Mohon tunggu...
Syafiq Basri
Syafiq Basri Mohon Tunggu... -

Blogger, penulis, communication consultant.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Akhirnya Ada Mendikbud Bukan Mendiknas: Anies Baswedan  

30 Juni 2015   19:18 Diperbarui: 16 November 2015   06:19 6638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_345323" align="aligncenter" width="512" caption="Mendikbud berdiskusi tentang seni dan budaya Bali dengan Maestro I Nyoman Gunarsa, di Galeri Nyoman Gunarsa, Bali 5/06/2015"][/caption]Mendikbud berdiskusi tentang seni dan budaya Bali dengan Maestro I Nyoman Gunarsa, di Galeri Nyoman Gunarsa, Bali 5/06/2015 (Foto: Rizal).

Ada yang beda di Galeri Nasional, Jakarta. Suasana berbeda itu terasa, sejak Anies Baswedan berkali-kali berkunjung ke galeri itu.

Lama sudah pecinta seni dan budaya di negeri ini, yang mengerti nilai pentingnya galeri itu, tidak melihat pejabat tinggi yang peduli pada kegiatan budaya kita. Dan kini, mereka boleh lega, seperti saya dan mungkin Anda yang baca ini.

“Akhirnya ada Mendikbud yang memperhatikan kebudayaan,” gumam saya dalam hati ketika melihat Mendikbud bolak-balik datang ke galeri di Jalan Medan Merdeka Timur itu, meski ia baru jadi Mendikbud sekitar tujuh bulan saja. Dan, sejak masih rektor, Anies sudah menjadi partner dalam berbagai kegiatan seni, termasuk pameran lukisan Raden Saleh di tahun 2012 di Galeri Nasional. Dia bersama Goethe Institute ikut terlibat dalam penyiapan dan penyelenggaraan pameran besar itu.

Seperti saya dan banyak dari kita barangkali, Kepala Galeri Nasional dan beberapa budayawan yang hadir dalam berbagai acara di sana juga bereaksi serupa: ‘Akhirnya (ada Pak Anies), setelah lebih dari lima tahun ini tidak pernah ada Mendikbud yang mendatangi Galeri Nasional.’

Anies bukan saja ke Galeri Nasional, ia juga sering berkunjung dan menonton pementasan-pementasan di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Ayah empat anak itu juga menikmati berbagai acara seni dan budaya, bukan sekedar membuka acara atau hadir karena tugas resmi. Anies sekeluarga, beberapa waktu yang lalu, juga sama-sama menonton pentas wayang orang dari Sri Wedari (Solo) yang dipentaskan di TIM.

Sejak Anies jadi Mendikbud nuansa sastra juga hadir dalam setiap upacara. Pidato Mendikbud itu penting, karena naskahnya dibacakan oleh inspektur upacara di seluruh Indonesia. Jujur saja, selama ini pidato Mendikbud di peringatan Hari Guru, Sumpah Pemuda, Hardiknas atau peringatan-peringatan hari besar lain biasanya, maaf, membosankan. Isinya hambar, dan terasa sekali nuansa birokratisnya. Padahal pidato Mendikbud itulah yang jadi naskah untuk dibaca oleh semua inspektur upacara baik menteri lain, gubernur, bupati, hingga ratusan ribu kepala sekolah di seluruh Indonesia.

Tapi naskah pidato yang ditulis sendiri oleh Anies beda. Isinya selalu penuh nyala kebangsaan, ada ‘sengatan’, ada motivasi, ajakan yang menggerakkan. Ada kekuatan juang di setiap pidatonya. Bahkan saat upacara Hari Pendidikan Nasional Mei lalu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) membacakan pidato itu hingga hampir menangis karena terharu. Bagi yang penasaran silakan baca salah satu pidato Mendikbud Anies (lihat: Sambutan Mendikbud pada Hardiknas 2015)

Itu sekadar menunjukkan bahwa dengan prosa puitiknya Anies telah mengembalikan Amanah Inspektur Upacara jadi pidato yang membawa makna, bukan sekadar asal-ada, formalitas kosong atau basa-basi. Anies membuat kebiasaan baru, sepanjang inspektur membaca naskah pidato maka semua menyimak dengan khusuk dan ikut memikirkan kalimat-kalimat yang diucapkan. Anies menghadirkan nuansa sastra di upacara-upacara di sekolah-sekolah itu. Sehingga harus diakui, ini jadi ‘benchmark’ baru, sekaligus sebagai pengingat buat semua guru tentang kuatnya peran kata-kata. Sesuatu yang sudah hampir punah di sekolah-sekolah kita.

Ada cerita khusus. Kira-kira awal tahun ini, sekitar 500 pejabat tinggi dan beberapa eselon di bawahnya di Kemdikbud dikumpulkan. Saat itu Anies mengundang dua seniman beken asal Bandung, Aat Suratin dan Iwan Abdurrahman, musisi Bandung yang juga pengarang lagu-lagu Bimbo sampai ‘Burung Camar’-nya Vina Panduwinata. Seniman yang populer dengan sebutan Abah Iwan itu diundang untuk menyanyi dan bertutur tentang kebudayaan.

Yang menarik saat sambutannya, Anies mengungkapkan alasan mengapa ia khusus mengundang dua budayawan itu untuk bicara di depan jajaran birokrasi. Ia mengatakan bahwa, Kemdikbud ini harus mengubah paradigma siswa berprestasi. Ucapannya kira-kira begini: ‘Di sini ada ruangan bernama Aula Insan Berprestasi, tempat foto-foto pelajar berprestasi dipampang. Saya perhatikan satu-satu. Semua prestasi bidang science, kenapa tidak ada foto pelajar berprestasi bidang  sastra, tari, lukis, musik, patung? Ini cara pandang yang harus diubah. Pemerintah tidak boleh ikut-ikutan menganggap bahwa prestasi pelajar itu hanya di bidang science.’

Anies lalu menjelaskan panjang lebar betapa pentingnya menumbuhkan "rasa" pada anak-anak. Dia akhiri dengan mengatakan, “Ingat, pendidikan adalah bagian dari Kebudayaan.”

Program Baru: Belajar Bersama Maestro 

Anies juga menggagas program Belajar Bersama Maestro (BBM). Sebuah kegiatan yang mengumpulkan siswa-siswa berpotensi bidang seni untuk magang, nyantrik, pada Maestro selama masa liburan. Di awal program ini, banyak maestro ternama yang bersedia ‘ditumpangi’ rumahnya oleh para siswa selama liburan, seperti seniman tari Irawati Durban, aktor teater Aditya Gumay, musisi Purwacaraka dan Gilang Ramadhan, serta pematung I Nyoman Nuarta, Mang Udjo, penari Didik Nini Thowok dan masih banyak lagi.

 

Para maestro seni ini akan menjadi mentor bagi siswa-siswi dalam mempelajari kesenian dan kebudayaan. Nantinya, siswa-siswa terpilih dari seluruh Indonesia yang tinggal beberapa hari di rumah rumah para maestro pada masa liburan sekolah. Satu maestro akan mengasuh sekitar 10 orang siswa sekaligus. Anies menginginkan cara ‘nyantrik’ seperti ini bisa jadi gerakan yang bisa dilakukan di daerah-daerah, bersama seniman dan budayawan di berbagai daerah di Tanah Air.

Bila sedang pergi ke sebuah kota, Anies tak jarang juga mampir ke rumah budayawan, seniman atau ke workshop-nya. Seperti waktu di Bali, dia mampir di rumah yang juga Museum Seni Nyoman Gunarsa di Klungkung. Dia khusus hampiri pelukis Hanafi, datangi dan diskusi panjang dengan Pelukis Sunaryo di Selasarnya di Dago Pakar, Bandung. Dia mungkin adalah menteri pertama yang ngobrol tentang budaya di kampung budaya di Celah Celah Langit (CCL) Bandung. Dialog kebudayaan yang merakyat itu dipandu oleh Iman Sholeh, dan berlangsung hingga dini hari.

[caption id="attachment_345323" align="aligncenter" width="512" caption="Mendikbud mengunjungi Museum Seni Nyoman Gunarsa, Klungkung Bali, 5/06/2015; (Foto: Rizal)"]

[/caption]

Beberapa waktu yang lalu, ia juga mengumpulkan para seniman dan budayawan. Secara khusus mereka diminta untuk terlibat dalam pengembangan pendidikan seni di sekolah-sekolah, yang menurut Anies sudah terbengkalai. Berkumpullah lebih dari 30 seniman terkemuka, seperti Taufiq Ismail, Hardi (pelukis), Sardono W Kusumo, Romo Mudji Soetrisno, dan banyak lagi lainnya. Di akhir diskusi, salah satu peserta mengatakan, ‘Pertemuan ini bisa masuk MURI, rekor terlama Mendikbud berdiskusi dengan seniman. Sebelum ini biasanya menteri yang hadir cuma basa-basi di pembukaan acara, terus ditinggal.’

