih ke masjid di dekat rumah, i’tikaf sebentar lalu pulang. Dalam perjalanan pulang, aku merasakan ‘keanehan’. Angin bertiup lembut, cuaca begitu tenang dan damai. Tak biasanya seperti ini. Tidak panas dan tidak pula dingin. Langit tampak benderang, tak berawan, juga tak ada tanda-tanda akan hujan.

Ketika tiba di pintu rumah, kurasakan batinku agak gelisah sesaat. Tubuhku mulai berpeluh tanpa sebab yang jelas. Aku jadi teringat wajah pengemis tua yang datang magrib tadi. Ku tepis perasaan itu, barangkali aku hanya sedang tak enak badan. Ku putuskan saja untuk tidur cepat malam ini.

Aku tertidur begitu lelap, dan di dalam tidur aku bermimpi.

Dalam mimpiku, aku seolah berada di tengah-tengah sebuah kota nan megah. Sebuah kota yang terbuat dari emas. Ku kucek-kucek mata, lalu ku cibit tangan ku. Aukh, sakit. Aku hanya ingin memastikan bahwa ini benar-benar nyata, bukan mimpi.

Aku melihat di kejauhan. Gedung tinggi dan rumah-rumah berkilau keemasan. Jalan-jalannya lebar dan mulus, bebas macet. Tak terdengar suara bising klakson atau supir yang mengamuk karena terjebak kemacetan. Hening.

Rumput terbentang indah bak karpet hijau di tepi jalan. Pohon-pohon rindang berbaris teratur di sepanjang jalan. Daun-daunnya berwarna hijau keperak-perakan. Burung-burung beterbangan dari ranting ke ranting pohon. Udaranya segar dan sejuk seperti di pegunungan. Tak ada debu, asap kendaraan atau polusi udara. Ada kursi taman di sisi pohon. Tiang-tiang lampu. Rambu-rambu lalu lintas. Semua benda-benda itu terbuat dari emas.

Ku coba telusuri jalan-jalan di kota itu. Kota ini sepi dan lengang. Tak lama berjalan tanpa arah, aku tiba di tepi sungai yang tenang. Airnya mengalir bersih seputih susu, berkilauan diterpa cahaya, sejuk dan menyejukkan. Matahari sangat besar sekali menggantung di langit, seperti hanya beberapa jengkal di atas kepala, tapi cahayanya lembut dan tak menyakiti kulit.

**********

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun