Mohon tunggu...
Syafriansyah Viola
Syafriansyah Viola Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil -

suka baca fiksi dan sekali-sekali....menulis!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nak, Negeri Ini Tak Butuh Pahlawan

12 November 2014   06:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:01 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_353584" align="aligncenter" width="640" caption="(sumber: http://shadowness.com/file/item9/388325/image_t6.jpg)"][/caption]

Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia! Merdeka, kekal dan abadi. InsyaAllah Tuhan memberkati kemerdekaan kita.

(Pidato penutup Soekarno usai pembacaan naskah teks proklamasi 1945)

Nak, negeri ini tak butuh pahlawan. Sudah terlalu banyak foto-foto pahlawan yang kau pajang di dinding-dinding kelas di sekolah itu. Bahkan, ada yang kau tak tau foto siapa yang kau pajang di dinding itu. Karena pahlawan adalah milik masa lampau. Dia sudah dibungkus waktu. Mereka tak lebih sebagai cerita pengantar tidur yang siap dibacakan menjelang mata mulai kantuk saja.

Nak, negeri ini tak butuh pahlawan. Sekali lagi, bapak katakan, negeri ini tak butuh pahlawan. Negeri ini butuh pangan. Butuh beras. Butuh makan. Ada 240 juta mulut yang ternganga setiap hari minta disuapi. Ingat, orang lapar cepat membuat revolusi!

Nak, kalau kau berkeras hati ingin melihat pahlawan. Itu, lihatlah disawah. Pahlawan itu bernama Petani. Lalu, pergilah kau ke pinggir pantai. Disana kau akan bertemu para pahlawan sedang menjaring ikan dibawah terik matahari. Mampirlah ke rumah sakit, ada banyak pahlawan yang berbaju putih-putih sedang menyuntik orang sakit. Disekolah-sekolah, para pahlawan tanpa tanda jasa mengajarkan anak-anak bagaimana menjadi pahlawan dimasa depan.

Nak, negeri kita ini belum merdeka. Merdeka dari apa, pak? Merdeka dari kemiskinan, Merdeka dari buta huruf dan kebodohan. Merdeka dari kelaparan. Merdeka dari wabah penyakit. Itu musuh yang harus kita perangi. Kita babat habis dari bumi pertiwi. Rawe-rawe rantas malang-malang putung! Barulah kau pekik “Merdeka atau Mati!”

Nak, negeri kita belum merdeka. Kenapa begitu, pak? Karena penentuan harga minyak dan gas bumi yang berlaku dinegeri ini mengabdi pada sistem pasar. Sistem pasar itu miliknya perusahaan multinasional. Kini harga itu ditentukan secara tidak langsung oleh perusahaan multinasional atas nama pasar. Besok, kau ke sekolah tak usah pake motor lagi. Sudah, jalan kaki saja. Bapak tak kuat beli minyak motor kau itu....!

Salam, Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun