Dunia internasional bagaikan sebuah panggung sandiwara besar. Setiap negara merupakan actor yang sedang memainkan perannya masing-masing. Namun, bagaimana kita dapat memahami scenario yang sedang berlangsung ini? Dua sudut pandang yang berbeda akan menghadirkan pemikiran dan hasil yang unik: Kontruktivisme dan Marxisme. Kontruktivisme, dengan penekanannya pada bagian kontruksi social yang mengajak kita untuk dapat melihat bagaimana ide dan identitas membentuk realitas dalam dunia internasional. Sementara itu, Marxisme dengan focus pada perjuangan kelas dan eksploitasi ekonomi memberikan lensa kritis terhadap bagaimana cara kita melihat tatanan dunia yang ada. Dalam makalah ini, kita akan membahas terkait dua sudut pandang yang berbeda untuk dapat memahami bagaimana ke kompleksitas-an tatanan dunia.
- Kontruktivisme
Alexander Wendt, salah satu tokoh utama dalam teori hubungan internasional kontruktivisme bahwa teori ini mengandung dua dua inti dasar yaitu "Struktur Hubungan Manusia Ditentukan oleh Gagasan Bersama" dan juga "Identitas dan Kepentingan Aktor Terkonstruksi". Dimana disini Alexander Wendt menjabarkan  bahwa struktur hubungan antarnegara tidaklah ditentukan oleh factor material seperti kekuatan militer atau sumber daya alamnya, namun melalui gagasan atau ide bersama yang diyakini oleh kelompok-kelompok.Â
Secara garis besar Alexander menyatakan jika struktur hubungan antarnegara tercipta melalui proses social dan pribadi. Misalnya pada konteks hubungan internasional, gagasan pertama ini sudah terkonstruksi oleh sejarah dan tradisi social. So, bagaimana negara-negara berinteraksi dan dapat memahami satu sama lain tidak hanya karena persoalan militernya saja, namun juga dapat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan bersama seperti isu perdamaian, stabilitas internasional dan isu hak asasi manusia. Sedangkan pada inti dasar kedua yaitu identitas dan kepentingan actor terekontruksi maksudnya adalah misalnya dengan identitas suatu negara dapat berubah karena pemaknaan yang berbeda dari actor lain, dimana hal ini disebut dengan pembentukan identitas kolektif. Kepentingan suatu actor dalam hubungan internasional turun terekonstruksi dengan identitasnya. Actor tidak dapat mengetahui apa yang akan diinginkannya hingga ia memahami identitasnya.
Pada case ini kaum kontruktivis menolak opini kaun neo-realis terkait dampak sistem anarki terhadap perilaku actor internasional. Dimana pada sistem anarki dikatakan tidak adanya otoritas pusat untuk mengatur interaksi antarnegara dan kaum neo-realis percaya bahwa karena adanya sistem anarki maka negara-negara akan bersikap defensive dan berusaha untuk meningkatkan kekuatan militernya. Lain hal-nya degan pemikiran kaum kontruktivis yang mengatakan jika anarki dapat dimaknai secara berbeda oleh negara-negara yang berbeda pula, tergantung dalam konteks sejarah dan kehidupan social mereka. Kontruktivis percaya jika perilaku actor internasional tidakl semata-mata ditentukan oleh kondisi anarkis yang sangat berkebalikan dengan cara pandang kaum neo-realis. Â
Seperti contoh pada salah satu negara didunia yang menganut paham kontruktivisme ini yaitu, Cina. Saat ini Cina tidak hanya ditandai dengan pertumbuhan ekonominya yang kuat, namun Cina juga berupaya untuk merekonstruksi citra diri sebagai pemimpin yang bertanggung jawab di panggung dunia seperti dengan mempengaruhi norma-norma internasional dan juga membangun hubungan entah itu bilateral ataupun multilateral dengan negara lain . cina menciptakan jaringan norma serta nilai yang mendukung kepentingan strategisnya, misalnya pada saat kunjungan Presiden Xi Jinping ke Balkan, I menekankan pada komitmen Cina terhadap stabilitas regionalnya sembari menghormati sejarah hubungan antara Cina dan Balkan. Hal-hal diatas menunjukkan terkait fenomena yang kompleks dan melibatkan antara kekuatan material dan ide-ide normative dalam konteks global.
- Marxisme
Karl Max sebagai tokoh dalam teori ini menjelaskan jika masyarakat modern terbagi atas dua kelas yaitu kaum borjuis dan kaum prolektar. Kaum  borjuis adalah kelas yang memiliki atau pemilik modal sedangkan kaum prolektar adalah kelas yang tidak memiliki modal yang hanya mampu menjual jasa atau tenaga kepada kelas borjuis. Menurut pandangan Karl Max permasalaahn  social dan politik yang timbul adalah dari struktur ekonomi yang tidak adil, dimana menurutnya sistem kapitalis global makin memperburuk kondisi ekonomi dan social bagi kelas buruh yang ada di seluruh duni. Sistem free trade bebas digunakan oleh kelas borjuis untuk memperluas ken dali ekonomi mereka atas negara-negara lain  yang berakibat pada perbedaaan ekonomi antarnegara semakin jelas.
Marxisme pada bidang hubungan internasional merupakan pandangan yang menekankan pada aspek ekonomi, pandangan ini berfokus pada pembagian kelas-kelas dalam masyarakat dan menjelaskan bagaimana sistem kapitalisme memicu adanya kesenjangan social. Dalam teori ini juga menganggap jika negara merupakan salah satu penghambat untuk tercapainya kesejahteraan individu, dimana focus utama nya adalah bagaimana kaum prolektar bisa melawan kaum borjuis. Marxisme berprinsip jika semua orang setara dan tidak ada pembagian kelas, dan hanya akan ada satu partai yaitu partai komunis yang berfungsi sebagai pemegang kendali atau kontrol atas segala aspek kehidupan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.
Marxisme muncul sebagai kritik terhadap adanya realism dan liberalism dimana dua teori tersebut menurut marxisme hanya berfokus pada motif politis dan kepentingan nasional individual, padahal menurutnya konflik kelas merupakan aspek terpenting pada kehidupan manusia.Â
Tak hanya pada skala kelas negara namun marxisme juga mengatakan jika pada dunia internsional pun sama, negara-negara kapitalis maju akan pergi dan melakukan eksploitasi terhadap negara-negara yang sedang berkembang demi mencari keuntungan berlebih bagi kelas penguasa. Teori ini melihat jika free trade hanya digunakan oleh negara-negara maju untuk memperkuat dominasi mereka atas negara-negara yang sedang berkembang, hal tersebut yang menyebabkan negara-negara berkembang tersebut bergantung pada negara maju entah itu dalam hal ekonomi maupun politik.
Pada era kotemporer saat ini, mencari negara yang murni menganut paham marxisme merupakan hal yang sulit, namun terdapat beberapa negara yang mengambil intisari dari paham marxisme dan mengadaptasinya dalam sistem politik dan ekonomi negara tersebut, contohnya negara Vietnam. Vietnam melakukan transisi dari  ekonomi terencana menuju ekonomi pasar sosialis, hal tersebut terdapat beberapa tantangan yang dihadapi seperti ketimpangan ekonomi antara daerah perkotaan dengan perdesaan, lalu juga isu-isu terkait korupsi. Namun, hal tersebut tak menjadikan paham pada negara ini gagal, justru Vietnam tetap eksis dengan berhasil menjalani transformasi berfokus pada struktur ekonomi dan perjuangan kelas kelas sosial sebagai pendorong utama dalam dinamika global besar dan tetap setia untuk menganut prinsip ini. Dalam hal ini, Vietnam merupakan salah satu negara yang memberi contoh dan bukti nyata bagaimana ideologi yang diyakini dapat menghadapi tantangan pada era mode
Pada pembahasan kali ini kita menemukan dua perspektif yang memberikan pemahaman berbeda terkait bagaimana dunia dapat berfungsi. Paham kontruktivisme menekankan pada petingnya ide, identitas, dan norma dalam membentuk interaksi antarnegara, sedangkan paham marxisme berfokus pada struktur ekonomi dan perjuangan kelas sebagai pendorong utama dalam dinamika global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H