Halo para penikmat bacaan kembali lagi nihh bersama penulis yang gemar membaca meskipun terpaksa karena tuntutan kondisi dan keadaan yang ada. Bagaimana kabar kalian para penikmat bacaan? Masih semangat kan membaca tulisan sang penulis atau kalian para penikmat bacaan sudah bosan membaca karya tulisan sang penulis? Bagaimana momen lebaran ketupat kalian para penikmat bacaan? Apakah kalian para penikmat bacaan bisa membuat ketupat atau membeli ketupat yang sudah jadi di pasar? Bagaimana adat dan tradisi lebaran ketupat di daerah kalian para penikmat bacaan? Apakah membuat ketupat lalu dimakan bersama keluarga atau membuat ketupat lalu dibagikan ke tetangga-tetangga atau membuat ketupat lalu mengundang saudara dan tetangga untuk melakukan tasyakuran lebaran ketupat? Apa menu favorit kalian para penikmat bacaan saat momen lebaran ketupat?
      Momen lebaran ketupat sang penulis sihh seru dan bermakna sekali para penikmat bacaan karena pada saat lebaran ketupat sang penulis belajar membuat ketupat dan kemudian masak sayur yang akan dimakan bersama keluarga dan dibagikan ke tetangga. Sang penulis sendiri bisa membuat ketupat tetapi tidak jago karena masih salah dan tidak jadi ketupat. Adat dan tradisi lebaran di daerah sang penulis sihh  biasanya di hari lebaran ke tujuh dirayakannya. Kalo di daerah sang penulis merayakan lebaran ketupat dengan cara makan bareng ketupat bersama keluarga dan kemudian membagikan ketupat dan sayur ke tetangga di sekitar rumah penulis. Menu favorit sang penulis saat lebaran ketupat yaitu adalah opor ayam yang kemudian dikasih bubuk kedelai dan tak lupa kerupuknya sebagai tambahan saat memakannya.
      Ohh iyaa, sebelum masuk ke inti tulisan sang penulis kalian para penikmat bacaan ada yang tau nggak filosofi dan makna ketupat itu apa hayoo? Ketupat diambil dari bahasa Jawa yang artinya 'Ku' (ngaku) yang berarti mengakui dan 'Pat' (lepat) yang berarti kesalahan, sehingga ketupat adalah ngaku lepat atau mengaku bersalah. Tidak hanya itu, ketupat juga diartikan sebagai laku papat yang terdiri dari empat aksi. Keempatnya yaitu lebaran (pintu maaf dibuka lebar-lebar), luberan (berlimpah), leburan (saling memaafkan), dan laburan (bebas dari dosa-dosa). Pembuatan ketupat yang harus dianyam dengan rumit juga memiliki makna. Kerumitan anyaman menggambarkan keragaman masyarakat Jawa yang harus dilekatkan dengan silahturahmi, sedangkan beras dimaknai nafsu duniawi. Ada juga yang memaknai rumitnya anyaman adalah beragam kesalahan manusia, sedangkan beras putih di dalamnya dimaknai dengan kesucian hati yang memaafkan kesalahan tersebut.
      Kali ini sang penulis akan menceritakan bagaimana proses dan perjalanan penulis bisa mengaji dan membaca Al Qur'an.
      Sang penulis mulai diperkenalkan huruf arab dan surat-surat pendek Al Qur'an sejak umur 4 tahun seingat penulis sihh. Pada saat itu penulis diajari, diperkenalkan, dan disuruh menghafal huruf arab dan surat-surat pendek oleh ibu sang penulis. Sang penulis belajar mengaji, menulis, dan membaca huruf arab dan surat pendek selama setahun bersama ibu sang penulis. Kemudian setelah itu sang penulis didaftarkan TK yang letak TKnya berada di depan rumah sang penulis sihh jadi dulu sang penulis pergi ke TK tinggal menyebrang jalan aja dan nyampe ke TK.
      Sang penulis masuk TK sekitar umur empat setengah tahun jadi di TK tersebut sang penulis termasuk masih kecil sekali. Di TK sang penulis banyak diajari ilmu-ilmu baru oleh guru TK yang bernama Bu Sul dan Bu Haisyam. Bu Haisyam adalah guru sang penulis saat TK nol kecil. Bu Haisyam mengajari penulis cara membaca dan menulis huruf arab dan surat pendek dari buku Iqro' yang sampul bukunya bergambar kakek tua. Waktu TK nol kecil sang penulis termasuk lambat membaca dan menulis huruf arab dan surat pendek karena TK nol kecil sang penulis hanya belajar tiga jilid buku Iqra' saja.
      Selama setahun berada di TK nol kecil akhirnya sang penulis naik ke kelas ke TK nol besar. Di TK nol besar penulis diajari membaca dan menulis huruf arab dan surat pendek oleh Bu Sul. Disitu sang penulis ingat betul momen mengantri untuk membaca dan menulis huruf arab sangat susah sekali karena sang penulis tidak lancar-lancar. Seingat penulis sihh waktu TK nol besar sang penulis hanya sampe jilid lima dalam buku Iqra' tersebut.
      Setelah lulus dari TK sang penulis kembali melanjutkan belajar membaca dan menulis huruf arab dan surat pendek di SD. Sang penulis sekolah di SD yang jauh dari rumahnya karena letaknya berada di tengah kota dekat dengan alon-alon kota. Di kelas 1 SD sang penulis kembali lagi ke jilid satu tetapi menggunakan buku ngaji Thariqoti. Di SD sang penulis lebih cepat belajar membaca dan menulis huruf arab dan surat pendek karena banyak guru ngajinya di SD tersebut. Penulis belajar buku Thariqoti dari jilid satu sampai dengan Juz Amma dari kelas satu sampai dengan kelas tiga SD. Sang penulis bisa membaca Al Qur'an saat di kelas empat SD dan kemudian melanjutkan belajar tadwid dari kelas lima sampai kelas enam SD.   Â
      Pada lebaran kemarin sang penulis main ke rumah guru ngajinya yaitu Bu Sul dan Bu Haisyam. Pada saat main kesana guru ngaji sekaligus guru TK sang penulis tidak menyangka karena sang penulis masih ingat dengan mereka. Sang penulis banyak diceritakan momen-momen dulu waktu TK bersama teman-teman penulis semasa TK. Sang penulis banyak sekali dinasehati dan diberi pesan oleh guru TK sekaligus guru ngajinya.
      Sekian cerita proses bagaimana penulis bisa mengaji, menulis, membaca huruf arab, surat pendek, dan Al Qur'an. Semoga cerita sang penulis bisa menghibur kalian para penikmat bacaan. Jangan lupa untuk selalu mengaji kalian para penikmat bacaan karena mengaji mempunyai banyak manfaat.
       Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H