Mohon tunggu...
Syafiih Kamil
Syafiih Kamil Mohon Tunggu... wiraswasta -

Berguru pada-Nya. Berjuang menerobos onak duri perangkap-perangkap (agama, budaya, filsafat dan sejenisnya produk ingkar sesat manusia) yang menghalangiku menemukan dan berjumpa langsung dengan Tuhan-ku. Kuingin terbang bebas bersama jiwa-jiwa yg suci, para malaikat dan semua ciptaan-Nya yang senantiasa memuji kebesaran-Nya. Kuingin menapaki jejak perajalanan spritual Nabi Muhammad SAW, seorang Nabi, Raja yang tetap menjadi manusia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi di Pasar Malam Den haag

22 Maret 2013   11:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:24 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1363951816767507503
1363951816767507503

KBRI Den Haag kembali tahun ini mengorganisir Pasam Malam Indonesia di lapangan Malieveld Den haag 20-24 maret 2013. Tidak ketinggalan, tema politik selalu ada dimana-mana, tak terkecuali di Pasar Malam Den haag. PPI Belanda bekerja sama dengan KBRI dan Kemkominfo menyelenggarakan seminar dengan tema “lingkar inspirasi: Demokrasi Berkualitas” di arena pasar malam Den haag, 23 maret 2013 mendatang. Wow…diskusi demokrasi sambil menikmati  dahsyatnya“kuliner Indonesia ” pasti seru.

Kayanya akan berbagai jenis bumbu, bukan hanya manusianya yang unik beragam, namun makanannya pun juga plural. Bukan hanya manusia yang berdemokrasi, namun bumbu makanan juga berdemokrasi sehingga menghasilkan produk resep makanan yang khas satu sama lain. Lombok mesti mau bersama-sama dengan terasi, garam, bawang dst sehingga menjadi sambal yang enak tenan. Ikan tengiri harus mau bercampur dengan tapioca, bawang putih dst sehingga menjadi pempek yang mantep…J (maaf kalau resepnya kurang lengkap).

Bak bumbu, kombinasi parpol, ormas, atau apapun harus menghasilkan resep produk kesejahteraan yang bisa dinikmati oleh rakyat, dan bukan sebaliknya menghasil racun-racun kebijakan yang membunuh keadilan.

Pemilihan ketua RW/RT

Demokrasi  juga bisa belajar dari pemilihan ketua RT dan RW. Budaya timur secara aklamasi menunjuk ketua RT/RW tanpa ragu. Itupun yang ditunjuk seringkali mengelak. Mengapa warga bisa aklamasi dalam  pemilihan RT/RW? Ada 2 jawaban. Pertama karena tidak basah. Yang kedua warga mengenal dengan baik sosok pak RT/RW yang sehari-hari bergaul dengan warga. Tidak eksklusif.

Mengapa pemilihan kades sampai presiden tidak bisa aklamasi? Jawabannya juga 2. Karena posisinya “basah”. Yang kedua karena rakyat tidak mengenal baik masing-masing calon. Seorang calon kepala desa biasanya muncul ke masyarakat ketika mendekati pemilihan saja. akibatnya rakyat menjadi galau. Ditambah lagi simpang siur perang informasi yang tidak mencerahkan dari masing-masing kandidat.

Media Massa

Industri Media massa sama persis halnya industri-industri lainnya. ia akan berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Akibatnya bukan hanya parpol dan ormas yang kehilangan khittah. Media massapun tak kalah dahsyatnya dalam membikin kebisingan dan kebingungan rakyat banyak.

Yang penting berita banyak yang klik (baca), kagak peduli apa isi beritanya. Entah baik atau buruk adalah nomor yang keseratus. 99 tujuannya harus menghasilkan laba sebesar-besarnya.

Media massa cendrung menjadi corong masing-masing kandidat (calon) dan menebarkan informasi propaganda memasuki rumah-rumah, memasuki ruang-ruang kosong setiap 250 juta lebih jiwa manusia Indonesia.

Saya tidak bilang semua media massa seperti itu, namun saya meyakini sebagian besar (1000:1) adalah berita-berita yang tidak mencerahkan. hanya 1 saja yang  mencerahkan. Olehnya karenanya dibutuhkan filter dan penetralisir,  sebelum sebuah informasi masuk kedalam jiwa dan menjadi sebuah keyakinan.

Sudah semestinya media massa sebagai salah satu pilar demokrasi segera kembali ke  khittah, yaitu menjadi nomor satu mencerahkan, bukan mengaburkan.

Tidak berhenti disitu, tipu muslihat survey pun gentayangan. Masing-masing kandidat pemimpin gencar membikin survey propaganda tandingan. Kalau dulu kita mengecam propaganda belanda yang getol mempertahankan hegemoni mereka di nusantara. Saat ini kita terjebak sendiri saling menebar propaganda untuk memenuhi hasrat nafsu masing-masing kelompok, dan mengesampingkan kepentingan kelompok lain atau kepentingan bersama.

Generasi Sosial Media

Bukan kebetulan muncul sosial media. Tidak ada daun yang jatuh diluar perencanaan Tuhan. Media massa tidak bisa lagi monopoli menebarkan informasi. Lewat social media rakyat bisa mencounter informasi-informasi yang menyesatkan. Lembaga-lembag survey tidak bisa lagi menebarkan tipu daya informasi menyesatkan, karena rakyat juga bisa membikin survey tandingan yang independen, objektif dan mencerahkan.

Kabar gembira juga datang ketika tokoh-tokoh nasional, para orang tua sudah mulai turun gunung untuk membantu secara langsung mengurai kesemrawutan demokrasi Indonesia. Bila selama ini mereka memantau dengan seksama, menghadapi pemilu 2014 saya yakin mereka akan turun gunung untuk bersama-sama mendamaikan parpol-parpol yang senantiasa bertikai.

Saya teringat ketika Nabi Muhammad SAW mendamaikan kabilah-kabilah qurays yang berebutan dan merasa berhak menempatkan hajar aswad ketempatnya pada waktu pemugaran ka’bah saat itu.

Secara fisik memang kita tidak bisa mengharap kedatangan Nabi Muhammad lagi, namun tetesan nur cahaya Muhammad SAW bisa menjelma kembali kepada siapapun yang Tuhan kehendaki, karena kesungguhannya membebaskan manusia dari kesewenang-wenangan di muka bumi.

Blusu’an para Nabi

Sesungguhnya pemimpin itu tidak membutuhkan kampanye. Segala gerak gerik perilakunya merupakan kampanye. Cerita para Nabi sesungguhnya tidak bisa lepas dari blusu’an menyambangi ummatnya.

Dalam siroh Nabawiyah, Nabi terkenal sering blusu’an, terutama ketempat-tempat fakir miskin, alias kawasan kumuh. Cerita yang juga ngetop adalah ketika Umar bin Khattab blusu’an ke sebuah kampung. Disana beliau mengintip sebuah rumah reok. Dan melihat seorang ibu yang menggodok batu, sampai anaknya ketiduran. Umar kemudian bergegas menuju ke gudang pangan dan membawakannya makanan untuk si Ibu dhuafa ini.

Indonesia Baru

Saat ini sesungguhnya kita telah memasuki era Indonesia baru. Era horizontal, tidak vertical lagi. Era blusu’an, bukan hanya mendengar laporan bawahan. Era ainul yakin dan haqqul yakin, bukan hanya ilmul yakin.

Mengkaji sebuah masalah tidak hanya berdasarkan ilmu teori, namun mesti datang ke lapangan,melihat dengan mata kepala sendiri. Sehingga ada triger untuk membangkitkan emosi  yang pada akhirnya akan menghasilkan getaran ke dalam relung hati lebih dalam. setelah itu akan muncul pantulan keputusan (kebijakan) yang berasal dari hati, bukan dari nafsu tamak dengki.

Saya yakin bahwa diskusi lingkar inspirasi untuk demokrasi berkualitas yang akan diadakan sabtu ini di arena Pasar Malam Den Haag akan menghasilkan kesadaran baru berdemokrasi menyongsong lahirnya INDONESIA BARU.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun