PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK YANG RELIGIUS
DI ERA DIGITAL SEBUAH HARAPAN
Refleksi Peringatan Hardiknas Tahun 2023
Penulis : Syafrawadi
Hardiknas singkatan dari Hari Pendidkan Nasional. Ketika kita mendengar anonim tersebut atau ketika memperingati hardiknas tersebut maka kita akan terbayang sosok seorang Pahlawan Pendidikan Nasional kita yaitu Ki Hadjar Dewantara. Sedikit tentang biografinya, beliau ini lahir dari keluarga kaya Indonesia pada era kolonialisme Belanda. Â Kihajar Dewantara memiliki nama asli Raden Mas Soewardi, lahir dari pasangan Kanjeng Pangeran Harjo Soerjaningrat dan Raden Ayu Sandijah, Ki Hadjar Dewantara dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1889. Namun beliau dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan. Pada 3 Juli 1922 Raden Mas Soewardi mendirikan sekolah yang bernama "National Onderwijs Instituut Taman Siswa". Setelah mendirikan Taman Siswa, timbul keinginan untuk mengganti nama. Raden Mas Soewardi ingin supaya murid-muridnya menganggap beliau sebagai bapaknya sendiri. Sehingga dalam proses belajar mengajar di Taman Siswa terjalin hubungan kekeluargaan yang sangat erat.
Pada 23 Februari 1928, tepat di usia ke-40, beliau mengumumkan kepada masyarakat luas bahwa Soewardi Soerjaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Singkat cerita, Ki Hajar Dewantara kemudian diangkat sebagai Menteri Pengajaran Indonesia, yang sekarang dikenal sebagai Menteri Pendidikan oleh presiden Soekarno ketika itu. Kemudian berkat jasa-jasa beliau di bidang pendidikan maka beliau dianugerahi gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada, dan juga dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional serta setiap hari kelahiran beliau pun diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional setiap tanggal 2 Mei. Hari nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Bertolak dari kepres tersebutlah maka setiap tahun diperingati dengan ritual upacara bendera secara nasional. Dan beragam agenda seremonial untuk memeriahkannya selalu diselenggarakan. Terutama di lembaga-lembaga pendidikan baik itu sekolah negeri maupun swasta. Mulai dari kegiatan turnamen olahraga antar sekolah hingga kegiatan seni budaya daerah setempat. Kihajar dewantara merupakan sosok Guru yang religius. Dalam buku sang guru tergambar bahwa beliau dekat dengan Tuhan sang pencipta, seperti fatwa beliau di Taman Siswa "Neng, Ning, Ning, Nang. Filosofi ini dimaksudkan bahwa pendidikan itu harus dilakukan dengan tujuan untuk membentuk kepribadian yang religius. Sebab kepandaian dan kedalaman ilmu seseorang tidak akan pernah memiliki makna, jika tanpa didasari dengan keyakinan bahwa semua ilmu itu bersumber dari Gusti Allah.
Sebelum menjadi seorang guru, dari usia Sekolah Dasar beliau juga pernah belajar di pondok pesantren, juga bergabung dengan berbagai ormas  Islam ketika itu. Maka sudah barang tentu sang guru ini perilakunya akan senantiasa religius, tutur katanya yang sudah pasti mencerminkan seorang pendidik yang religius. Dan tingkat kepedulian dan sosial yang mencerminkan ukhuwah islamiyah diatara sesama pendidik dan muridnya ketika itu. Itu tergambar jelas dari filosofi beliau, bahwa keberhasilan pendidikan itu mesti didasari dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt, dan itu sangat sesuai dengan Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lantas dari rangkaian peristiwa dan kisah kehidupan Ki Hajar Dewantara tidak saja sekedar seorang guru beliau adalah tokoh dan Pahlawan Nasional di bidang Pendidikan yang sudah lama di nobatkan. Â Lantas pada hari ini sebagai seorang siswa atau mahasiswa, sebagai seorang guru atau tenaga pendidik yang sekaligus penerus amanah guru dari Ki Hajar Dewantara ini. Terbersit sebuah pertanyaan dalam diri kita, sejauhmanakah kira - kira porsi kereligiusan diri kita ? Semua itu akan beragam pendapat dan tanggapan kalau kita melihat tentang kondisi secara umum pada hari ini. Keberhasilan pendidikan tidak hanya dilihat sebatas nilai akademik yang diperoleh seorang peserta didik. Seorang guru yang memiliki akademik yang bagus bisa saja gagal menerapkan nilai yang bagus pada perilaku dirinya.
Pengertian religius dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bersifat religi atau keagamaan, atau yang bersangkutan dengan religi (keagamaan). Semakin merosotnya moral dan etika sopan santun. Baik itu oleh seorang murid atau guru tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi hari ini. Karena pola fikir generasi ini di bentuk dan di besarkan dalam pengaruh dunia digital hari ini. Semakin banyak interaksi dengan Handphon menjadikan manusia ini tidak peduli dengan lingkungannya. tidak ada rasa segan, rasa malu, rasa bersalah di hadapan orang lain. saya rasa semua ini sudah terasa bagi sekalian pembaca tulisan saya ini. Tidak tertutup juga hal ini terhadap guru di zaman now ini. Contoh kecilnya saja, guru lengah dengan Handphonnya dan kurang peduli dengan para anak didiknya padahal sedang ada proses belajar mengajar.