Memang Anies terlanjur dikenal sebagai "orang pendidikan". Seorang kawan pernah berkomentar, Mendikdbud kurang nyeleneh. Menurut saya, bukan soal nyeleneh tapi mungkin ini pengingat agar Anies kembali lebih banyak bicara di Media Sosial (Medsos). Sejak menjadi Mendikbud nampaknya Anies tidak sempat lagi bertwitter walau sesungguhnya sudah sejak 2011 Anies sempat aktif di Twitter (dan juga Facebook). Banyak cerita dan inspirasi yang ditebarkannya lewat Twitter waktu itu, sebagaimana pernah saya tulis di buku tentang Tweets Anies. Seperti ditayangkan di Kompas.Com, alasan terbanyak orang mengikuti akun Anies adalah karena mayoritas tweet Anies sangat menggugah, serta penuh optimisme dan inspirasi.

 

Mungkin Anies perlu aktif di Medsos lagi agar lebih banyak khalayak, khususnya kaum Netizen, memetik pemikiran dan inspirasinya apalagi terlalu banyak kegiatan kebudayaan dan pendidikan yang tak (sempat) dikabarkan oleh media massa (old media). Sedikit atau banyak, yang jelas bila kita dengar langsung pikiran-pikiran Anies maka kontan akan terlihat bahwa ia justru ingin mengembalikan semangat pendidikan dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan.

Anies paham bahwa Kebudayaan itu bukan sebatas kesenian. Di antara bukti kedekatannya dengan kebudayaan, selain pendidikan, adalah dengan melihat ke kediaman Anies. Bila Anda berkunjung ke rumahnya, dijamin Anda akan merasakan nunansa yang unik, tempat ia meng(k)ombinasikan tradisi Jawa abad 18 dengan efisiensi penggunaan ruang modern. Rumah di Jakarta Selatan itu penuh dengan pesan-pesan budaya. Meski Anies bukan arsitek, ia bisa bicara panjang lebar tentang rumah, budaya dan kebudayaan. Dia fasih bicara bagaimana bangunan rumah itu bisa membentuk perilaku, mengonstruksi kebiasaan, hingga menjadi kebudayaan. Saya pikir, harusnya sesekali dia bicara di depan publik soal ini.

[caption id="attachment_345323" align="aligncenter" width="512" caption="Menikbud Anies Baswedan saat mengunjungi Museum dan Situs Purbakala Sangiran, Sragen Jawa Tengah, 26/02/2015" (Foto: M. Chozin)]

[/caption]

Fakta yang Akurat.

Saya sebenarnya tidak berencana menuliskan ini semua, sampai beberapa hari lalu, ada wartawan yang menulis -- dengan bahan informasi tak lengkap dan jauh dari akurat -- di sebuah surat kabar, bahwa Menteri Anies tidak mem(p)erhatikan kebudayaan. Saya pikir itu kesimpulan gegabah. Jika ada yang tidak dengar Anies bicara soal kebudayaan, bukan berarti Mendikbud itu tidak bicara kebudayaan. Seorang penulis, apalagi wartawan profesional di media arus utama, harus menulis faktual, melakukan check and recheck, dan mencari data dan fakta yang akurat sebelum membuat kesimpulan.

Karena itu saya jadi terpanggil untuk meluruskan dengan menulis paparan ini. Bukan bertujuan memuji Anies, karena kita harus jaga kekritisan, tetapi karena ada orang yang menulis tanpa mendasarkan pada fakta maka kita harus meng(k)oreksinya. Jelas, jika diperhatikan berdasarkan fakta, kita bisa melihat bahwa justru sekarang inilah kembali ada Mendikbud yang serius memperhatikan soal kebudayaan.

Meski baru jadi Mendikbud setengah tahun lewat, penggagas gerakan Indonesia Mengajar itu telah membuncahkan harapan baru bagi aspirasi dan gerakan seni dan budaya. Arah awalnya sudah benar, kita sekarang akan lihat bagaimana Anies menjalankannya di bulan-bulan dan tahun-tahun ke depan. Saya pribadi percaya Anies akan bisa mendorong kemajuan itu. Jadi maju terus, kembangkan Pendidikan dan Kebudayaan, dan ingat kata-kata Anies sendiri yang ditulis di Twitter beberapa tahun yang lalu, Pemimpin yang tulus itu dipuji tak terbang, dicaci tak tumbang.

Selamat bekerja Anies. Kami tahu perjalanan masih panjang dan berliku, tapi keikhlasan dan semangat Anda dalam berjuang demi anak-anak bangsa meyakinkan kami bahwa ‘they are in good hand’.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun