Mohon tunggu...
Syafira Qisty
Syafira Qisty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Be Multitalent

Selanjutnya

Tutup

Film

"Brave", Salah Satu Film Pematah Stereotip terhadap Perempuan

16 Januari 2022   14:45 Diperbarui: 16 Januari 2022   16:03 4096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : Disney Pixar via Pinterest

Film Disney banyak menceritakan tentang karakter seorang Putri yang tentunya sangat disukai anak-anak dan tidak memustahilkan bahwa orang dewasa juga banyak yang menyukainya. Film-film Disney yang menceritakan karakter seorang putri tersebut kebanyakan menggambarkan potret yang dangkal tentang perempuan, yakni sebagai putri-putri yang tidak berdaya, yang sangat percaya bahwa para pria akan membawa mereka pergi dan hidup bahagia selamanya dalam kebahagiaan pernikahan. Para putri Disney selalu digambarkan cantik tapi tidak sombong, suka bekerja keras namun selalu membutuhkan penyelamatan dari laki-laki. Tokoh-tokoh Disney secara tersembunyi memberikan pesan anti feminisme dan mengatakan bahwa perempuan harus bergantung pada laki-laki demi kebahagiaan mereka. Ide kuno ini semakin dikuatkan dengan menampilkan tokoh laki-laki dan perempuan dengan sifat-sifat feminin dan maskulin.

Jika hal ini terus menerus terjadi dan tidak adanya "gebrakan", maka stereotip kepada perempuan akan selamanya lestari seperti yang sudah disebutkan diatas yakni dikarakterkan seperti stereotip bahwa laki-laki kuat sedangkan perempuan lemah, laki-laki rasional sedangkan perempuan emosional, laki-laki tegas sedangkan perempuan ragu-ragu, laki-laki tidak sabar dan egois sedangkan perempuan sabar dan lembut. Maka perempuan akan selamanya akan terdampak peran persamaan gender yang selama ini digaungkan.

Tahun 2012, Pixar Animation Studio bekerjasama dengan Walt Disney Pictures sekali lagi merilis film bertema putri, Brave. Beberapa review memuji munculnya Merida sebagai bentuk baru seorang putri. Pixar dipuji karena telah mencontoh kesuksesan Disney dalam memproduksi film-film dengan tema putri. Namun, tidak seperti kebanyakan putri Disney yang anggun dan feminin, Merida adalah sosok yang heroik, lincah, bahkan pemberontak.

Brave sendiri menceritakan tentang seorang putri yang Bernama Merida. Merida adalah seorang putri berambut merah yang hidup di sebuah kastil di Skotlandia. Ibunya adalah seorang ratu bernama Elinor dan berusaha mengajari Merida menjadi putri sejati, meski dia tidak menginginkannya. Merida sangat kesal sehingga dia lari ke sebuah rumah penyihir dan dia membuat sebuah kue bermantra yang diberikan kepada Elinor. Setelah memakannya, Elinor menjadi binatang buas dan Merida harus mengubah kembali ibunya. Merida ingin dirinya bebas dan ibunya berhenti mengatur hidupnya.

Tokoh Merida merupakan salah satu contoh produk budaya hasil proses standardisasi. Standardisasi terlihat ketika Pixar memilih tokoh putri untuk diceritakan. Standarisasi juga terlihat dari pemilihan konflik yang masih bertema hubungan-hubungan sesama manusia, seperti mengaitkan tokoh putri dan konflik perjodohan serta membahas konflik dalam keluarga yang selalu dibahas oleh Disney. Proses standardisasi ini akhirnya mengakibatkan Brave tidak bisa lepas dari stereotip-stereotip perempuan yang selalu dibawa Disney. Namun dengan rasa percaya diri, kegigihan dari tokoh Merida sendiri, Film Brave berhasil mematahkan stereotip terhadap perempuan yang sering berkembang sejak dahulu. Walaupun awalnya tokoh Merida mendapat tekanan-tekanan dari perempuan yang pro-stereotip, yakni ibunya sendiri, tetapi tokoh Merida dapat mengatasi itu semua berkat rasa percaya diri dan  kegigihannya dalam menangkis stereotip orang tuanya terutama ibunya tersebut.Tokoh Merida sangat menggambarkan perempuan saat ini, bahwa perempuan juga mempunyai kemampuan, tidak lemah berdaya, bebas. Bebas dalam artian tidak mau dikekang tetapi tidak menyalahi kodrat.

 

Representasi perempuan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Alycia Putri dan Lestari Nurhajati dalam artikelnya yang berjudul Representasi Perempuan dalam Kukungan Tradisi Jawa pada Film Kartini karya Hanung Bramantyo (2020), seorang perempuan perlu bebas atas segala bentuk ketidakadilan gender antara perempuan dengan laki-laki agar tidak terjadi lagi ketidakadilan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun