Bandara Soekarno Hatta terpantau ramai. Kondisi berdesak-desakan di satu titik akibat kembalinya band terkenal asal Ibukota yaitu SaturDay. Mereka baru saja kembali dari konser mereka di Bali. Kerumunan itu berada di depan coffee shop terkenal yang menyajikan coffee serta donat. Terlihat kerumunan itu berjarak sekitar 10 meter dari coffee shop tersebut, jarak tersebut bisa dibilang sebagai privacy space agar idola mereka nyaman dan tidak terganggu.
Kilatan cahaya timbul dari berbagai sudut. Memotret setiap pergerakan sang idola. Jendra, Saldi, Yongki, Wimbi, dan Dwiki terlihat tidak mempermasalahkan. Tapi tidak dengan petugas bandara yang menghentikan aksi jepret-menjepret itu dan meminta para fansite untuk mengambil video saja. Lagipula ini tempat umum, dan di dalam coffee shop terdapat banyak pengunjung. Petugas takutkan pengunjung lain menjadi kurang nyaman.
Jendra nampak menguap beberapa kali. Ia melepas kacamatanya dan mengucek matanya dengan tidak santai masih dalam keadaan menguap. Yongki yang melihat itu langsung dengan sigap menutup mulut Jendra dengan tangannya, takut muka nguap Jendra barusan dijadikan meme oleh para fans.
Di depan mereka terdapat sesosok yang bertubuh pendek yang nampaknya diam saja tak bergeming. Sosok itu tetap diam dan menundukkan kepala walaupun namanya sudah dipanggil berulang kali oleh mbak kasir yang tepat di hadapan muka. Refleks, Jendra menepuk pundak sosok yang tingginya hanya sedagunya itu. Sosok itu terperanjat kaget. Dalam hitungan detik, matanya langsung secepat kilat bertemu dengan lensa tipis Jendra. Sorot matanya yang menunjukkan keterkejutan sekaligus ketakutan membuat Jendra kaget.
Yongki yang menyaksikan semuanya langsung mengambil alih. "Pesanan lo." ujarnya sembari menunjuk mbak kasir yang hidungnya sudah kembang kempis dengan dagunya. Sadar akan situasi, sosok tersebut langsung memberikan kartu yang selama ini ada di genggamannya. Genggamannya akan kartu itu begitu kuat hingga Jendra dan Yongki bisa melihat bekas luka di tangan sosok tersebut akibat memegang kartu hitam itu terlalu lama. Atau mungkin digenggam terlalu kuat. Tapi mengapa?
Satu demi satu pertanyaan hadir di benak Jendra. Semakin lama ia memerhatikan sosok itu, semakin ia penasaran akan apa yang telah dialami oleh sosok di hadapannya ini. Tas kumel, kaos hitam, rompi tebal, jaket laki-laki usang, masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya, earphone merah yang disumbat di kedua telinganya, tangan penuh luka, tatapan dan pikirannya yang kosong, raut wajah yang ketakutan, dan bahasa tubuhnya yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang mengintainya.
Jendra melihat sekeliling. Yang didapatinya hanyalah teriakan fansnya serta ya wajah-wajah fans beserta petugas bandara. Tak ada yang mencurigakan.
"Tolong."
Jendra membulatkan matanya, ia tak salah dengar kan? Dirinya langsung memandang Yongki yang sedang memandanginya juga. Raut wajah Yongki juga sama terkejutnya dengan dirinya. Mbak kasir pun sama. Mereka bertiga berbarengan memandang satu-satunya objek yang menjadi sumber suara tersebut. Sosok ini.
"Maaf?" tanya mbak kasir, meminta pengulangan.
"Bolong. Paperbagnya bolong." koreksi sosok itu dengan nada rendah sambil menunjuk paperbagnya yang benar saja bolong.
Mbak kasir segera mengganti paperbag dan langsung memberikan pesanan sosok yang Jendra yakini sebagai perempuan itu. Sebelum melangkah jauh, sosok ini membungkuk sekilas menghadap mbak kasir, lalu ke Yongki, dan terakhir ke Jendra. Cepat sekali. Lalu sosok itu pergi ke arah kanan, meninggalkan semua orang dengan tanda tanya.
Jendra tertegun. Masih mencoba mencerna semua clue yang secara tidak langsung gadis itu berikan. Namun, untuk apa?
Jendra segera menghapus semua pertanyaan yang ada di benaknya. Toh bukan lagi urusannya. Ia mulai mengatakan pesanannya kepada mbak kasir dan setelahnya ia berbincang dengan Yongki.
20 detik kemudian, terdengar suara tembakan tepat dari telinga kanan Jendra.
Ia langsung terjongkok. Telinganya langsung ditutup. Matanya terpejam kuat. Tapi tiba-tiba, nafasnya tercekat. Matanya seketika melebar. Tangannya yang otomatis menutupi telinganya kini perlahan menurun. Ia perlahan menoleh ke arah kanan, arah dimana suara tembakan itu berasal.
Nafasnya tersenggal. Matanya terbelakak. Mulut Jendra sedikit terbuka. Dilihatnya sosok dengan tas kumel yang sangat familiar, baru beberapa saat yang lalu ia lihat. Itu tas yang sama dengan gadis aneh di depannya.
Tubuhnya terguncang hebat. Kakinya gemetar. Alhasil ia jatuh terduduk, masih memandangi tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan donat yang berserakan serta minuman yang bersimbah. Bercak merah pun ada dimana-mana. Tangan Jendra gemetar. Ia tak sanggup melihat ini, tak ada yang sanggup.
Tak lama, tangan gadis itu bergerak. Teriakan semua orang menggelegar karenanya. Jendra berusaha waras. Ia memfokuskan lensanya pada sosok yang lemah tak berdaya itu. Jemari gadis itu membentuk simbol pistol lalu di arahkan ke lapangan parkir dimana terdapat salah satu mobil yang pergerakannya sudah mulai menjauhi bandara.
Sesaat setelahnya, tangan kurus penuh luka itu pun terjatuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H