Hal tersebut akan menjadi gambaran kondisi pribadi baik itu guru atau murid sudah terpengaruh perkembangan teknologi ini secara umum. Ketika dimanfaatkan untuk kebaikan, maka teknologi akan menghasilkan manfaat kebaikan juga, sebaliknya apabila digunakan untuk hal yang salah maka hasilnya tentu saja akan merugikan diri sendiri bahkan orang lain. Contoh kecil perubahan pakaian guru masa kini yang rata-rata kaum milenial akan jauh berbeda dengan pakaian Nasional yang sudah ditentukan. Mungkin ukuran yang tidak standar, model yang kurang pantas, akan tetapi itu sudah menjadi hal biasa. Begitu juga para peserta didik disamping sopan santun dan cara berbicara dan komunikasi dengan guru sudah mulai dipengaruhi oleh kebiasaan tontonan mereka di Handphon. Misalnya kata-kata jorok, kata kasar dan bentuk bahasa kurang sopan lainnya. Semua itu terjadi karena kebiasaan sehari-hari dan interaksi sehari-hari dengan peralatan digital tak lain Hanphon juga. Inilah yang disebut "mereka dituntun oleh apa yang mereka tonton"
Kalau dipaparkan secara sfesifik, barangkali tidaklah etis dan menjadi teralu panjang dalam artikel ini. Silakan saja kita masing-masing melihat lingkungan sekitar. Perhatikan lingkungan sekolah disekitar kita. Karena itu juga tanggung jawab kita sebagai manusia terlahir di Bumi Allah ini. Tidak usah terlalu jauh, bisa saja dalam keluarga kita semua yang diuraikan tadi terlihat oleh kita. Sebenarnya sederhana saja persoalnnya dengan syarat mari mengakui kesalahan kita masing-masing dan kembali kepada apa yang disebutkan sang guru  Kihajar Dewantara yaitunya Pendidikan Religius. Agama yang mengatur segalanya. Jika agama sudah kita tanamkan dalam diri kita maka semua sisi-sisi negatif teknologi akan dapat kita atasi.
Mari sejenak kita berbalik ke zaman 80an hingga 90 yang media hari itu hanya sebatas televisi TVRI dan Radio serta Surat kabar yang masih di bawah kontrol wajar pemerintah ketika itu. Jarang dijumpai buku -buku porno, film yang berbau pornografi, mungkin juga ada ketika itu, tetapi tidak semudah hari ini mengakses benda-benda haram tersebut. Di zaman saya masih SD hingga SLTA. Walaupun juga mulai terasa ada pergeseran-pergeseran nilai ketika itu, tetapi tidak separah hari ini dengan berbagai kemajuan yang kita sebutkan tadi. Sekarang dengan sebuah jari ditangan di pencet dari Handphon dari dalam kamar, dan berawal dari chat dan telponan, video call. Nah di sinilah terjadi awal pergaulan generasi kita menjadi kacau. Semua perbuatan dibantu dan dimudahkan oleh teknologi. Kalau tidak ada langkah kongkrit masing-masing kita, maka ke depan bisa saja akan semakin parah lah kondisi generasi kita. Walaupun itu bukan harapan kita, tetapi itulah bentuk ke khawatiran kita.
Dihari Pendidikan Nasional ini, alangkah baiknya kita merenungkan berbagai paparan yang saya sampaikan tadi. Marilah kita resapi apa yang di patwakan oleh sang guru nasional kita. Seperti maksud dari Filosofi beliau bahwa pendidikan itu harus dilakukan dengan tujuan untuk membentuk kepribadian yang religius. Sebab kepandaian dan kedalaman ilmu seseorang tidak akan pernah memiliki makna, jika tanpa didasari dengan keyakinan bahwa semua ilmu itu bersumber dari Gusti Allah.
Maka dari itu mari kita kembali kepada Allah baik itu kita sebagai orang tua dari peserta didik, guru dan peserta didik itu sendiri. Karena perilaku, tutur kata kita, berpakaian kita yang tidak sopan (terlihat aurat), sudah jelas di murka Allah SWT. Maka marilah selamatkan diri dan keluarga kita dari Api Neraka seperti firman Allah dalam Surat Attahrim ayat 6 : Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.Â
Selanjutnya mari kita segera bertobat bertobatlah kita kepada Allah swt. Sesuai firman Allah swt dalam surat At Tahrim ayat 8 : Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, ...
Penekananannya adalah pada diri dan pribadi kita semua tidak terbatas pada guru-guru saja, keluarga kita sebagai orangtua dan pemerintah sebagai penangung jawab. Jika semua unsur tersebut sudah menanamkan perilaku religi dimaksud tadi, maka setiap perilaku kita, perkataan, penampilan dan sebagainya yang ada dalam diri kita akan mencerminkan pribadi yang religius tersebut. Harapan kita Semoga dunia pendidikan ke depan akan semakin membaik dan sesuai dengan Pancasila sila pertama yaitu berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Daftar pustaka :
https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Pendidikan_Nasional#cite_note-1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H