Indonesia masih menghadapi masalah ekonomi yang berkepanjangan, pengangguran, dan pendapatan yang rendah. Masalah kemiskinan masih belum bisa teratasi dan menjadi masalah serius yang perlu diperhatikan. Masalah tersebut, tentunya memiliki dampak dan pengaruh terhadap kebutuhan para warga masyarakat, khususnya kebutuhan pokok pada tempat tinggal. Para masyarakat kebanyakan masih mencari tempat tinggal atau membangun rumah dengan kemampuan seadanya sehingga tumbuh berkembang rumah-rumah yang tidak layak huni.
Pasalnya, rumah adalah salah satu faktor penentu kesejahteraan warga masyarakat. Rumah merupakan kebutuhan pokok yang harus dimiliki selain sandang dan pangan. Rumah sebagai tempat berlindung, mempertahankan hidup, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan kondisi masyarakat yang masih memiliki kondisi rumah tidak layak huni, tentunya dapat menghambat fungsi rumah itu sendiri dan mengganggu aktivitas masyarakat.
Permasalahan rumah tidak layak huni, tentunya menjadi perhatian karena masalah tersebut tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Pemerintah. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan bercita-cita agar seluruh keluarga di Indonesia menempati tempat tinggal yang layak sehat aman dan legal, namun pada kenyataannya banyak masyarakat tidak mampu menjangkau rumah atau kavling yang legal, sehat, dan memenuhi syarat.
Melihat permasalahan tersebut, Pemerintah membuat program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni. Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni adalah program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama Kementerian Sosial. Program ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat miskin dalam memenuhi hak dasar berupa rumah yang layak huni. Melalui program ini, rumah warga dengan kondisi tidak layak huni dapat direhabilitasi. Kriteria rumah yang direhabilitasi, yaitu dinding dan atap yang rusak atau lapuk, lantai rusak, tidak memiliki mandi, cuci, kakus, dan luas lantai kurang dari 7,2m/orang.
Bentuk program Rumah Tidak Layak Huni, yaitu berupa dana kepada masyarakat untuk memperbaiki kerusakan rumah sebesar Rp23.000.000 per rumah. Dana tersebut disalurkan kepada toko bahan bangunan dalam bentuk non-tunai sebesar Rp20.000.000 untuk bahan material bangunan. Sisa dana sebesar Rp3.000.000 dialokasikan untuk biaya pekerja bangunan dalam bentuk tunai yang dapat diambil di bank.Â
Dilansir dari website BPK RI, (2018) tentang Pedoman Pelaksanaan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni, stakeholder yang terlibat dalam program RTLH, terbagi menjadi Pemerintah, Warga atau Komunitas, dan Pihak Swasta. Pemerintah, terdiri dari Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Depok, Kementerian Sosial, Kecamatan, Kelurahan, Ketua RW, dan Ketua RT. Warga atau komunitas, yaitu warga masyarakat dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Pihak swasta, terdiri dari toko bahan bangunan dan Bank Jawa Barat.
Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni atau biasa yang disebut RTLH ini sudah berjalan di setiap daerah. Salah satunya adalah daerah lingkungan RW 011 Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji, Kota Depok. Dalam pelaksanaannya, program RTLH di lingkungan RW 011 ini setiap tahun beberapa warga menerima manfaat atau bantuan dari program. Dengan demikian, beberapa mahasiswa Prodi Sosiologi Universitas Negeri Jakarta yang terbentuk dalam 1 kelompok melakukan studi lapangan di kawasan RW 011, termasuk RT 03 untuk mengetahui lebih dalam terkait pelaksanaan program RTLH ini.
Pengajuan program RTLH bagi masyarakat RW 011, yaitu karena banyaknya kondisi rumah para warga yang mengalami kerusakan karena rumah mereka dibangun dengan kemampuan seadanya atau asal jadi. Setelah beberapa tahun, kondisi rumah warga masyarakat mengalami beberapa kerusakan, seperti terjadi kebocoran, spiteng yang mampet, dan sebagainya. Kondisi tersebut, dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. Berdasarkan wawancara bersama Ketua RW 011, jumlah Kepala Keluarga (KK) di RW 011 berjumlah 2.600 KK dengan rata-rata tingkat pendidikan warga masyarakat adalah lulusan SD dan SMP. Ragam profesi masyarakat adalah pekerja harian lepas dengan penghasilan tidak menentu. Dengan kurangnya pendidikan maupun pemberdayaan bagi warga masyarakat di RW 011, mereka memiliki pendapatan yang rendah dan hanya dapat mencukupi kebutuhan harian sehingga tidak dapat memperbaiki rumahnya sendiri. Dengan kondisi rumah tidak layak huni tersebut, tentunya memberikan pengaruh dan dampak bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya. Oleh karena itu, program RTLH di RW 011 sangat dibutuhkan masyarakat demi kesejahteraannya.
Ketua RW 011 mengatakan bahwa di lingkungannya sudah menerima bantuan program RTLH.
"Warga di sini, yang sudah mendapatkan bantuan RTLH berjumlah sekitar 10-15 KK dan yang lainnya masih dalam proses pengajuan." ujar Bapak Na'am Hermawan kepada kelompok mahasiswa Prodi Sosiologi UNJ di Kawasan RT 003/RW 011 (03/04/2022).
Dalam berjalannya program RTLH di RW 011, warga masyarakat penerima bantuan tentunya merasa terbantu. Namun, fakta di lapangan menunjukkan terdapat beberapa kendala dalam program tersebut. Kendala tersebut, yaitu proses pengajuan ke proses penetapan penerima bantuan memerlukan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan bantuan, alokasi dana yang kurang terkhusus pada biaya pekerja bangunan, keinginan lebih dari penerima bantuan yang tidak sesuai dengan kerusakan rumah, dan program molor waktu, serta tidak terselesaikan karena kurangnya dana.