Lima bulan sebelumnya, pada 15 Nopember 1925 di Gedung Lux Orientis di Jakarta. Hadir Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Pelajar Minahasa, Sekar Rukun dan beberapa peminat perorangan. Dengan suara bulat dibentuk sebuah panitia yang mempunyai tugas menyelenggarakan Konggres Pemuda Indonesia Pertama, tujuannya: “Mengggugah semangat kerja-sama di antara bermacam-macam organisasi pemuda di tanah Air kita, supaya dapat diwujudkan dasar-pokok untuk lahirnya persatuan Indonesia, di tengah-tengah bangsa-bangsa di dunia.”
“Bagaimana kita dapat memajukan pertumbuhan semangat persatuan nasional dengan menghindari segala sesuatu yang dapat mencerai-beraikan kita, maka Panitia memilih acara-acara yang mengandung unsur-unsur pemersatu dan menjauhkan diri dari benih-benih perpecahan.”
Pada Kongres Pemuda Indonesia I dalam pidato penutupnya, M. Yamin berkata:
“ Sejarah kini ialah menuju nasionalisme yang dalam dan luas, ke arah kemerdekaan dan tujuan yang lebih luhur, yaitu kebudayaan yang lebih tinggi nilainya, agar Indonesia dapat mempersembahkan kepada dunia hadiah yang lebih berharga dan lebih indah, selaras dengan kebanggaan kita”.
Pada Kongres Pemuda I, Kongres lantas akan mengambil keputusan bahasa Melayu yang akan dijadikan bahasa persatuan. Namun jalan pikiran M.Tabrani menyatakan bahwa tujuan kita bersama yaitu satu-nusa, satu-bangsa dan satu-bahasa. Kalau nusa itu Indonesia, bangsa itu bernama Indonesia, maka bahasanya harus disebut bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu, walaupun unsur-unsur Bahasa Melayu mendasari bahasa-Indonesia.
“Djamaludin Adinegoro dan Mohammad Yamin memahami, menghargai dan menyetujui jalan pikiran saya”, demikian kata M.Tabrani, sehingga pengambilan putusan tentang nama bahasa persatuan itu ditunda dan hendaknya dikemukakan dalam Konggres Pemuda Indonesia kedua.
Dari Kongres Pemuda Indonesia Pertama diteruskan dua tahun kemudian dengan Kongres Pemuda II, 27-28 Oktober 1928. Kongres yang kemudian populer dengan Sumpah Pemuda dimana disepakati Trilogi Sumpah Pemuda: Satu Tanah Air Indonesia, Satu Bangsa Indonesia dan Satu Bahasa Indonesia.
Spirit Sumpah Pemuda ini ialah pengorbanan nafsu-egois diri dan kelompok atau kesukuan, menjadi lebur satu identitas bangsa, tanah-air dan bahasa: Indonesia. Sebuah rintisan yang dipropagandakan Perhimpunan Indonesia (PI) di Nederland, terwujudlah sudah.
Jiwa Berkorban
Perjuangan menyatukan ideologi gerakan di kalangan pemuda terpelajar, membutuhkan waktu dua tahun lebih. Dari kongres pertama, 1926 menuju kongres pemuda II 1928. Bukan waktu yang singkat. Betapa nafsu egois kepentingan diri sendiri, kelompok dan kesukuan harus berani disimpan dan dilebur demi perjuangan otonomi bangsa merdeka dari kolonial. Bila dihitung dari rintisan Perhimpunan Indonesia (PI) sejak 1921, membutuhkan waktu 7 tahun.
Bukan sekedar waktu, tenaga, dan pikiran yang dikorbankan demi rakyat dan bangsa Indonesia. Para pemuda yang rata-rata usianya duapuluhan sudah tampil menjadi para pemenang atas nafsu-ananiyah (egois) dirinya. Spirit jiwa mereka sudah menggelora rasa senasib sepenanggungan. Mereka sudah putus urat nafsu kepentingan individualisnya, lebur mengedepankan orang lain, rakyat banyak pada umumnya. Jiwa sosial sudah terketuk dan akhirnya terpatri kuat.
Karena itu tak heran apapun mereka korbankan. Selanjutnya sejarah mencatat Mohammad Hatta, Nazir Dt. Pamuncak, Ali Sastroamidjojo dan Abdul Madjid harus ikhlas dipenjara karena tuduhan menghasut oleh pemerintah di Nederland. Disusul kemudian Soekarno dkk tahun 1929 ditangkap dan dipenjara di Sukamiskin (Bandung) setelah propaganda perjuangan untuk membela rakyat.