Mohon tunggu...
syafa'atun aisya
syafa'atun aisya Mohon Tunggu... -

wanderer wanabe

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PEGIDA, Charlie, dan Bayi yang Tak Jadi Lahir ke Bumi

18 Januari 2015   07:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:54 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Senin hampir tengah malam. Kami mampir di restoran cepat saji di tengah perjalanan panjang untuk rehat. Saya takjub dengan pemandangan restoran yang penuh dengan polisi tengah mengantri makanan.

“Habis ada pertandingan bola ya?” polos saya bertanya pada suami. Menduga para polisi itu selesai bertugas jaga pertandingan sepakbola.

“Gak ah. Ini kan hari Senin. Pasti demo Pegida”, suami yakin berasumsi.

Ia lalu bertanya pada sepasang polisi yang berdiri mengantri di belakang kami.

“Habis jaga demo ya?”

Polisi mengangguk.

***

Jerman hari-hari belakangan ini penuh dengan berita aksi demontrasi tentang PEGIDA. Ia organisasi yang lahir di Dresden, wilayah yang pada perang dingin bagian dari Jerman Timur. Nama organisasi ini bila diterjemahkan secara kasar berarti “Gerakan melawan Islamisasi di Eropa”. Beberapa dari petisi mereka adalah membatasi dan mengurangi suaka terhadap para imigran dan melindungi budaya Kristiani-Yahudi di Eropa dari pengaruh Islam yang dinilai mereka misoginik dan penuh dengan kekerasan.

Jerman menjadi top list negara Eropa yang paling dituju para pengungsi dan pencari suaka dengan tingkat keamanan dan jaminan sosial yang cukup loyal. Terlebih setelah Irak dan Syiria berkobar perang tiada henti. Selain Turki yang seperti telah menjadi negara ke dua di Jerman, komunitas muslim di Jerman umumnya datang dari negara-negara yang tengah atau pernah dirundung masalah: Pakistan, bekas negara Yugoslavia, Iran, Lebanon, Irak, Afganistan, Syiria.. Mereka awalnya datang sebagai pencari suaka yang kemudian berintegrasi menjadi penduduk tetap.

Politik sayap kanan di Jerman tidaklah begitu populer. Konstitusi Jerman sendiri telah mengharamkan segala yang berbau NAZI meski gerakan Neo-NAZI kadang mencoba menarik perhatian dengan aksi turun ke jalan. Memanasnya perang sipil di kawasan Irak-Syiria dan aksi kebrutalan yang kerap dipertontonkan para ekstrimis ISIS menjadi alasan para ekstrem kanan di Jerman untuk memunculkan Pegida.

Pegida membuka keanggotaan melalui media sosial dan rutin mengadakan demonstrasi setiap hari Senin. Sejak dideklarasikan Oktober tahun lalu,

jumlah anggota mereka terus meningkat. Terdapat anakan organisasi yang dinamakan berdasarkan daerah. Legida untuk wilayah Leipzig. Bogida untuk Bonn dan Dogida untuk Darmstadt. Selain Rogida (Rohstock), Baergida (Berlin), Bagida (Bavaria), Hagida (Hannover) dan seterusnya..

Meski begitu, ramai pula aksi yang nenentang dan menolak Pegida. Sejumlah politisi dan selebriti terlibat aksi perlawanan ini. Kanselir Jerman saat ini, Angela Markel, turut pula memberikan suara. Petisi dan kampanye menyerukan keragaman dan warna warni penduduk Jerman didengungkan. Für ein buntes Deutschland. Untuk Jerman yang berwarna.

Selain petisi, mereka juga turun ke jalan. Tak jarang, satu wilayah terdapat dua aksi demo sekaligus. Pegida dan lawan Pegida. Sejauh ini dua aksi berjalan aman.

***

Belum reda aksi tentang Pegida yang tengah mencoba menarik perhatian, muncul berita mengejutkan dari negeri tetangga.

Sebuah serangan brutal menewaskan awak dan editor media Charlie Hebdo di Paris. Ini koran mingguan Perancis berisi tulisan dan kartun satir yang memuat dan mengolok-olok siapa saja. Termasuk tokoh paling diagungkan umat Islam, Muhammad SAW. Beberapa kali koran itu tersangkut perkara dan mendapat serangan.

Aksi teror ini kembali memicu perdebatan tentang Islam dan terorisme.

Saya mengikuti segala perdebatan itu dari sebuah kamar dengan tiga tempat tidur berjajar dan selang infus tergantung di samping ranjang.

Minggu malam lalu saya terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Hantaman bertubi-tubi di dalam perut membuat rasa sakit yang menyiksa.

Beberapa hari sebelumnya terjadi pendarahan dan saya melewatkan periode bulanan saya akhir tahun lalu. Saat saya bilang saya tak kuat lagi, suami segera menelpon taksi.

Dengan hati-hati dokter mengatakan bahwa saya harus segera dioperasi untuk membersihkan darah yang muncrat di sekitar rahim dan mematikan hormon kehamilan yang sempat terdeteksi. Saya pasrah. Suntikan obat penghilang nyeri tampaknya berhasil membius saya untuk tak ingat apa yang tengah terjadi.

Saya menghabiskan masa tiga hari dengan hanya berbaring di kamar rumah sakit. Sesekali menyalakan monitor tivi yang terpasang di samping ranjang. Saluran televisi Jerman berjalan seperti biasa. Sinetron, dokumenter, kuis, acara bincang-bincang.

Berita tentang aksi teror di Paris dibacakan bersamaan dengan kelanjutan penemuan pesawat Air Asia, dan statemen Merkel tentang Pegida.

Sesekali acara bincang-bincang menampilkan tema tentang kesepakatan pemahaman tentang toleransi yang telah berjalan di Jerman.

Sementara CNN, satu-satunya saluran berbahasa Inggris di Jerman, tampak begitu intens mengumbar berita tentang teror di Paris. Kapanpun saya pindah ke saluran itu berita tak lain soal tragedi kelabu itu. Pagi, siang, malam. Mengupas segala hal berkaitan dengan kelompok teroris dan ekstrimis Islam. Menjejali pikiran seakan-akan ia bukan lagi saluran berita tapi bagian dari propaganda penebar kebencian pada kelompok tertentu. Seakan tak ada lagi tema penting di belahan dunia lain dan menarik untuk diangkat.

Pemberitaan di dunia global terkadang mengalahkan rasa nyeri di perut akibat operasi. Ada banyak berita kesedihan. Membuat saya merasa ciut untuk menjadi sentimentil seorang diri. Saya tak tengah tinggal di daerah perang yang memporakporandakan hak hidup saya. Sebaliknya, hidup lumayan nyaman dengan pernak-pernik masalah pribadi. Tak cukup alasan untuk meratapi hidup sendiri.

Meski kadang pelupuk mata terasa basah dan rasa aneh yang menyerang. Rasa ngilu tak mampu dijelaskan setiap kali melihat gambar perempuan dengan perut membesar atau gambar bayi. Membuat saya sempat berjanji untuk tidak akan mengumbar gambar mereka bila saya mendapat anugrah itu suatu saat nanti..

Pforzheim, 16 Desember 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun